Fb. In. Tw.

Perempuan Puisi: Melihat Geliat Sastra dan Literasi dalam Diri Perempuan

Ada hal baru yang coba ditawarkan pada gelaran hari kedua “Hujan Buku di Bogor” Jum’at (31/03/2017) di Kedai Boeana, Bogor. Gelaran hari itu diisi pembacaan-pembacaan puisi Dian Hartati dan Sartika Sari oleh komunitas Perempuan Puisi dengan mengusung tema “Membaca Perempuan: Membaca Dian Hartati dan Sartika Sari”. Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk mewawancarai komunitas Perempuan Puisi yang saati itu diwakilkan oleh Betta A. Setiani selaku salah satu pendiri.

Apa itu Perempuan Puisi?
Sebuah komunitas yang ingin mengekspresikan dirinya (perempuan) tentang hal-hal dalam pikiran termasuk kegelisahan secara personal atau umum seperti gejala sosial dengan media puisi. Salah satu kegiatan yang rutin dilaksanakan adalah pembacaan puisi.

Mengapa harus puisi?
Karena perempuan memiliki sejarah perjuangannya sendiri dan dirasakan sampai saat ini masih membutuhkan wadah-wadah yang aktif dan kreatif untuk dapat menampung perempuan dalam bentuk apapun. Kita juga ingin menyampaikan kebaikan-kebaikan melalui puisi. Kebaikan yang bersifat universal bukan yang bersifat klain tertentu. Sempat juga ditawari sebuah monolog drama, tapi kita tolak agar kita punya sesuatu yang khas dan fokus dalam pembacaan puisi.

aksi
Berapa jumlah anggota Perempuan Puisi?
Sejak didirikan pada September 2016, tercatat ada 36 orang anggota. Sejauh ini masih banyak yang ini bergabung. Persyaratan untuk masuk sangat simple. Pertama orang yang ingin bergabung harus hadir dalam kegiatan Perempuan Puisi untuk menonton. Setelah itu, kami undang ke grup dan dianggap sah.

Berasal dari latar belakang seperti apa anggota Perempuan Puisi?
Secara usia, dari anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai ibu-ibu kelahiran sekitar tahun 1975. Secara profesi sangat variatif. Ada guru, pengusaha, dosen, mahasiswa, ya variatif lah.

Pandangan komunitas Perempuan Puisi terhadap perkembangan sastra Indonesia, terutama pada sastrawan perempuan seperti apa?
Sebelum komunitas ini terbentuk, saya sempat bertanya dan meminta saran ke beberapa sastrawan. Salah satunya, Joko Pinurbo. Saya bertanya tentang perkembangan sastra Indonesia terutama perempuan-perempuannya dan meminta pendapat jika saya membentuk komunitas Perempuan Puisi di Bogor. Beliau menjawab bahwa penyair perempuan saat ini begitu minim, tidak seperti dahulu. Padahal gerakan-gerakannya banyak, tapi secara khusus belum ada. Ide membentuk komunitas Perempuan Puisi sangat bagus. Nah, pernyataan-pernyataan seperti itulah yang juga sangat mendorong komunitas ini untuk dibentuk.

peremmpuan-puisi
Apa efek yang ingin diberikan komunitas Perempuan Puisi terhadap perkembangan kesusastraan Indonesia?
Diharapkan kehadiran komunitas ini memberikan tawaran-tawaran lain dalam perkembangan kesusatraan Indonesia. Semisal jika melihat komunitas-komunitas sastra lain kebanyakan fokus pada menulis. Kita ingin hadir dalam wilayah apresiasi puisi, seperti pembacaan puisi. Selain di wilayah sastra, komunitas ini juga diharapkan mampu memberikan tawaran di wilayah literasi. Literasi bagi komunitas ini bukan hanya persoalan baca-tulis, namun persoalan sikap juga. Salah satunya pembentukan karakter manusia yang kritis, tidak gampang diadu-domba dengan satu persoalan. Nah, kebanyakan orang-orang di Indonesia ketika membaca segala sesuatu, terutama berita, hanya sekilas saja. Isu-isu hoax beredar banyak. Di wilayah inilah, Perempuan Puisi berusaha ingin meningkatkan literasi terutama pada kaum perempuan.

Pesan Perempuan Puisi bagi kaum perempuan di Indonesia dan harapan untuk perkembangan kesusastraan di Indonesia?
Perempuan harus berdaya bukan menjadi subordinat lagi. Memiliki peran penting di ruang sosial, tapi tidak lupa tugas sebagai ibu rumah tangga. Semoga pesan-pesan ini bisa disampaikan oleh kita melalui puisi. Untuk sastra Indonesia diharapkan semakin digandrungi dan diperhatikan oleh pemerintahan.

Terimakasih mbak Betta.
Sama-sama.

Foto: Dokumentasi Perempuan Puisi

KOMENTAR
Post tags:

Reporter Buruan.co. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI.

You don't have permission to register