Tiga Jembatan yang Mengharukan
Di tepi Sungai Seine
Angin mendesir mengiris wajahku
Mengalir dan mendesir
Ke dasar waktu
(Di Atas Jembatan Mirabeu, Soni Farid Maulana)
Ketika itu saya berjalan menyusuri sungai dengan jaket tebal, syal ketat di leher dan kupluk untuk menutupi kepala dan telinga. Hari itu cuaca sekitar 8-10 derajat Celcius, dari museum Lovre berjalan menuju Pont Des Arts atau jembatan seni yang sejak tahun 2008 dapat nama baru sebagai jembatan cinta.
Pont Des Arts yang disandang oleh jembatan ini, karena biasa dipakai sebagai tempat pameran seni oleh para pelukis atau fotografer. Juga sebagai jembatan pertama yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini.
Penulis Argentina, Julio Cortazar, dalam bukunya Rayuela novel berbahasa Spanish yang ditulis tahun1963 kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Hopscotch tahun 1966. Menceritakan ketika Horacio Oliveira tokoh dalam novel mengatakan kepada Pythia bahwa jembatan untuk La Maga (menjadi penyihir) adalah Ponts des Arts.
Sejak 2008 Pont Des Arts tersebut punya nama baru, orang-orang memberi nama jembatan cinta karena di jembatan ini biasanya pasangan kekasih membawa gembok dan kuncinya. Kemudian menulis janji cintanya di gembok, terus diikatkan di kawat besi jembatan setelah itu kuncinya dibuang ke sungai Seine.
Sayangnya hal itu sekarang tidak bisa dilakukan lagi karena mulai tanggal 1 Juni 2015, pekerja dewan kota Paris mulai mencopoti semua gembok kunci setelah ada keluhan dari penduduk setempat. Lebih dari satu juta kunci dengan berat sampai 50 ton didapatkan.
Sebelum direnovasi saya pernah berfoto di Pont Des Arts, walaupun tidak menyimpan kenangan khusus dengan mencantelkan gembok di jembatan. Foto sudah cukup mewakili sebagian kenangan saya di jembatan seni dan cinta tersebut.
Jembatan kedua adalah jembatan Alexander III, sebuah jembatan besar dengan arsitektur menawan penuh dengan ukiran patung serta lampu-lampu vintage. Jembatan yang sangat menonjol dan kaya akan hiasan indah. Salah satu landmark kota Paris yang tidak bisa dilewatkan.
Ceritanya, hari ketika saya berjalan melewati jembatan tersebut, seorang teman di Bandung juga sedang melakukan peristiwa penting yakni menikah. Teringat hal itu, juga sebagai permintaan maaf tidak bisa hadir di acara pernikahannya, maka saya mencari moment untuk memberi kado dari jarak jauh. Terbersitlah ide menulis ucapan ‘selamat menikah’ di potret dengan latar belakang menara Eiffel pakai hape, terus fotonya saya kirim ke teman yang sedang melangsungkan pernikahan. Sepontan, dadakan, tapi menyimpan kenangan dalam.
Jembatan ini populer karena menjadi set pada film komedi romantis Midnight in Paris (2011) karya Woody Allen dan film James Bond A View to A Kill (1985) ketika pemeran Bondnya Roger Moore. Tentu familiar juga bagi yang pernah menonton video klip Someone like you milik Adele yang diambil di sepanjang jembatan ini. Tontonlah.
Jembatan ketiga adalah Le pont Mirabeu atau Jembatan Mirabeu sebuah jembatan yang diabadikan oleh penyair legendaris Guillaume Apollonaire dalam sajaknya yang terkenal berjudul sama dengan nama jembatan tersebut Le Pont Mirabeu.
Puisinya itu telah menginspirasi banyak seniman di dunia, salah satunya penyair Soni Farid Maulana (SFM) yang bait puisinya saya kutip untuk mengawali tulisan ini. Puisi SFM tersebut diberi judul ‘Di Atas Jembatan Mirabeu’ ada di antologi Aku Lahir Sebagai Dongengan sekumpulan sajak pilihan yang diterbitkan oleh Indonesia Tera tahun 2000.
Dalam udara dingin berdiri di atas jembatan ini sendirian, kenangan berloncatan di kepala, tapi saya tidak lupa untuk tetap membaca Le Pont Mirabeu yang diterjemahkan pertama kali oleh Wing Kardjo ke dalam bahasa Indonesia.
//Di bawah jembatan Mirabeau/ mengalir Seine/ Dan kasih kita/ Mestikah kembali terkenang/ Kegembiraan selalu datang/ sehabis derita/ Meski malam datang, jam berdentang/ Hari-hari pergi, aku tinggal diam…//
Yogyakarta, 15 September 2015
Tentang Penulis
Iman Abdurrahman. Aktivis Jaringan Radio Komunitas Indonesia. Tinggal di Bandung.