Fb. In. Tw.

Puisi-Puisi Nizar Qabbani

Hukum Baru Penciptaan

Pada mulanya adalah Fatimah

Unsur-unsur semesta tersusun
Api dan tanah
Air dan udara

Bahasa dan nama-nama tercipta
Musim panas dan musim semi
Pagi dan sore

Mata Fatimah tercipta
Semesta menyibak rahasia
Mawar-mawar hitam

Selang seribu masa
Perempuan mengada

 

Klarifikasi Kepada Pembaca Puisiku

Orang-orang bodoh menuduhku:
Telah kumasuki kamar perempuan
Dan tak pernah ke luar
Mereka berseru-seru
Untuk menggantungku
Karena kekasihku
Aku, puisi, tercipta

Aku bukan penjual hasis
Aku tak pernah mencuri
Aku tak membunuh
Layaknya para pengacau
Aku, di siang cerah, hanya bercinta
Adakah aku berdosa?

***

Orang-orang bodoh menuduhku:
Aku, dengan puisiku, menentang titah Langit
Adakah cinta
Menyaingi keagungan Langit?
Aku berteman dengan langit
Ia menangis bila aku menangis
Ia tertawa bila aku tertawa
Dan pendar bintang-bintangnya
Kian berkilauan
Ketika aku jatuh cinta

Adakah yang salah
Jika aku bernyanyi atas nama kekasih
Dan seperti pohon kastanye
Kutanam dia
Di penjuru kota?

***

Akan terus kukabarkan cintaku
Seperti pekabar para nabi
Akan terus kukabarkan masa kanakku
Begitu murni
Dan suci
Akan terus kutulis ihwal kekasihku
Hingga kuleburkan warna emas rambutnya
Dalam keemasan langit

Aku—aku berharap
Tetap menjadi seorang bocah
Mencoret dinding-dinding langit
Sesuka hati
Hingga di negeriku
Cinta menjelma udara

Aku akan menjadi kamus
Bagi para pecinta
Dan pada kedua bibir mereka
Aku menjelma alif dan ba’

 

Lima Surat untuk Ibu

1
Selamat pagi, Ibunda terkasih
Selamat pagi, mahkotaku yang suci
Telah berlalu dua tahun
Sejak seorang bocah berlayar
Dalam pengembaraan khayali
Menyembunyikan hijau pagi tanah air
Bintang-bintang, deras aliran sungai,
Dan bunga poppy merah
Dalam bagasi
Menyembunyikan setandan daun mint
Timi dan lilac Damaskus
Di balik kemejanya

2
Aku seorang diri
Asap rokokku mengepul jemu
Juga bangku tempatku duduk
Kesedihanku menjelma burung-burung
Beterbangan ke ladang-ladang gandum

Aku telah berkenalan dengan perempuan-perempuan Eropa
Kukenali watak mereka yang sekeras tembaga
Sekaku kayu
Kujalani peradaban Eropa yang lelah
Telah kutapaki India
Kujelajahi China
Telah kukitari belahan timur dunia
Tapi tak kutemukan
Seorang perempuan yang bersedia
Menyisir rambut pirangku
Menyembunyikan sekantung permen untukku
Memakaikan baju ketika aku telanjang
Atau  mengulurkan tangan saat aku terjatuh

Ibu, akulah sang bocah yang berlayar
Namun lidahnya menyisakan
Manis permen
Lalu bagaimana, Ibu
Bagaimana menjadi seorang ayah
Sedang aku belumlah dewasa 

3
Selamat pagi dari Madrid
Bagaimana kabar Fullah?
Kutitipkan dia padamu
Cucu perempuan yang paling dicintai ayah
Dia memanjakannya seperti anak sendiri
Ayah selalu mengajaknya ke kedai kopi
Memberinya makan dan minum
Membalurnya dalam belaian kasih

Sejak ayah tiada
Fullah selalu bermimpi ayah hidup kembali
Dia mencari-cari ayah di sudut kamarnya
Dia menanyakan jubahnya
Korannya
Dia menanyakan biru mata ayah—
Jika musim panas tiba
Ia akan menebarkan koin-koin emas
Pada kedua telapak tangan ayah 

4
Kukirimkan salam hormatku
Untuk rumah yang menumbuhkan cinta
Dan belas kasih
Untuk bunga-bunga putihmu
Hamparan bintang yang melegakan
Untuk bangku dan buku-bukuku
Untuk anak-anak di gang kita
Dan dinding yang penuh
Dengan tulisan-tulisan kita
Untuk kucing-kucing pemalas yang selalu rebah di beranda
Dan bunga lilac yang merambati jendela tetangga

Telah berlalu dua tahun, Ibu
Wajah Damaskus
Menjelma burung-burung
Di sisi kita
Menggigit tirai-tirai jendela
Mendekat ke tangan kita
Begitu lembut

Telah berlalu dua tahun, Ibu
Sejak malam-malam Damaskus
Melati damaskus
Rumah-rumah Damaskus
Bergetar dalam jiwa kita
Menara-menara masjidnya bercahaya
Menuntun perjalanan kita
Serupa menara Amawi1
Tertancap dalam hati
Aroma ladang-ladang apel Damaskus
Semerbak dalam batin
Seakan cahaya dan bebatuannya
Berjalan di sisi kita 

5
September telah tiba, Ibu
Bersama kesedihan yang menunjukkan jalannya
Meninggalkan air mata dan kesakitan
Di atas jendela

September telah tiba
Tetapi di mana Damaskus?
Di mana ayah dan kedua matanya
Di mana kelembutan pandangannya
Di mana aroma kopinya
Semoga Tuhan melapangkan makamnya

Di mana kelapangan serambi rumah kita
Serta kenyamanannya
Di mana sudut bunga buxus
Yang membuat kita tergelitik dan tertawa
Di mana masa kanakku
Yang suka menyeret ekor kucing
Memakan buah anggur yang merambat
Memetik bunga-bunga lilac

Damaskus, Damaskus
Duhai puisi yang kita tulis dengan mata
Duhai bocah rupawan yang kita arak ke tiang salib
Kita bersujud di bawah kakinya
Kita larut dalam kasihnya
Lantas kita bunuh
Dengan cinta

1Menara yang dibangun di masa Dinasti Umayyah

 

Apa yang Tak Mungkin Dilakukan Puisi

Penyair tak mungkin
Merengkuh cinta di pundaknya
Lima puluh tahun tanpa henti
Penyair tak mungkin
Menanam mawar pada tanah bergaram
Dan menyalakan api di hutan bersalju
Penyair tak mungkin
Menyelamatkan perempuan dari algojo
Dan menghentikan payudara mengempis dan mengembang
Sebagaimana bulbul tak mungkin
Menciptakan musim semi
Seorang diri

 

Hikayat Kudeta

1
Akulah yang menitahkan kedua payudaramu
Merencanakan kudeta pertama
Dunia Ketiga
Kudeta yang penuh resiko
Dengan puisi kuhasut keduanya
Menentang khalifah
Lantas menembak para penjaga
Menghancurkan pintu-pintu

2
Akulah yang menyelundupkan senjata
Di dalam potongan roti
Di dalam gulungan tembakau
Di dalam lipatan baju
Akulah yang memenggal Syahrayar di atas pembaringannya
Akulah yang menghentikan zaman penguburan hidup-hidup
Nikah mut’ah
Pembunuhan
Terorisme

3
Akulah yang membakar kitab Seribu Satu Malam
Dan membebaskan perempuan
Dari cengkeraman orang-orang Badui
Akulah yang mempertahankan putik-putik keperempuanan
Dari serangan wabah
Dan lalat
Akulah yang menobatkan kekasihku
Menjadi ratu, mengendarai
Pohonan
Bintang-bintang
Dan awan

4
Ketika daulah perempuan berdiri
Benderanya berkibar di cakrawala
Tak ada lagi pertempuran senjata
Dan dimulailah pertempuran
Mata dan bulu mata

 

Nizar Qabbani lahir di Damaskus, Suriah, 21 Maret 1923. Pernah bekerja di Departemen Luar Negeri Suriah yang bertugas di Mesir dan Inggris. Karena sikap politiknya, ia pernah dimusuhi oleh para pemimpin negara Arab hingga terpaksa mengasingkan diri ke Inggris. Ia meninggal pada 30 April 1998 di London.

Sumber Terjemahan
1. Hukum Baru Penciptaan: “Nazriyat Jadidat li Takwin al-Alam” dalam Sayabqa al-Hubb, Sayyidi (1987)
2. Klarifikasi kepada Pembaca Puisiku: “Idah ila Qurra Syi’ri” dalam Laa (1970) dan al-A’mal al-Siyasiyah al-Kamilah Juz III (1974)
3. Lima Surat Untuk Ibu: “Khams Rasail ila Ummi” dalam al-Rasm bi al-Kitab (1966)
4. Apa yang Tak Mungkin Dilakukan Puisi: “Istihalah” dalam al-Auraq al-Sariyah li Asyiq Qarmathi (1988)
5. Hikayat Kudeta: “Hikayat Inqilab” dalam al-Auraq al-Sariyah li Asyiq Qarmathi (1988)

KOMENTAR
Post tags:

Lahir di Enrekang, Sulawesi Selatan. Alumni jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pengajar di STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta. Akan menerbitkan antologi terjemahan puisi Nizar Qabbani, Cinta Tak Berhenti di Lampu Merah.

You don't have permission to register