Fb. In. Tw.

Telaga Warna Bogor

Suatu tempat sunyi di tengah pepohonan rindang yang kaya akan flora dan faunanya. Memanjakan mata dengan keindahan alam pegunungan di sekitarnya. Dan hiruplah hembusan udara segarnya yang menyehatkan. Hingga ketakjuban pun bertambah dengan seringnya air telaga berubah warna tanpa sebab yang jelas. Itulah telaga Warna dengan beribu misteri.

Telaga Warna terletak di desa Tugu, kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, ±200 m dari restoran Rindu Alam, setelah mesjid At Ta’awun yang berbatasan dengan perkebunan teh Ciseureuh dan di sebelah barat dibatasi areal perkebunan teh PTP VII Gunung Mas.

Setelah menyusuri jalan setapak selama ±10 menit, maka akan terlihat sebuah pintu masuk terbuat dari bambu sebagai ungkapan selamat datang di areal wisata telaga Warna Bogor. Tiket masuknya Rp 7.500/orang.

Decak kagum pun bertambah dengan melihat keindahan flora pegunungan yang tumbuh di sekeliling telaga, seperti tanaman puspa, kihiur, paku, tiang rame, dan rotan. Ditambah dengan berbagai macam faunanya, diantaranya macan tutul, babi hutan, kera abu-abu surili, dan lutung.

Tak ketinggalan pula fasilitas yang tersedia seperti area outbond, kano, track alam, shelter, pos jaga, pusat informasi, dan menara pengintai setinggi 13.5 m untuk mengamati burung. Andapun bisa menikmati permainan flying fox dengan tiket seharga Rp 50.000.

Telaga Warna menyisakan sebuah misteri dengan kemunculan 2 ekor ikan besar di dalam telaga yang bisa muncul secara tiba-tiba. Ke-2 ikan tersebut, yang satu berwarna hitam dinamai si Tihul dan satunya berwarna kuning bernama si Layung. Konon ada kepercayaan bila melihatnya, itu pertanda cita-cita orang yang melihatnya akan tercapai.

Telaga Warna ini pun disertai sebuah legenda. Konon dahulu kala telaga ini adalah sebuah petilasan/peninggalan kerajaan Kutatanggeuhan. Sebuah kerajaan yang berpusat di gunung Lemo, kompleks Gunung Mega Mendung, yang dipimpin seorang raja yang arif bijaksana bernama Prabu Suwarnalaya dengan permaisurinya Purbamanah.

Dikisahkan, sekian lama berumah tangga mereka belum dikaruniai keturunan. Segala upaya telah dilakukan sampai petinggi dan penasehat raja menyarankan untuk memungut anak sebagai penerus kerajaan lalu mengangkatnya sebagai putra mahkota.

Prabu Suwarnalaya menolak saran tersebut dan memutuskan pergi bertapa. Hingga suatu hari, ia mendapat wangsit agar mengangkat anak sesuai saran penasehatnya. Suatu ketika, sang permaisuri mengandung dan melahirkan seorang putri yang dinamai Nyi Ageng Gilang Rukmini atau Putri Ayu Kencana Ungu.

Saat beranjak dewasa, sang putri tumbuh dengan paras yang cantik. Raja dan ratu pun mengadakan pesta kelahiran putrinya. Sebagai hadiah, ratu memberikan sebuah kalung bertahtakan permata yang sangat mahal. Tapi yang terjadi, sang putri malah melempar kalung tersebut ke wajah ibunya hingga hancur berantakan. Hal itu membuat sedih permaisuri, ia pun berlari ke pendopo dan menangis. Hingga tetesan air matanya keluar memancar dengan derasnya, membuat keraton beserta isinya tenggelam oleh air mata. Menjadi telaga Warna.[]

 

Tentang Penulis
Dini Mardiani. Berusia 36 tahun. Karyawan swasta di PT. C&R Carpet Indonesia. Tinggal di Karanggan, Gunung Putri Bogor.

KOMENTAR

Media untuk Berbagi Kajian dan Apresiasi.

You don't have permission to register