Fb. In. Tw.

Pentas “Bila Malam Bertambah Malam” Teater Madania

Tribute to Putu Wijaya

Cinta yang suci dan kasih sayang yang alami telah disubordinasi serta dimanipulasi oleh kepentingan gengsi kebangsawanan. Keyakinan kolot-konservatif dan wawasan kebangsawanan telah menjadi momok negatif. Melalui pementasan “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya, para penonton diajak untuk menggali nilai-nilai keterbukaan, toleransi, persamaan, integritas, inklusif, dan egaliter. Begitu pula banyak nilai-nilai kemadaniaan yang terkandung dalam kisah “Bila Malam Bertambah Malam” sehingga kisah ini dipentaskan oleh Teater Madania.

Teater Madania merupakan kelompok teater dari Sekolah Madania, Parung, Bogor. Ini merupakan pementasan yang kesekian kalinya kelompok teater sekolahan tersebut, setelah tahun sebelumnya mementaskan “Ode Rimba Raya”. Pementasan ini merupakan puncak dari perayaan ulang tahun Sekolah Madania yang ke-20.

Pementasan yang digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Sabtu, 30 Januari 2016, ini melibatkan berbagai elemen civitas academica Sekolah Madania, mulai dari sutradara, pemain, penata musik, dan hingga penata busana. Dari guru hingga direktur sekolah, bahkan petugas kebersihan terlibat dalam pementasan.

Naskah “Bila Malam Bertambah Malam” dipilih sebagai penghormatan kepada Putu Wijaya, sebagai penulis besar di Indonesia juga sebagai satu di antara orangtua siswa yang menyekolahkan anaknya di Sekolah Madania. Pada malam pertunjukan tersebut, Putu Wijaya hadir didampingi istri dan putranya, Taksu. Selain sebagai penghormatan bagi Putu Wijaya, kisah ini juga mempresentasikan nilai-nilai yang dianut oleh Sekolah Madania mengenai kesetaraan.

“Bila Malam Bertambah Malam” disutradari oleh Abdul Aziz Wahyudi dan menampilkan Ninik Ni’matur Rahmaniah (Guru PAI) sebagai Gusti Biang, Yuli Priyanto (Direktur PT. Madania Ekselensia) sebagai Wayan, Ida Rosanna Siahaan (Guru Agama Kristen) sebagai Nyoman, dan Muhamad Wahyuni Nafis (Direktur Sekolah Madania) sebagai Ratu Ngurah. Selain menampilkan pemeran-pemeran tersebut, pementasan ini juga melibatkan guru, karyawan, dan petugas kebersihan sebagai pemain pendukung.

Sinopsis “Bila Malam Bertambah Malam”
Gusti Biang, janda dari almarhum I Gusti Ngurah Ketut Mantri, seorang bangsawan dan dianggap pahlawan kemerdekaan. Sepeninggal almarhum I Gusti Ngurah Ketut Mantri, Gusti Biang tinggal bersama Wayan, seorang lelaki tua kawan seperjuangan I Gusti Ngurah Ketut Mantri, dan Nyoman Niti, seorang gadis desa miskin yang dipelihara sejak kecil oleh Gusti Biang.

Kesombongan Gusti Biang dan sikapnya dalam mempertahankan tatanan kasta masyarakat Bali membuatnya memandang rendah orang lain. Sikapnya tersebut mengakibatkan Nyoman Niti yang telah lama menemaninya, diinjak-injak harga dirinya. Akibat perilaku Gusti Biang, Nyoman Niti berniat meninggalkan puri, namun niatnya selalu urung ketika dia dibujuk oleh Wayan untuk bersabar demi cintanya kepada Ratu Ngurah, putra Gusti Biang.

Ketika malam bertambah malam, pertengkaran pun pecah tak terbendung. Nyoman Niti tak sanggup lagi dengan perilaku Gusti Biang hingga ia meninggalkan puri. Sementara itu, Wayan yang selama ini selalu membujuk Nyoman Niti tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Hingga pada akhirnya, Ratu Ngurah pulang dari menuntut ilmu di kota. Namun ketika pulang, terjadi perubahan yang cukup drastis terhadap sikap Ratu Ngurah. Tidak seperti ibunya, kini Ratu Ngurah lebih terbuka dalam pemikirannya. Ratu Ngurah menolak mentah-mentah tatanan kasta karena hal itu baginya hanya mengkotak-kotakkan manusia. Pemikiran yang lebih terbuka ini bukan tanpa sebab, pemikiran ini muncul ketika ia menemukan cintanya pada diri Nyoman Niti.

Tak pelak, amarah Gusti Biang pun semakin memuncak. Gusti Biang mencurigai Nyoman Niti telah mempengaruhi Ratu Ngurah atas perubahan sikapnya. Gusti Biang mengusir mereka. Wayan, tidak tinggal diam, sebagai seseorang yang mengetahui banyak rahasia keluarga itu, akhirnya dia menceritakan kepada Ratu Ngurah atas apa yang terjadi pada ayah dan ibunya selama ini.

Mendengar  cerita yang disampaikan oleh Wayan, sikap dan pemikiran Ratu Ngurah semakin terbuka serta cintanya kepada Nyoman Niti semakin menggelora. Akhirnya, Ratu Ngurah memutuskan untuk menyusul Nyoman Niti dan benar-benar berniat menikahinya.

Diam-diam Gusti Biang melakukan hubungan gelap dengan Wayan sejak mereka masih muda. Namun karena keegoisan Gusti Biang yang menjunjung tatanan kasta, dia lebih memilih menikah dengan I Gusti Ngurah Ketut Mantri, seorang anak bangsawan dan meninggalkan Wayan yang hanya seorang pemuda desa.

Pementasan ini berakhir happy ending karena akhirnya Ratu Ngurah mendapatkan kebebasan yang selama ini dia dambakan bersama Nyoman Niti. Begitu juga dengan Gusti Biang, setelah tersadar dari batasan tatanan kasta, dia melanjutkan kisah cintanya dengan Wayan yang sempat tertunda lama.[]

KOMENTAR

Pengajar di Sekolah Madania, Telaga Kahuripan, Parung, Kab. Bogor.

You don't have permission to register