
Susah Senang Mengurus TBM
Budaya literasi sudah sepantasnya dilakukan atau dipopulerkan di Jawa Barat bahkan di Indonesia. Dengan budaya tersebut, masyarakat akan mendapatkan banyak informasi serta ilmu. Taman Baca Masyarakat (TBM) sedang berupaya meningkatkan budaya literasi.
Taman Baca Masyarakat, menjadi penting ketika masyarakat tidak dapat mengakses perpustakaan di daerahnya. Kurikulum dari TBM sudah beragam, serta tepat sasaran. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dr. H. Asep Hilman di Hotel Agusta, Bandung dalam “Pelatihan Teknis Pengelolaan TBM” yang dilaksanakan pada hari Kamis s.d Sabtu (17-19, September 2015).
Pelatihan teknis pengelolaan Taman Baca Masyarakat ini diikuti oleh TBM se-Jawa Barat dengan jumlah peserta sebanyak kurang lebih 81 orang. Bunda Heni Murawi sebagai ketua Forum TBM Provinsi banyak memberikan pengalaman susah senang di TBM. Selain itu, Bunda Heni juga memberikan materi tentang bagaimana cara membuat TBM yang baik dan dapat diakses masyarakat luas.
Bunda Heni bukan satu-satunya pemateri dalam pelatihan. Adapula Agus Sopandi (pemilik Rumah Baca Kali Atas) yang memberikan materi tentang penulisan kratif, juga Opik Nero (pemilik Komunitas Ngejah) yang memberikan materi tentang TBM kreatif dan rekreatif.
Meski ruang pelatihan terasa panas, namun peserta tetap antusias mengikuti pelatihan. Bu Cucu, peserta perwakilan dari Kab. Bandung Barat sering membuat peserta tertawa dengan celotehan-celotehan serta tingkahnya yang gokil, padahal usianya sudah melebihi setengah abad. Semangat Bu Cucu membangkitkan peserta-peserta yang lain.
Sosok-sosok seperti Bu Cucu dibutuhkan oleh TBM, sebab di TBM berbeda dengan perpustakaan yang hanya untuk meminjam dan membaca buku semata. Di TBM dibutuhkan kreativitas dari pengurusnya untuk membuat program-program yang bagus dan tidak monoton. Seperti outing, menggambar, bernyanyi, memasak, bercerita, dll. Hal ini juga diungkapkan oleh Opik yang beberapa kali TBM miliknya mendapatkan penghargaan serta banyak yang diliput media cetak maupun televisi. Opik dengan komunitas Ngejahnya membuat Kampung Membaca (Garut Membaca) pada tahun 2012, dengan realisasi pojok baca sebanyak 22 yang tersebar dibeberapa daerah wilayah Garut Selatan.

Peserta TBM se-Jawa Barat sedang mengikuti simulasi. (Foto: Bojes)
Opik adalah anak muda yang menginspirasi. Oleh karena itu, pada pelatihan kali ini Opik banyak membagikan pengalaman serta ilmu selama mengurus TBM. Satu demi satu para peserta pelatihan bertanya, bahkan adapula yang curhat selama mengurus TBM.
Lelah yang dirasa sebanding dengan apa yang didapat selama pelatihan. Terutama banyak bertukar pikiran sesama peserta. Pak Casmat dari TBM Purnama Pusaka Gempol Subang mengatakan, bahwa dirinya sudah lama mengurus TBM, namun belum mendapatkan formula yang cocok supaya masyarakat sekitar dapat mencintai budaya literasi. Ia tidak pernah patah semangat, hasilnya semakin lama semakin ramai dikunjungi oleh masyarakat sekitar.
Namun, yang menjadi kendala adalah buku-buku bacaan yang minim. “Di Subang susah untuk mencari buku-buku bacaan yang berkualitas, apalagi buku bacaan yang sesuai dengan wilayah tempat saya tinggal yang notabene kebanyakan sebagai petani” tutur pak Casmat. Ada pula Suryadilaga dari TBM Anugrah, Cipeundey Kab. Bandung Barat mengatakan, bahwa masyarakat sekitar terutama anak-anak serta remaja lebih asik nongkrong tinimbang membaca buku. TBM Anugrah dibiayai oleh tambak ikan apung Cirata kepunyaan Suryadilaga sendiri agar terus berjalan.
Miris sebenarnya mendengarkan paparan dari Suryadilaga serta pak Casmat dalam mengurus TBM. Namun layar sudah dikembangkan, laut dengan segala rintangan harus dihadapi. “Kerja belum selesai, belum apa-apa” itu yang dikatakan Suryadilaga seraya mengutip perkataan Chairil Anwar.
Seperti juga yang dikatakan oleh Ibu Otin Martini, Kabid. Kursus Disdik. Provinsi Jawa Barat dalam penutupan pelatihan teknis pengelolaan TBM “perjuangan membangun budaya literasi di Jawa Barat harus terus digulirkan. Kalau bukan oleh kita, oleh siapa lagi”.[]