Fb. In. Tw.

Ways of Going Home: Perjalanan Untuk Mengingat

Mungkin inilah alasan mengapa manusia hidup dan dibiarkan kebingungan seperti anak kecil yang memegang balon dan menangis mencari jalan pulang: untuk memotret tumpukan peristiwa yang terus berulang sepanjang jalan sejarah. Misalnya: dalam potret samar kekerasan dan ingatan masa lalu sebagai seorang individu, generasi, bahkan sekumpulan komunitas-terbayang terkait kebijakan politik dan sebagainya.

Selanjutnya adalah bukan tentang bagaimana memotret dari sudut yang tepat. Bukan juga dalam arti relasi estetika dan kebenaran. Melainkan usaha untuk mendekatinya tanpa malu-malu. Tentu, kita bisa melakukannya melalui bentuk apapun dan bagaimanapun. Salah satunya melalui karya sastra. Seperti tokoh pada novel Ways of Going Home karya Alejandro Zambra yang terbit tahun 2011. Meski memang, usaha untuk memotret tumpukan peristiwa melalui karya sastra harus dibayar dengan kesunyian. Namun di satu sisi, terkadang kesunyian bisa terdengar lebih nyaring dan menakutkan.

Zambra meletakkan Cili sebagai negara dunia ketiga dengan luka memar pascakolonial yang diawetkan pemerintah otoriter berikutnya; dengan kebudayaan, luka, dan kesunyiannya sendiri, tertatih menemukan jalan pulang.

Ways of Going Home sebuah novel ringkas yang kompleks. Merekam dua cerita dengan bentuk yang sederhana. Memiliki kedalaman dalam mengurai kesamaran kekerasan, bahasa, dan kenangan masa lalu di bawah hegemonik budaya dan dominasi pemerintahan Pinochet.

Ada dua cerita dalam Ways of Going Home: tentang bocah sembilan tahun yang mencari jalan pulang dan seorang novelis yang murung. Novel ini dibagi menjadi empat bagian sederhana: Secondary Characters, Literature of the Parents, Literature of the Children, dan We’re All Alright.

Bagian pertama menceritakan bocah sembilan tahun yang memata-matai tetangganya untuk gadis lebih tua yang ia sukai, Claudia. Terjadi di tahun 1980 dekat Santiago, di era Pinochet. Orang yang ia mata-matai bernama Raul, paman Claudia. Suatu ketika, seorang perempuan lain mengunjungi Raul—ingin memberi kesan pada Claudia, bocah itu mengikuti perempuan sampai ke rumahnya. Tetapi, ketika ingin menceritakan penemuannya pada Claudia, bocah itu malah kesal dan tidak mengatakan apa-apa. Seiring berjalannya waktu, mereka berpisah, termasuk Raul.

Bagian kedua sedikit berbeda. Zambra mengenalkan seorang novelis murung yang menulis cerita pada bagian pertama. Sementara itu, ia mencoba rujuk kembali dengan perempuan yang pernah serumah dengannya, bernama Eme. Sekilas, kisah keduanya hampir sama dengan bagian pertama. Claudia mirip dengan kisah Eme, sama seperti bocah sembilan tahun yang tumpang tindih dengan kisah sang novelis.

Kemudian di bagian ketiga kembali pada kisah bocah sembilan tahun dan Claudia di akhir era Pinochet. Bocah itu bertemu Claudia sekali lagi dalam pertemuan singkat. Claudia menjelaskan situasi sebenarnya ketika memintanya menjadi mata-mata yaitu menyangkut Raul sebagai buron politik. Sementara di bagian terakhir kembali pada kisah sang novelis. Sang novelis tak pernah bisa bersatu dengan Eme.

Bagi saya, membaca Ways of Going Home sama seperti mendengarkan celoteh seseorang di Clubhouse. Kadang intonasi sengaja ditekan untuk menarik perhatian, kadang mengalir begitu saja seperti hujan. Ada hal-hal yang saling silang dan tumpang tindih hingga memaksa untuk mengingatnya lebih jauh lagi: ke dalam atau ke luar teks. Pendek kata, di novel ini ingatan menjadi begitu penting.

Ingatan Sejarah
Sebab Zambra berusaha melihat potret kesamaran generasi sebelumnya dengan mengingat. Untuk memahami masa lalu yang tidak dengan jelas ditampilkan film dokumenter atau literatur tentang Cili. Semua itu dilakukan untuk menavigasi jalan yang menuntun generasinya ke masa depan.

Dan kesamaran itu diungkap Zambra dengan sangat indah:

“The novel belongs to our parents, I thought then, I think now. That’s what we grew up believing, that the novel belonged to our parents. We cursed them, and also took refuge in their shadows, relieved. While the adults killed or were killed, we drew pictures in a corner. While the country was falling to pieces, we were learning to talk, to walk, to fold napkins in the shape of boats, of airplanes. While the novel was happening, we played hide-and-seek, we played at disappearing.”

Paragraf tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa Zambra dan generasinya, dalam Ways of Going Home, selalu diliputi bayang-bayang sensor. Terdapat batas jelas antara Literature of the Parents dan Literature of the Children. Batas-batas itu kemudian semakin jelas ketika pembahasan beralih pada maturity dan immaturity.

Immaturity dan perbedaan usia digunakan  pemerintahan Pinochet sebagai tembok bagi generasi yang tumbuh di eranya. Semacam mantra kebal dari kritik dan pengertian akan keadilan seorang anak muda. Tak jarang, dalam kehidupan nyata banyak ditemui diskriminasi semacam ini. Mengatasnamakan batas usia dan maturity atau immaturity untuk menyingkirkan seseorang bahkan generasi beserta kebudayaannya.

Dan dalam kondisi seperti ini, (tumbuh dan besar di bawah kebrutalan pemerintahan Pinochet, tank-tank kekuasaan, kesamaran makna sejarah generasinya, atau batas-batas yang membuatnya terkurung) Zambra memungut sempalan-sempalan ingatan saat itu. Segampang ia mengingat bagaimana ia dan seluruh teman kelasnya sembunyi di balik meja dan menangis ketika mendengar suara ambulans yang kian mendekat.

Perjalanan Zambra dan tokohnya dalam Ways of Going Home adalah perjalanan untuk mengingat. Melalui ingatan personal dan kolektif, ia menyusun tesis tentang apa yang sebenarnya terjadi di era Pinochet. Seperti novel The Memory Police karya Ogawa dan Space Invaders karya Nona Fernandez.

Benar, ingatan bukanlah suara jernih untuk menyentuh kebenaran. Di sana terdapat emosi dan bahasa yang keruh. Tetapi paling tidak, ketika sebagaian dari diri kita menghilang atau dihilangkan, atau dihalang-halangi untuk tujuan tertentu. Ingatan bisa mendekatkan kita pada kebenaran. Dan pada titik tertentu, juga sebagai simbol pemberontakan.

Dan tanpa disadari, bukankah kita selalu mengingat sesuatu setiap harinya? Sesederhana berusaha mengingat jalan menuju rumah ketika kecil. Atau mengingat hal yang menyesatkan dan memenjara kita dalam arti tertentu, di tengah kebisingan politik dan banjir data yang membuat kita terdampar di pulau gersang: terasing dan teraleniasi, dengan atau tanpa harapan.

Pada akhirnya, Ways of Going Home adalah judul yang tepat. Mengingat dengan terampil Zambra mendefinisikan berbagai jalan untuk pulang. Di mana ia dan generasinya terjerat dalam ketidakpahaman, gerak ingatan, hubungan personal, dan ketegangan antar generasi. Ia menulis:

Once, I got lost. I was six or seven. I got distracted, and all of a sudden I couldn’t see my parents anymore. I was scared, but I immediately found the way home and got there before they did. They kept looking for me, desperate, but I thought that they were lost. That I knew how to get home and they didn’t.

“You went a different way,” my mother said later, angry, her eyes still swollen.

You were the ones who went a different way, I thought, but I didn’t say it.

KOMENTAR

Bergiat di Tjirebon Book Club

You don't have permission to register