Ujian Kesabaran Bernama Listrik
Apa jadinya kita tanpa listrik? Pasti galau, gundah, dan gulana. Kita yang tumbuh setelah dunia terang benderang seperti ini dan merasakan beragam kemudahan karena listrik akan sulit untuk bergelap-gelapan. Ketika benda-benda di sekeliling kita adalah benda elektronika, limbunglah kita walau tanpa listrik sesaat. Tidak bisa menonton siaran televisi favorit, menanak nasi dengan rice cooker, dan mengisi ulang baterai handphone.
Tapi tahukah bahwa di banyak daerah di Indonesia, listrik barangkali masih menjadi sesuatu yang mewah. Salah satu daerah yang sering terjadi pemadaman listrik adalah Lampung. Teman saya, Puji Asnena (27 tahun), tinggal di Liwa, Provinsi Lampung. Ia bercerita hampir setiap hari mati listrik. Tiga jam, lima jam sih biasa, tetapi sekali-dua kali bahkan padam hingga 24 jam. 24 jam?
Ya, ia pernah bercerita bahwa di Liwa telah mati listrik hingga 24 jam. Wow! Saya bahkan sudah kesal ketika mati listrik dua jam saja. Saya tak bisa membayangkan bagaimana dalam 24 jam itu ia beraktivitas. Apakah ia kemudian beralih ke tungku untuk menanak nasi atau bagaimana nasib isi kulkasnya.
Banyak hal yang dirugikan ketika mati listrik. Orang-orang yang menggantungkan usahanya dari listrik tentulah akan merugi. Para pembuat teralis, tukang rental komputer, pengusaha laundry dan usaha yang membutuhkan listrik lainnya akan terkena dampaknya. Mereka akan berhenti beroperasi sejenak, pendapatan pun akan berkurang. Belum lagi barang elektronik yang rentan rusak bila sering ‘byar-pet’. Anak-anak sekolah pun akan terganggu ketika belajar malam hari.
Lalu mengapa di negara kita yang sudah merdeka berpuluh tahun ini masih saja kesulitan listrik? Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai Badan Usahan Milik Negara (BUMN) yang paling bertanggung jawab selalu menggunakan alasan pemeliharaan dan cuaca ketika laporan-laporan dan keluhan-keluhan itu datang. Defisit listrik terjadi di mana-mana. Lalu jika sudah tahu begitu, apa tidak dicari solusinya? Bukankah permasalahan ini sudah sejak lama terjadi? Apa yang sudah dilakukan untuk mengatasinya? Sedang masih banyak daerah di negeri ini yang masih mengalami permasalahan listrik.
Memang benar, orang sabar disayang Tuhan. Dan, seringkali ujian kesabaran itu datang lewat PLN yang tiba-tiba memadamkan lisrik. Orang-orang di daerah yang sering mati listrik belasan hingga puluhan jam adalah salah satu golongan orang-orang yang sabar. Mereka mungkin sudah lelah mengumpat apalagi mengeluh. Toh, segala bentuk laporan atau keluhan tak membuat situasi menjadi lebih baik.
Namun katanya, kesabaran ada batasnya. Jika tak segera dibenahi dan dicari solusinya, tentu akan menimbulkan kekecewaan. Dan kekecewaan berkaitan erat dengan kepercayaan. Lalu apakah kita akan hidup di negara yang tak saling percaya? Semoga tidak.[]