Toilet
Catatan Selaksa Biru
Dari puing-puing peperangan akan terbangun masyarakat baru.
(Mao Tse-Tung)
Dongeng Pentagon lahir kembali dari masa kehancuran besar. Musim kemarau baru saja reda, tapi tiba-tiba saja di udaranya yang dingin, orang-orang gemetar ketakutan oleh kemungkinan Jokowi akan menggadaikan Indonesia. Curiga dan waswas menyelimuti. Berita yang dijatuhkan media di dunia maya meningkat jumlah dan mutunya sesuai dengan permintaan rasa curiga dan waswas. Apa yang terjadi?
Asing. Kata yang kini menyeruak. Semua dihubungkan dengan kata itu. Seolah tidak ada sesuatu yang pribumi. Yang tidak asing. Semua diberi label asing. Cina dan Amerika. Menjual negeri. Pribumi yang ketakutan. Khawatir yang berlebihan. Mungkin semacam penyakit. Seberapa berat ketakutan itu menjarah kewarasan kita. Menjadikan kita manusia penuh curiga. Tidak percaya. Apakah Yordania, Saudi Arabia, Mesir, Iran, dan Irak bukan asing?
Maka baik kita kembali saja. Bernostalgia.
Ah, tiba-tiba saja ingat toilet dan Pentagon! Sekretariat organisasi mahasiswa penyuka sastra: ASAS lahir dari toilet. Ya, di toilet bekas, kantor Arena Studi Apresiasi Sastra lahir! Lahir dan bergulir (sekarang Lahir untuk Bergulir, red.), motonya.
Menyebut ASAS—Arena Studi Apresiasi Sastra—dan toilet, maka hanya tiga nama yang tersangkut: Risman Mulyadi, Windha Tunggara, dan Idham Hamdani. Sebenarnya masih ada satu nama namun kiprahnya tidak lebih mengerikan dari ketiga nama tersebut. Nama keempat itu, Indriawan Surya Priatna.
Risman Mulyadi
“Abah Risman” memang unik. Ganteng, gagah, jujur, baik hati, dan revolusioner. Satu kekurangannya, ia tidak dapat menahan diri ketika mendengar kendang ditabuh: berjoged. Mungkin ini pula yang menjadi takdirnya hidup bersama dengan Nining mahasiswa Seni Tari. Kini dikarunia seorang putra. Putra yang kegantengannya turun dari Abah Risman.
Ya, Risman memang terlihat menarik di kampus. Pakaiannya selalu berbeda. Jika Senin ia mengenakan pakaian hitam-hitam dengan ikat kepala khas jawara. Maka Selasa ia pasti mengenakan batik. Rabu memakai sarung dan baju koko. Kamis hingga Sabtu berturut-turut celana pangsi baju pendekar silat, kemeja warna merah, dan kaos oblong putih merek “Swan”.
Rismanlah eksekutor pembongkaran toilet di lantai tiga Pentagon menjelma Sekretariat ASAS. Berhari-hari ia curahkan pikiran dan tenaganya. Terutama tentu tenaga. Mengubah toilet yang busuk menjadi Sekretariat ASAS yang nyaman. Nyaman untuk ditempati. Terutama nyaman untuk melahirkan puisi-puisi.
Rismanlah yang pertama kali memegang palu dan pahat. Pukul tujuh pagi ketika mahasiswa dan dosen bertatap muka di dalam kelas. Risman juga bertatap muka dengan ruang toilet penuh jelaga. Satu demi satu beton itu dilahapnya. Dengan kesabaran dan kesadaran penuh ia hancurkan kekumuhan. Hingga generasi Asep Pram, Yopi, Dian Hardiana bisa tidur nyenyak di ruang itu.
Windha Tunggara
Risman tentu saja memerlukan asisten di saat menyulap toilet kumuh di lantai tiga Pentagon menjadi Sekretariat ASAS yang nyaman. Jabatan itu diserahkannya kepada Windha Tunggara. Pemuda asli Jampang, Sagaranten, Sukabumi ini dengan sepenuh jiwa menerima jabatan itu tanpa banyak tanya.
Winda jago melayani Risman. Jika pukul sepuluh Risma sudah kelelahan mengunyah beton toilet, Winda akan mengelap keringat Risman. Menawarinya minum. Dan tentu saja meneruskan kerja yang belum selesai itu. Windha pandai memegang palu dan pahat. Menghantamkannya ke beton-beton toilet. Beton setebal KBBI Jilid 3 pun rontok menerima pukulan Windha.
Winda berhasil menemani Risman membangun kerajaan ASAS di lantai tiga. Meski begitu keberhasilan Winda tidak dibarengi dengan kesuksesannya dalam hal asmara. Kisah cintanya dengan Rosita yang dirajut sejak masih menjadi mahasiswa belia tidak sampai ke penghulu. Kandas di Jalan Antapani.
Idham Hamdani
Jika ada mahasiswa yang paling lama tinggal di Pentagon, prestasi itu selayaknya disematkan kepada Idham Hamdani. Jangan suudzhon dulu. Banyak alasan yang dapat dikemukakan di sini. Idham sangat cinta ilmu pengetahuan. Itu alasan pertama. Makanya ia lama-lama tinggal di kampus.
Belum lunasi nazar, jatuh cinta pada puisi, belum pernah demonstrasi, nunggu pacar adik kelas agar bisa wisuda bareng, penyair sejati, khawatir ditawari nyaleg, nggak mau dijodohkan, dan takdir. Ini urutan alasan kedua hingga sembilan Idham berlama-lama di Pentagon.
Idham bernazar akan tidak akan meninggalkan Pentagon sebelum ijazahnya ketemu. Ceritanya, ijazah Idham ikut hilang ketika Sekretariat ASAS sedang dirapikan. Kemungkinan besarnya ijazah ia ikut dikilo. Bersama kertas-kertas yang tidak lagi digunakan.
Namun daripada menunggu ijazahnya kembali, Idham lebih baik menunggu Dian Haerani, adik kelasnya untuk wisuda bareng. Idham dan Dian akhirnya bersama hingga kini. Dikarunia seorang putra yang lucu.
Lalu, apa istimewanya Idham atas pembangunan kantor toilet ASAS? Ya, dia penghuni paling lama. Itu sudah pasti.
Dari puing-puing toilet Pentagon yang dibangun Risman, Windha, dan Idham inilah penyair-penyair baru lahir![]
Bandung, 20 November 2014
Sumber foto: Dokumentasi Dadan N Ramdan
Sorry, the comment form is closed at this time.
Selaksa Biru
Wah, reaksinya cepat sekali buruan.co!
Terima kasih.
buruan
🙂
lukman
Kalau nulis, agak hati hati. Cek lagi dan sekali lagi. Winda Tunggara itu bukan pemuda asal Jampang Kulon, Surade. Winda ini pemuda asal kecamatan Sagaranten, masih Sukabumi bagian Selatan. Selaksa biru ini siapa? Pakai nama asli juga tidak haram bro…
Selaksa Biru
Terima kasih, Kang L. ASYA untuk koreksi dan perhatiannya. Ya, itu kesalahan karena tidak mengkonfirmasi. Komentar ini sebagai ralat. Hatur nuhun, Akang.
Windha Tunggara
Windha Tunggara bukan Winda Tunggara, asal Jampang Sagaranten bukan Jampang Kulon Surade, hehe…
buruan
Terima kasih, sudah dikoreksi, kang 🙂