Fb. In. Tw.

Tubuh dan Kota

Sejauh ini, partisipasi dan antusiasme terhadap seni di ruang publik lebih banyak dihidupkan dan dirayakan masyarakat perkotaan yang bermukim di gang-gang sempit, tersembunyi dari hiruk pikuk jalan raya. Klaim seperti ini muncul sebab selama ini partisipasi dan antusiasme warga ‘pinggiran’ jauh lebih menonjol daripada warga perumahan dalam sebuah perhelatan semisal panggung seni agustusan.

Tingkat partisipasi warga di pedalaman gang terlihat menonjol boleh jadi karena kebersamaan yang diikat oleh falsafah sama rata sama rasa, se-gang sepenanggungan. Rumah yang berhimpitan bukan saja mendekatkan ruang dalam arti sebenarnya, melainkan juga merekatkan ruang sosial yang dibangun secara alamiah.

Hal ini dibuktikan pada acara bertajuk “Tubuh dan Kota” yang bertempat di gang Muslimin Jalan Sukarajin 2, Bandung. Dalam rangka memperingati hari jadi kota Bandung, acara ini diselenggarakan warga gang Muslimin, Jalan Sukarajin 2 bekerjasama dengan Heri Maja Kelana sebagai peserta residensi Seni Bandung #1. Secara apik dan meriah “Tubuh dan Kota” menghadirkan panggung kesenian dan kampung puisi berupa mural di ruang publik pada Minggu, 1 Oktober 2017.

Acara yang dimulai pada pukul lima sore dan berakhir tengah malam ini, didukung juga oleh komunitas Republik Viking Cicadas, Rumah Baca Taman Sekar Bandung, komunitas Sketsa Sore, dan Sanggar Sastra Purwakarta.

Panggung kesenian sesi pertama diisi oleh tari-tarian anak-anak warga Sukarajin 2 dan Sekepondok 3 -mulai tari Jaipongan hingga tari India. Di saat bersamaan proses mural dimulai. Dikomandoi oleh Sketsa Sore dan Sanggar Sastra Purwakarta, mural berisikan; himbauan, motivasi, gambar serta beberapa puisi yang ditulis oleh anak-anak warga gang Muslimin mulai digarap di dinding-dinding gang.

Pada sesi kedua setelah maghrib, panggung kesenian masih dimeriahkan beberapa tari-tarian anak-anak. Panggung kesenian kemudian secara berturut-turut menghadirkan pembacaan puisi oleh Willy Fahmi Agiska, Seli Desmiarti, Arif ‘ayih’ Abdillah, dan Untung Wardoyo. Panggung kembali menghangat lewat musikalisasi puisi-Adew Habsta. Panggung kesenian pun ditutup oleh pertunjukan musik organ tunggal Enceng dkk, dengan memainkan lagu dangdut dan pop sunda hingga lewat tengah malam.

Panggung kesenian dan mural di ruang publik berhasil dilaksanakan berkat partisipasi aktif warga secara guyub dan suka cita. Masyarakat tentu mencintai kota tempat mereka tinggal dan menggantungkan hidupnya. Oleh karena itu, warga gang Muslimin menyadari bahwa memeriahkan hari jadi kota Bandung menjadi kebahagiaan dan tanggung jawab bersama.

Kemeriahan “Tubuh dan Kota” bukan saja memperkuat dugaan bahwa antusiasme warga terhadap seni di ruang publik lebih dimiliki oleh mereka yang tinggal di gang-gang sempit. Lebih daripada itu, seni sebagai spirit hidup pada akhirnya akan menubuh pada masyarakat yang memang benar-benar memiliki empati terhadap seni itu sendiri.[]

KOMENTAR
Post tags:

Redaktur buruan.co. Buku puisi terbarunya berjudul Menghadaplah Kepadaku (2020)

You don't have permission to register