Fb. In. Tw.

Perkembangan Sastra Mutakhir Indonesia-Malaysia

Kamis (26/11/15), ASAS UPI dan PENA Malaysia mengadakan Pertemuan Komunitas Sastra. Kegiatan ini diselenggarakan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang dimulai pukul 09.00 WIB.

Salah satu rangkaian kegiatannya adalah Seminar Sastra Internasional dengan tema “Perkembangan Sastra Mutakhir Dua Negara”. Seminar tersebut dilaksanakan di Auditorium B Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra UPI atas bantuan Dr. Safrina Noorman (Dosen Bahasa Inggris UPI).

Pembicara pada seminar adalah Yulianeta, M.Pd. (Dosen Sastra UPI), S.M. Zakir (PENA Malaysia), dan Dr. Shamsudin Othman (PENA Malaysia), juga Yopi Setia Umbara (buruan.co) sebagai moderator. Seminar tersebut dibuka dengan sambutan dari M. Adhimas Prastyo (Ketua ASAS UPI) dan Dr. Mohammad Saleeh Rahamad (Presiden PENA Malaysia).

S.M. Zakir memulai pembicaraan pada seminar tersebut dengan memaparkan “Era Transisi Sastera Malaysia”. Menurut Zakir, era transisi sastra Malaysia dimulai tahun 2000 yang ditandai dengan kemunculan penulis-penulis muda membawa estetika baru.

Misal, Muhamad Lutfi Ishak dengan kumpulan puisinya Dondang Pembukaan yang menampilkan rupa pengucapan baru dalam dunia perpuisian Malaysia. “Era transisi juga disebut era pascamodern,” tambah Zakir.

Beberapa nama penting pada era transisi ini ialah Muhamad Lutfi Ishak, Saharil Hasrin Sanin, Ridzuan Harun, Roslan Jomel, Rebecca Ilham, Ruhaini Matdarin, Wan Nor Azriq, dan Fahd Razy.

Lalu Dr. Shamsudin mengungkapkan, bahwa banyak penulis muda Malaysia yang bermunculan dengan latar belakang disiplin ilmu mereka bukan sastra, contohnya Rebecca Ilham yang bekerja di pertambangan minyak. Pada dunia pendidikan, di Malaysia sendiri sastra sudah mulai dikenalkan sejak masa kanak-kanak dengan konteks yang menghibur. Jadi, sastra merupakan ilmu yang wajib didapatkan.

Selanjutnya, Yulianeta, M. Pd. menyajikan “Sastra Indonesia Setelah Era Reformasi”. Sebelum memaparkan penjelasannya, ia membuka dengan pantun dan macapat Jawa dalam langgam asmaradana yang sangat indah.

Yulianeta, menyampaikan sebuah catatan mengenai sastra Indonesia setelah era Reformasi. Berbagai karya sastra diperbolehkan hadir dan dapat dinikmati semua masyarakat. Berbeda dengan era Orde Baru (sebelum reformasi) yang sering melakukan penyensoran dan pembredelan terhadap karya sastra. Komunitas-komunitas sastra yang bermunculan turut mendukung perkembangan sastra. Dan, Yulianeta mengungkapkan bahwa pengarang merupakan juru bicara masyarakat.

Setelah seminar kegiatan kemudian dilanjutkan di Dome Park UPI dengan diskusi komunitas sastra Jawa Barat (diwakili oleh M. Adhimas Prasetyo/ASAS UPI, Bode Riswandi/Beranda 57 Tasikmalaya, dan Rudy Ramdani/Sanggar Sastra Purwakarta) serta M. Lutfi Ishak/Biro Penulis Muda PENA Malaysia dan Dr. Ariff Mohammad/AJK PENA Malaysia.

Kegiatan ditutup dengan apresiasi pembacaan puisi dari Dian Hardiana, Anisa Isti, Willy Fahmi Agiska, Ratna M Rochiman, Dea Ramdani, Arinda Risa Kamal, dan Sahlan Bahuy, serta musikalisasi puisi dari Maja Foundation.[]

KOMENTAR

Reporter magang buruan.co. Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI. Anggota ASAS UPI.

You don't have permission to register