Fb. In. Tw.

Puisi-puisi A. April

 

cilandak  

 

hujan mengguyur (yang bukan) aku 

lewat sela-sela mata 

kupandangi perasaan resah 

yang lebih nyata daripada

    dosa 

  kita 

yang didoakan hilang per-tutup mata 

kilat yang tak sengaja 

hampa dipuja-puja 

khilaf tak seberapa, kata-Nya

 

 

 

 

kresek sampah

 

aku menenteng kantong berisi gundah

menyuap nasi dengan lauk susah 

meretas hal-hal yang sudah rusak

menjadi aku dengan tetap merayap 

 

koyak-

koyak

 

lampu merah di depan muka

hujan duka dalam tong sampah 

langkah pelan bersama tawa tuhan 

kepul asap

gelap tak salah 

 

temui rambutku yang rontok

pada tumpukan kain perca 

yang akan kau jahit

lengkap dengan jari 

   jari 

hati- hati 

   jantung 

mati 

 

 

 

rumah bapak

 

di tanah kusir hari ini aku melupakan dompet / bersamaan

dengan mas-mas yang duduk di pertigaan yang mungkin lupa

jalan pulang— lupa dimakamkan — dimalam-kan. / di gelapnya

ramai warna-warni rusun pal merah / aku melupakan nomor

kamar si hasan si bandar togel langganan bapak / yang kiblatnya

ke gang dalam jatinegara / bersama dengan bendera partai

dengan gagang bambu yang lupa diturunkan pemuda sekitar /

yang sudah setahun dihajar hujan panas dan kita / dihajar habis-

habisan oleh lupa duka dan cinta / buka dompetmu sekarang /

lihat struk terakhir kali bayar parkiran / lihat tanggalnya /

sekarang / sebelum kembali ke tanah kusir / untuk dimakamkan

nanti malam / sekarang / lihat kalender / sekarang / jangan

pulang / sekarang

 

 

 

 

gas

 

melupakan ban-ban motor karena roda mengandung kenangan

/ berkendara di atasnya berarti kau menyetujui untuk terluka /

sebab jalanan tak akan pernah memberimu materai untuk

bersenang-senang / menangislah / sengsaralah 

 

 

 

arteri

 

menghabiskan februari di arteri 

dengan kami yang perlahan hilang 

di tengah-tengah kilat petir halte kota

yang melahap orang-orang dari subuh buta

 

dan kepala yang copot satu-persatu 

mendatangi kakiku yang remuk 

mereka menjulur lidah minta sambutan 

bersama aspal arteri yang bisu 

 

 

 

post-trauma-agak-disorder 

 

api mengitari rongga dada 

membakar paru, limpa, otot 

otot yang lama tak terpakai 

kaku dimakan usia 

 

tarik tangan dari rengkuhanmu

waspada sekitar 

pupil hampir membuta mencari

waktu yang sudah terlewat 

 

kupikir kau utusan 

seperti paradoks yang terjadi lalu 

dan mungkin begitu

sebab kau tak pernah asing 

 

waktu adalah kesia-siaan 

ketidakmampuan 

pernyataan bahwa kita 

tidak bisa melawannya

KOMENTAR

A. April tinggal di Bintaro dan mulai iseng-iseng unggah sajak di sosial media sejak 2023. Bisa dihubungi melalui instagram @apriladrn. Per Kilometer ialah buku puisi terbarunya yang diterbitkan oleh Penerbit Velodrom (2024).

You don't have permission to register