“Pernik Konferensi Asia-Afrika”: Melihat Jurnalis Warga Bekerja
Gelaran Festival Indonesia Menggugat #3: Pekan Literasi Kebangsaan, dibuka dengan diskusi buku Pernik Konferensi Asia-Afrika 2015 (Aleut, 2016). Buku ini membahas tentang konferensi Asia-Afrika dari sudut pandang masyarakat kota Bandung, terutama yang berada di sekitar Gedung Merdeka. Diskusi kali ini mengundang Hawe Setiawan dan Irfan Teguh Pribadi sebagai pembicara dengan dimoderatori oleh Tegar Bestari.
Diskusi dibuka dengan pertanyaan moderator tentang pandangan Hawe Setiawan terhadap buku tersebut, “Buku ini sudah memenuhi human interest yang merupakan rincian kecil dari peristiwa besar. Semacam catatan umum. Buku ini bisa menjadi pengetahuan untuk memperkaya ilmu pengetahuan terutama bagi masyarakat kota Bandung,” tutur Hawe.
Buku ini merupakan karya dari komunitas Aleut. Mereka mengaku bahwa anggota timnya belum memiliki dasar-dasar kepenulisan. Buku ini terlahir dari kesadaran mereka bahwa masyarakat mesti dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pemerintah, terutama ketika ada momen besar seperti konferensi Asia-Afrika.
“Dalam tim ini tidak ada seorang anggotapun yang memiliki latar belakang dalam dunia kepenulisan. Namun, sebagai warga kota Bandung, kami menilai konferensi Asia-Afrika bukan pesta kaum elite saja. Kegiatan ini mesti menjadi bagian dari warga dan mesti dilibatkan.
“Maka dari itu, kami membentuk tim untuk menggali cerita dari masyarakat tentang kegiatan ini. Kami menyisir daerah-daerah di sekitar Asia-Afrika dan bertanya ke setiap masyarakat dan tokoh yang hadir dalam kegiatan tersebut. Beberapa tulisan merupakan cerita fiktif dan spontan, namun masih dalam garis besar konferensi Asia-Afrika,” jelas Irfan, salah satu anggota komunitas Aleut.
Meskipun tidak ada anggota yang memiliki latar belakang dalam hal kepenulisan. Proses penulisan dan pembuatan buku ini dilaksanakan secara teratur. Tim yang beranggotakan enam orang ini, setiap hari ketika konferensi Asia-Afrika berlangsung, dapat menulis dua hingga empat cerita yang mereka gali dari masyarakat sekitar Gedung Merdeka. Setelah itu tulisan tersebut mereka unggah di blog.
Maka dari itu, Hawe berharap buku ini dapat memberi efek positif bagi masyarakat, “Mudah-mudahan buku ini bisa menggugah warga kota Bandung. Sebab tulisan-tulisan yang ada di buku ini cukup realistis dan humble, menjelaskan hal-hal kecil dan manusiawi dalam kegiatan tersebut. Ini patut dirayakan. Kegiatan konferensi Asia-Afrika seharusnya menjadi kegiatan masyarakat bukan hanya milik birokrat.”
Selain itu, Hawe menambahkan, buku ini diharapkan dapat meningkatkan budaya jurnalisme warga. Budaya yang berangkat dari kesadaran masyarakat untuk menulis peristiwa yang terjadi di lingkungan sehingga membuat masyarakat lebih dekat dengan situasi lingkungan sekarang.
Begitu pula dengan komunitas Aleut, mereka berharap buku ini dapat dijadikan titik awal bagi masyarakat mempelajari jurnalisme, meskipun proses yang harus ditempuh akan sedikit sulit, seperti ketika membuat buku ini.[]