Fb. In. Tw.

Puisi-puisi Maulida Hilyaturahma

Menuju jalan pulang

kami semua
adalah buih yang mengembara

mencari celah
pada kaki kaki perkasa
atau mengikat diri
pada mercusuar tua

kami menjadi gelombang laut
mengaramkan setiap kapal
yang rapuh
yang angkuh

mengokohkan
kapal kapal yang berlayar
pada ombak kasih
melalui karang tajam
menuju dermaga

keabadian

                        

 

Sekolah kami adalah kebun sawit

I

raut polos
terbenam dalam duka
bersama busung lapar
langkah rakitis

berpuluh-puluh tahun
kami dirayu bermain
oleh tikus-tikus tuanku
yang berkeliaran
di buku pelajaran
di angan-angan
di tanah kami

II

cita cita dan mimpi kami
adalah getir darah ibu pertiwi
yang menetes pada nisan
pendahulu kami:

soewardi menangis dalam liang
menadah peluh yang diperas
dari tangan anak bangsa
yang kaku saat menulis
dari wajah tunas muda
yang malu tak bisa membaca

III

sekolah kami
adalah mata air ilmu
yang dihisap perkebunan sawit

sawah bapak meranggas
dan ibu menjerit
biaya sekolah dan minyak goreng
semakin melejit

IV

inikah kisahmu, tuhan?
bintang-bintang telah kehilangan astronomi
pohon-pohon dan ular terenggut dari biologi

apakah tak kurang lama, tuan?
kami teguk kebodohan
dari sumur-sumur kering
yang mengalirkan belati air mata
dan menancapkannya
pada dada yang merdeka

 

Pohon kertas

jadilah seperti kertas
yang tabah
walau telah
direnggutnya ia
dari akar pohon akasia             

jadilah seperti kertas
yang pasrah
dicoret coret ia
oleh catatan utang negara
atau tangan mungil adik kita

jadilah seperti kertas
yang takut
kembali pulang
ke rumahnya:

di dalam tanah
jadi pohon
di hutan akasia

 

Sekuntum mawar putih

dia mirna

di matanya yang suci dan proporsional
tampak cermin ketulusan

di raut parasnya yang lugu
tak tersibak bekas luka
di balik kerudung duka

ketika malam datang
bulan memilih menemaninya
bermain di bawah dzikir alisnya

mirna
kau adalah mawar putih
sekuntum sabar di kelopaknya
dan setangkai derita di daunnya

akarmu kokoh
meski dulu sempat ditarik paksa
oleh tangan kotor

hingga salah satu malaikat terguncang
dan bersabda
“oh, kau mirna?
semoga embunmu abadi
dan selalu meneteskannya
ke buluh buluh sayap
surga”

KOMENTAR

Seorang pelajar Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta, kelahiran 2008. Ia pernah menerbitkan buku antologi dan karyanya pernah dimuat di majalah dan website online. Untuk mengisi waktu luang, dia memiliki podcast "akhir kata" yang dapat dijumpai di Spotify.

You don't have permission to register