Tasikmalaya Terjangkit “Los Bagados De Los Pencos”
Kamis malam (17/15), berbeda dengan malam sebelumnya, Gedung Kesenian Kota Tasikmalaya berdinding kaleng susu. Dalam rangkaian acara Dewan Kesenian Tasikmalaya, pada episode ke 17, Teater 28 besutan Bode Riswandi, yang disutradarai oleh Azis Moa (mantan Kaisar Teater 28 2014-2015) dengan bangga membawakan naskah “Los Bagados De Los Pencos” karya W.S. Rendra yang menceritakan orang-orang gila yang demo kepada kepala rumah sakit jiwa. Mereka menginginkan kebebasan, kesetaraan status sosial, keadilan, dan menghentikan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang terjadi di rumah sakit jiwa tersebut. Dengan inisiatif, mereka membuat geng persatuan orang-orang gila yang diberi nama Los Bagados De Los Pencos.
Teater 28 ialah salah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Universitas Siliwangi Tasikmalaya yang aktif dan selalu berkarya dengan tulus dan selalu menghargai proses. Proses ialah harga mati, ujar mereka. Melihat periode sebelumnya, Teater 28 berhasil melaksanakan pentas keliling lintas pulau yaitu Jawa-Bali dengan membawakan naskah “Hansip dan Beberapa Permasalahannya” karya Bode Riswandi. Dengan demikian untuk masalah jam terbang, Teater 28 bisa dikatakan mumpuni.
Pementasan malam itu begitu luar biasa. Azis Moa sebagai kader di Teater 28 sudah menunjukan gejala-gejala kesutradaraannya. Ditambah sekarang naskah-naskahnya sedang laku dipentaskan oleh mahasiswa di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Siliwangi, padahal Moa sendiri dari Fakultas Pertanian. Keseriusan Azis Moa dibuktikan malam ini, dengan konsep yang gila, juga aktor-aktor yang gila.
Dengan pembukaan yang asik, para aktor berhasil mengocok perut apresiator dengan tingkah-tingkah lucu memerankan orang gila. Di antaranya yang menjadi sorotan apresiator karena kelucuannya ialah Luthfi Boa, Ari Kisem, Rinrin Kenang, Asep Litos, Ikhsan Jimat dan lainnya, mereka berperan sebagai orang gila yang mendemo kepala rumah sakit jiwa. Penonton terpingkal dengan kepolosan dan kejenakaan mereka.
Tak hanya sampai di sana keluarbiasaan pementasan Los Bagados itu, properti yang digunakan hanya kaleng-kaleng susu bekas yang diikat bola kasur secara berantai dan dijadikan pragmen sebagai dinding oleh sutradara. Meski sutradara ini masih muda, tapi jangan diremehkan keliaran kreatifnya. Kemudian ada kejeniusan tangan sutradara pada aktor-aktornya. Para aktor diberikan karakter-karakter berbicara yang berbeda-beda. Misalnya cara berbicara lebay, gagu, cepat, dan kebarat-baratan mirip Cinta Laura. Lalu ada yang berdialog dengan menyanyi bercengkok dangdut dan ngerap. Dan yang terakhir ada yang hanya memaju mundurkan pinggang, ngupil dan berteriak “A” sekali-sekali. Memang gila sutradara ini. Bahkan, “Azis Moa akan dijadikan sutradara pentas keliling Teater 28 selanjutnya,” ujar Eka Areuy, Kaisar Teater 28.
Di akhir acara diadakan sesi diskusi, dan di sini bukan hanya aktor saja yang gila, bahkan penonton melontarkan pertanyaan yang gila-gila. Di antaranya ada yang menanyakan, “Mengapa celana dalam perempuan yang digunakan saat penyumpahan kepala rumah sakit jiwa yang menyerah kepada orang-orang gila?” Ada kesalahan sutradara dalam hal ini, dia memberikan hak menjawabnya pada salah satu aktor. Diskusi pun sedikit memanas karena jawaban yang diterima kurang memuaskan. Tetapi itu merupakan vitamin bagi mereka. Pertanyaan-pertanyaan tersebut ialah bahan material bagi mereka membangun pondasi mental lebih kokoh.
Semangat dan kreativitas Teater 28 tidak serta merta berlalu begitu saja. Mereka mendapatkan sambutan hangat dari pemerintahan setempat, dengan datangnya langsung Wali Kota Tasikmalaya, Bapak Budi Budiman, menjadikan sebuah motivasi untuk terus beruasa mengharumkan nama Kota Tasikmalaya. Meskipun telat, beliau tetap memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada para aktor, kru, dan semua pekerja di balik layar. Universitas Siliwangi harus bangga dengan kreativitas mahasiswanya yang gencar dalam berkesenian dengan tulus.
Tasikmalaya siap menuju kematangan. Seperti padi yang mulai ranum dan menguning. Tasikmalaya memiliki kesegaran berbudaya, yang hidup oleh anak-anak muda.[]