
Puisi-puisi Maulida Hilyaturahma
Menuju jalan pulang
kami semua
adalah buih yang mengembara
mencari celah
pada kaki kaki perkasa
atau mengikat diri
pada mercusuar tua
kami menjadi gelombang laut
mengaramkan setiap kapal
yang rapuh
yang angkuh
mengokohkan
kapal kapal yang berlayar
pada ombak kasih
melalui karang tajam
menuju dermaga
keabadian
Sekolah kami adalah kebun sawit
I
raut polos
terbenam dalam duka
bersama busung lapar
langkah rakitis
berpuluh-puluh tahun
kami dirayu bermain
oleh tikus-tikus tuanku
yang berkeliaran
di buku pelajaran
di angan-angan
di tanah kami
II
cita cita dan mimpi kami
adalah getir darah ibu pertiwi
yang menetes pada nisan
pendahulu kami:
soewardi menangis dalam liang
menadah peluh yang diperas
dari tangan anak bangsa
yang kaku saat menulis
dari wajah tunas muda
yang malu tak bisa membaca
III
sekolah kami
adalah mata air ilmu
yang dihisap perkebunan sawit
sawah bapak meranggas
dan ibu menjerit
biaya sekolah dan minyak goreng
semakin melejit
IV
inikah kisahmu, tuhan?
bintang-bintang telah kehilangan astronomi
pohon-pohon dan ular terenggut dari biologi
apakah tak kurang lama, tuan?
kami teguk kebodohan
dari sumur-sumur kering
yang mengalirkan belati air mata
dan menancapkannya
pada dada yang merdeka
Pohon kertas
jadilah seperti kertas
yang tabah
walau telah
direnggutnya ia
dari akar pohon akasia
jadilah seperti kertas
yang pasrah
dicoret coret ia
oleh catatan utang negara
atau tangan mungil adik kita
jadilah seperti kertas
yang takut
kembali pulang
ke rumahnya:
di dalam tanah
jadi pohon
di hutan akasia
Sekuntum mawar putih
dia mirna
di matanya yang suci dan proporsional
tampak cermin ketulusan
di raut parasnya yang lugu
tak tersibak bekas luka
di balik kerudung duka
ketika malam datang
bulan memilih menemaninya
bermain di bawah dzikir alisnya
mirna
kau adalah mawar putih
sekuntum sabar di kelopaknya
dan setangkai derita di daunnya
akarmu kokoh
meski dulu sempat ditarik paksa
oleh tangan kotor
hingga salah satu malaikat terguncang
dan bersabda
“oh, kau mirna?
semoga embunmu abadi
dan selalu meneteskannya
ke buluh buluh sayap
surga”