Fb. In. Tw.

Semangat Literer di Perdesaan

Semangat literer tidak hanya sebatas dimiliki oleh mereka yang memiliki akses dan fasilitas pendukung seperti di perkotaan. Mereka yang hidup jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, dengan segala keterbatasannya juga memiliki semangat literer untuk terus maju menaklukan segala tantangan dan perubahan jaman. Semangat ini salah satunya digenggam erat oleh sekumpulan anak-anak Desa Pangadegan Hilir, Kecamatan Pagelaran Cianjur Selatan, Jawa Barat. Untuk itu, beberapa aktivis literer sengaja datang ke desa itu untuk berbagi ilmu, bertukar pemikiran, dan memberi tambahan semangat kepada anak-anak desa untuk mewujudkan asa dan mimpinya.

Saya, Ubaidillah Muchtar (pendiri Taman Baca Multatuli dan penulis buku “Anak-anak Multatuli”), Ujianto Sadewa (Penyair), dan Yusri Fajar (dosen dan penulis buku “Surat dari Praha”), berangkat dari Bandung menuju Desa Pangadegan Hilir, Cianjur Selatan pada Sabtu pagi, 06 Februari 2016. Keberangkatan mereka atas dasar undangan dari Usep Hamzah, pemilik Kebun Baca Sarerea yang juga pegiat literer yang bermukim di Swiss.

Perjalanan ditempuh selama kurang lebih 5 jam. Jalan berkelok dan menurun  dilalui mulai dari Padalarang hingga Rajamandala. Tikungan-tikungan tajam di wilayah karst Citatah membuat kepala sedikit pening. Selanjutnya jalan lurus mendatar sampai daerah Pasir Hayam, Cianjur. Dari Pasir Hayam jalan kembali berkelok-kelok dan menanjak karena melalui wilayah perbukitan dan perkebunan teh. Meski tergolong sempit, jalan yang dilalui cukup mulus.

Begitu tiba, kami disergap suasana desa yang asri. Di sebuah bangunan berukuran 6X6 m2 tampak riuh kerumunan anak-anak desa usia sekolah dasar. Mereka tengah asyik menyimak penjelasan cara membuat kliping koran dari relawan penerbit buku ULTIMUS yang telah terlebih dahulu tiba di sana. Semangat dan antusias terpancar dari anak-anak desa itu. Ubaidillah dan kawan-kawan beristirahat sebentar melepas lelah sehabis perjalanan.

Setelah materi pembuatan kliping usai, giliran Ubaidillah Muchtar menyampaikan materi Reading Group novelet Saijah karangan Multatuli. Tanpa memancarkan rasa lelah, Ubai, begitu ia akrab disapa, memimpin pembacaan novelet berbahasa sunda itu. Dengan logat khas Banten, Ubai seringkali mengocok perut para peserta reading karena selain beberapa kosakatanya yang kasar, juga ada kata atau istilah yang masih asing di telinga. Kegiatan reading berakhir hingga menjelang magrib. Selanjutnya, acara diisi dengan makan malam selepas magrib dan ngobrol santai dengan para pengisi materi hingga larut malam.

Keesokan harinya, Minggu, 07 Februari 2016 acara kembali dilanjutkan. Sebelumnya, para pengisi acara berkesempatan menikmati udara pagi Desa Pangadegan yang sejuk. Ditemani Usep Hamzah sang tuan rumah, mereka berjalan-jalan santai menyusuri jalan desa dan hamparan sawah yang hijau. Suasana alam yang asri membuat mereka penasaran untuk mengabadikannya dengan berswafoto.

Usai menikmati pagi dengan suasana alamnya, mereka kembali ke kebun baca. Ternyata, anak-anak desa sudah menanti. Dengan mengenakan kaus bertuliskan KEBUN BACA SAREREA yang dibagikan Usep Hamzah kemarin petang, anak-anak tampak lebih bersemangat. Materi pertama di pagi itu adalah Jemuran Puisi yang dibawakan oleh saya dan Ujianto. Anak-anak diajari cara menulis puisi sederhana di atas sehelai kertas. Selanjutnya, kertas diberi hiasan dengan aneka motif sesuai selera anak-anak. Puisi yang telah jadi selanjutnya di bawa ke halaman untuk dipajang di atas seutas tali yang membentang mirip jemuran baju. Kertas-kertas berisi puisi itu dijepit oleh penjepit baju layaknya sedang menjemur pakaian. Itu sebabnya materi ini dinamakan Jemuran Puisi. Selanjutnya, satu per satu  mereka membacakan puisi-puisi yang dijemur itu.

Usai materi Jemuran Puisi, anak-anak kembali bersemangat melahap materi berikutnya, yaitu pembacaan cerpen “Surat dari Praha” karya Yusri Fajar yang dibawakan langsung oleh penulisnya. Yusri menggambarkan secara detil latar peristiwa dalam kumpulan cerpen itu yang rata-rata latarnya di negara-negara Eropa seperti Swiss dan Jerman. Tujuannya adalah agar anak-anak termotivasi untuk bisa pergi ke luar negeri, mencari ilmu di belahan benua yang lain. Anak-anak begitu antusias menyimak penjelasan Yusri. Beberapa di antara mereka mengajukan pertanyaan seputar suasana di negara-negara yang menjadi latar cerpen-cerpen Yusri. Materi ini selesai hingga adzan dzuhur berkumandang. Selanjutnya, anak-anak pulang untuk beristirahat di rumahnya masing-masing sebelum mengikuti materi berikutnya pada pukul 13.00 WIB.

Para pengisi acara memanfaatkan waktu istirahat dengan melakukan reading novel Bumi Manusia karya Pramudya ananta Toer. Ini dilakukan sebagai bentuk dedikasi pada Pram yang hari kelahirannya bertepatan dengan kegiatan di kebun baca, yaitu tanggal 6 Februari. Selanjutnya, mereka melakukan santap siang di kediaman Usep Hamzah. Nasi dengan lauk-pauk yang menggugah selera membuat para pengisi acara merasa dimanjakan. Ikan nila goreng, sambal terasi, petai, pepes tahu, dan sayur asem begitu menggoda untuk dinikmati pada siang yang panas itu. Terlebih, hidangan penutup berupa es kopyor khas Cianjur dicampur sirup begitu memanjakan lidah penikmatnya.

Tepat pukul 13.00 WIB, anak-anak sudah kembali berkumpul di kebun baca. Kali ini mereka akan menikmati hiburan berupa musikalisasi puisi, pertunjukkan seni bela diri, dan qasidah. Ujianto Sadewa unjuk gigi di depan anak-anak dengan membawakan musikalisasi puisi. Sesekali ia mengajak anak-anak bernyanyi bersama. Selanjutnya, pertunjukan seni beladiri karate dibawakan oleh Ayi, adik Usep Hamzah. Anak-anak terkesima melihat jurus-jurus yang diperagakan Ayi. Terakhir, pertunjukan musik qasidah dibawakan oleh anak-anak putri Desa Pangadegan Hilir. Acara berakhir hingga menjelang adzan Ashar. Anak-anak pulang membawa sejumput kebahagiaan dan semangat untuk terus membaca, menulis, dan berkreasi, dengan harapan kelak dapat lebih maju dan berkembang.

Mereka, anak-anak desa itu, memiliki semangat yang harus kita jaga. Semangat membaca, semangat belajar menulis, semangat bertutur tanpa banyak dipengaruhi gawai yang melenakan. Anak-anak desa itu punya mimpi ingin lebih maju daripada para pendahulunya. Mereka boleh kalah secara materi oleh anak-anak kota, tapi secara keilmuan tak mau kalah. Semangat literer yang mereka miliki harus kita dukung dan kita jaga agar jangan sampai padam. Kalaupun sempat padam karena tertiup angin modernitas, kita berkewajiban menyalakannya lagi. Kegiatan di Kebun Baca Sarerea, Desa Pangadegan Hilir, Cianjur Selatan ini harus terus ditularkan kepada seluruh anak di pelosok negeri agar kelak mereka tak mengalami tragedi, kehilangan nalar literernya.[]Cimahi, 09 Februari 2016

KOMENTAR

Pengelola Warung Pustaka Warnasenin. Penulis kumpulan puisi “Aku Harus Mencintaimu” (BukuPop, 2007) dan kumpulan cerpen “Menunggu Malaikat” (Tulus Pustaka, 2015).

You don't have permission to register