
“Supernova”: “The New Order for Indonesian Movie”
Pada suatu kesempatan, untuk pertama kalinya saya menaiki pesawat terbang menuju Yogyakarta. Di dalam pesawat saya begitu memerhatikan segala hal yang diinstruksikan oleh pramugari cantik di ujung depan pesawat. Sementara perempuan di samping saya begitu santai membaca majalah. Barangkali dari sana saya bisa tahu, kalau perempuan itu sering sekali naik pesawat.
Dua penumpang yang berbeda keadaan ini duduk bersebelahan. Pesawat pun lepas landas dengan baik-baik saja. Hingga beberapa menit berselang, awan hitam menutup kaca jendela. Badan pesawat mengalami goncangan. Turbulensi, begitu yang saya tahu dari seorang teman di bandara sesaat sebelum saya naik pesawat. “Turbulensi itu wajar di dalam penerbangan. Justru karena turbulensi itu lah, keseimbangan pesawat terjaga, pesawat dalam kendali pilotnya,” katanya.
Betapa keamanan di pesawat tercipta dari sebuah kengerian yang luar biasa. Seorang penumpang di samping saya, yang jelas telah mengalami penerbangan beberapa kali, tetap memejamkan mata dan tak hentinya berdoa menghadapi turbulensi pesawat. Apalagi saya yang baru pertama kali, rasanya saya hemat saja berpikir, bahwa teori turbulensi adalah cara pilot menenangkan penumpangnya.
Menonton Film Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, saya seolah diingatkan lagi pada kejadian yang menimpa saya di pesawat. Film ini menjelaskan bagaimana turbulensi yang saya alami terjadi. Bagaiamana turbulensi tersebut bisa menciptakan ketakutan sekaligus perasaan merasa aman. Bagaimana keadaan cuaca yang buruk (khaos) dan kendali pesawat atas cuaca tersebut (order) menciptakan ruang kesetimbangan yang mengguncang. Membuat saya dan perempuan di samping saya berdoa dan merasa dekat dengan Tuhan.
Film yang diadaptasi dari novel karya Dewi Lestari ini, bercerita tentang dua homo yang ingin menciptakan sebuah novel sains fiksi romantis. Bercerita tentang Ferre seorang pengusaha muda yang bertemu dengan Rana seorang redaktur majalah style. Ferre yang memiliki keyakinan pada cerita Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh (cerita tentang ksatria yang mengejar puteri di langit dan meminta tolong kepada bintang untuk membawanya pada si puteri di langit. Sesampainya di langit, si Bintang jatuh hati pada si Puteri. Hingga akhirnya Si ksatria terhempas ke suatu ruang entah). Ferre menganggap Rana adalah puteri dalam cerita dongengnya.
Tapi Rana adalah seorang perempuan berkeluarga terhormat yang memiliki suami. Namun pertemuannya dengan Ferre membuatnya sadar bahwa ia tidak mencintai suaminya, dan begitu mencintai Ferre. “Kau mencintaiku dengan tepat Ferre.” Begitu kata Rana di atas perahu, menceritakan betapa kesempurnaan hidup ia dapatkan sepenuhnya bersama Ferre.
Film sutradara Rizal Mantovani ini memang cukup unik dalam konteks Indonesia. Ditampilkan dengan format Hollywood yang elegan. Kamera long shoot, establish pantai dari udara menampilkan kualitas pengambilan gambar yang tidak main-main. Selain itu latar New York dan Jakarta dalam persfektif masyarakat urban yang mewah dan modern menjadikan film ini tampil sebagai wajah Indonesia yang mapan.
Problema cinta antara Ferre dan Rana menjadi isu romantis dari cerita ini. Pertanyaan tentang bagaimana itu cinta, bagaimana itu kebahagiaan, dijelaskan melalui sains. Teori waktu, kesetimbangan, dan hukum timbal balik yang dibahas oleh beberapa ahli seperti Newton, Galileo, Pascal, dan Einstein membuat film ini cukup baru dalam perfilman Indonesia. Tentang Kaos dan Order, dan benturan di antara keduanya dalam satu turbulansi. Turbulansi ini yang menjadi ruang antara, ruang perenungan setiap tokoh di dalam cerita.
Khaos adalah suatu keadaan kacau. Dalam mitologi Yunani dikenal tiga keadaan: Poeima (keadaan pengembaraan), Pathema (kekacauan), Mathema (resolusi). Khaos adalah keadaan kacau hingga terjadi sebuah pengulangan persepsi, pencarian solusi atau order. Order lahir dari khaos. Khaos diciptakan untuk menghancurkan struktur yang mapan.
Khaos dalam cerita ini adalah kehadiran Ferre dalam kehidupan Rana, menghancurkan keadaan batin Rana pada posisi cinta, dimana akhirnya ia mengerti posisi nya di dalam berumahtangga dengan suaminya. Ia akhirnya mengerti sebuah kegamangan, mempertahankan iman cintanya, mempertahankan norma keluarganya, dan akhirnya harus memilih.
Proses pada akhirnya ia memilih, ia sedang berada pada satu turbulansi yang rumit, sampai jika dimisalkan seperti keadaan saya di dalam pesawat, si pilot harus membawa saya dan penumpang lainnya ada satu keadaan aman. Di sana kita mengerti, bahwa turbulansi menjadi penting di dalam penerbangan. Karena ada ketegangan-ketegangan yang memproduksi kembali pikiran tentang keadaan. Rana memilih untuk tetap dengan suaminya dan menikmati keadaaan tanpa cinta pada suaminya.
Diva seorang perempuan yang diibaratkan bintang, hadir dalam kehidupan Ferre sebagai khaos. Ia membawa keindahan sebuah benturan baru dari keberhentian pencarian cinta setelah bertemu dengan Rana. Rana sebagai imaji cinta yang sebenarnya harus hancur oleh keadaan ia yang bersuami, dan segala imaji sempurna di dalam tubuh Rana, dibantah, dihancurkan oleh kehadiran Diva. Sementara Diva di dalam film ini memikili fungsi ganda.
Diva adalah seorang pengusaha cantik yang juga seorang pelacur. Pemilihan Dua Homo (penulis cerita) pada karakteristik tokoh Diva, sempat menjadi perdebatan. Kenapa seorang pengusaha muda, cantik, dan mapan, harus menjadi seorang pelacur elite. Hal itu jelas kontradiktif. Tapi film sains ini menjelaskan bahwa kontradiksi ini yang menjadikan misalkan gerhana di bumi hadir agar menjadi kestabilan alam. Tokoh dengan kekhususan karakteristik ini hadir sebagai pencetak gol dari permainan cerita ini. Ia memiliki peran ganda.
Peran keduanya adalah peran yang dibangun dari awal cerita sebagai tokoh virtual bernama Supernova. Supernova adalah sebuah jejaring sosial di internet yang berfungsi menjawab segala keresahan orang-orang yang dengan rahasia disembunyikan identitasnya. Tapi Supernova di akhir cerita rupanya tahu siapa saja orang-orang yang menghubunginya tersebut. Supernova bahkan mendatangi setiap orang yang bercerita tentang kegelisahan hidupnya. Terkadang ia mendatanginya sebgai seorang pelacur, pengusaha, dan seorang biasa-biasa saja.
Supernova itu bernama Diva. Yang pada akhir cerita ia meminta Ferre menjadi admin dari Supernova. Selain itu cerit di dalam film ini dibuat rumit dengan kehadiran supernova di dalam kehidupan Dua Homo yang seolah-olah segala yang diciptakan oleh Dua Homo di dalam novelnya sebenarnya benar-benar ada dalam kehidupan sehari-hari (dan memang benar adanya). Diva pun di akhir cerita mendatangi Rana dan suaminya untuk menjadi khaos tahap selanjutnya.
Pengertian tentang khaos dan order di dalam film ini dijelaskan oleh kehadiran setiap tokoh yang ‘mengganggu’ tokoh yang lain di dalam cerita. Dalam mazhab strukturalis, tema khaos order menjadi laju alur dalam cerita. Lalu disimpulkan oleh kehadiran Diva dan Supernova di akhir cerita. Bahwa semua kegamangan dan keresahan yang terjadi di dalam kehidupan setiap tokohnya, adalah turbulansi menuju datu titik baru dalam hidupnya. Diibaratkan sebagai kepompong dari tumbuhnya kupu-kupu cantik.
Tapi khaos harus tetap diciptakan. Peran Supernova di dalam cerita ini adalah sang maha. Seseorang atau sesuatu yang mengerti akan segala hal tentang seseorang, yang menjadi menarik dalam cerita ini, Supernova bukan hanya menjadi wadah, tetapi dia juga jadi alat. Agen-agen Supernova, mendatangi setiap orang yang berkeluh kesah itu sebagai khaos untuk menciptakan turbulansi dan order baru.
Film ini cukup memperhatikan detail penjelasan fenomena alam dan manusia dari sudut pandang satu filsafat. Diejawantahkan dalam suatu cerita atau peristiwa, tapi terkadang diceritakan oleh tokoh homo yang bercerita tentang konsep pembuatan cerita. pada bagian itu, film nampak kritis, namun tidak dibangun secara peristiwa, dalam artian terlalu menggurui. Berbeda dengan misalnya dalam film The Man from The Earth, yang membangun kelogisan cerita seorang Adam yang masih hidup di zaman sekarang. Untuk menjelaskan hal itu, sutradara membangun peristiwa dari beberapa barang di zaman dahulu yang hadir di ruang tamu tempat si Adam bercerita tentang dirinya.
Atau misalnya di dalam film Nymphomaniac dimana seorang hypersex dijelaskan secara imaji. Kisah hidup perempuan yang maniak seks saat memancing laki-laki, dibandingkan dengan kisah si kakek ketika ia memancing, yang dalam istilah keduanya diberi nama yang sama sebagai nymphomaniac (berarti: penyakit kecanduan seks, dan seorang yang sangat hobi memancing).
Namun untuk sebuah awalan, film sains fiksi Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh dapat menjadi pintu yang baik untuk satu genre film baru yang wajib berkembang di Indonesia. Tentu dengan segala kemagisan yang banyak terdapat di Indonesia, sains harus mampu mengungkapnya sebagai khazanah. Saya kira penonton Indonesia perlu Khaos untuk turbulansi-turbulansi yang dahsyat bagi perkembangan film dan budaya berpikir yang baik. The New Order for Indonesia.[]
Sumber gambar: Youtube.com