Fb. In. Tw.

Patrick Modiano, “Marcel Proust Abad Ini”

ALEXANDRA ALTER dan DAN BILEFSKY (New York Times, 9 Oktober 2014)

Patrick Modiano, Novelis Perancis yang karya-karyanya banyak mengeksplorasi trauma okupasi Nazi di Perancis dan konsisten menulis tema-tema kenangan, kehilangan dan pencarian identitas, pada hari Kamis (9/10) memenangkan Nobel Sastra 2014.

Dalam pengumumannya di Stockholm, Akademi Swedia menyebutkan Monsieur Modiano mampu membangkitkan “nasib manusia yang paling tidak terjamah” di dalam karyanya.

Dilengkapi dengan hadiah USD 1.1 juta dolar, Nobel Sastra merupakan salah satu penghargaan paling bergengsi dan berhadiah besar di dunia. Penghargaan diberikan untuk proses kreatif seumur hidup penulis dan bukan hanya untuk satu karya tunggalnya saja.

Mr. Modiano yang pertama kali dikenal pada tahun 1968 lewat novelnya yang berjudul La Place de l’Étoile telah menerbitkan sekitar 30 karya yang terdiri dari beberapa novel, cerita anak dan skenario film.

Banyak dari karya fiksinya menggunakan latar Paris selama masa Perang Dunia II, dan beberapa karyanya bergenre detektif. Karyanya pun telah diterjemahkan di seluruh dunia, dan sekitar selusin buku-bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, tapi dia tidak terlalu dikenal di luar Perancis.

Dalam sebuah konferensi pers setelah penganugerahan, Peter Englund, sekretaris tetap Akademi Swedia menyebut Mr. Modiano sebagai “Marcel Proust abad ini”. Ia mencatat bahwa karya-karyanya beresonansi satu sama lain secara tematis dan, “setiap variasi ceritanya selalu merujuk pada hal yang sama, yakni tentang kenangan, kehilangan, dan pencarian identitas.”

Di negara asalnya, Mr. Modiano adalah seorang penulis yang buku-bukunya amat digemari. Bukunya selalu hadir kurang dari 200 halaman, banyak dibaca karena gaya menulisnya yang bernas dan apik. Karya-karyanya yang paling terkenal adalah Missing Person, kisah seorang detektif amnesia yang berkeliling dunia untuk mengumpulkan identitasnya; Dora Bruder, bercerita tentang penyelidikan hilangnya seorang gadis muda Yahudi pada tahun 1941; dan, Out of the Dark, fiksi bergenre kemurungan, novel halusinasi seorang penulis paruh baya setelah mantan kekasih yang telah mengubah namanya menampik keberlangsungan hubungan mereka. Pada tahun 1999 Out of the Dark ditulis New Yorks Times dengan pujian, “begitu menegangkan dan kontemplatif.”

Presiden Perancis François Hollande mengucapkan selamat pada Mr. Modiano. Ketika penganugerahan hadiah ia berkata, “Sebuah karya besar yang membahas seluk-beluk kenangan dan kompleksitas identitas.” Hollande juga mengatakan, “Melalui Hadiah Nobel, Republik bangga atas penghargaan pada salah satu penulis besar kami. Patrick Modiano adalah orang Perancis ke-15 yang menerima medali terkemuka ini, ini membuktikan pengaruh besar kesusastraan kita. ”

Dalam laporan seorang agen France-Press, Antoine Gallimard editor Modiano mengucapkan selamat atas Hadiah Nobel yang diraih penulisnya. Modiano mengatakan “sangat senang” dan dengan rendah hati ia berkata, “Keputusan yang aneh. Ini adalah kejutan besar bagi kami dan hari yang indah,” kata Gallimard.

Patrick Modiano lahir di pinggiran Paris pada bulan Juli 1945, tepatnya setelah Perang Dunia II. Ibunya, seorang aktris Belgia yang bertemu dengan ayahnya seorang Yahudi-Italia ketika okupasi Paris. Meskipun ketenaran sastranya sedang berkembang pesat- novelnya Orang Hilang dianugerahi Goncourt Prix pada tahun 1978, salah satu penghargaan sastra Perancis paling bergengsi – ia tetap rendah hati bahkan menghindari media.

Dalam sebuah wawancara dengan Le Figaro pada 2012 lalu, Mr. Modiano mengatakan bahwa selama beberapa dekade ini, ia telah nyaman berbicara tentang dirinya dan buku-bukunya. “Pada awalnya, saya mengalami menulis sebagai semacam kendala,” katanya. “Memulai menulis di waktu muda begitu menyedihkan, karena berada di luar kekuasaan anda. Anda harus meletakkan hal-hal telanjang yang sangat berat sementara anda tidak memiliki sarana. Ketika saya baru-baru ini melihat naskah awal saya, saya terpana oleh ketiadaan ruang, ruang untuk bernapas. Begitulah keadaan pikiran saya pada saat itu – semacam mati lemas. Sekarang, ketegangan itu telah berkurang.”

Ketika ditanya apakah sebagai penulis ia telah merasa berevolusi, ia menjawab: “Tidak, tidak juga. Perasaan ketidakpuasan pada setiap karya tetap ada. Sejak lama saya terus bermimpi: Saya bermimpi bahwa saya tidak punya apa-apa lagi untuk menulis, bahwa saya bebas. Tapi sayangnya tidak, saya masih mencoba untuk menghapus persoalan yang sama dengan perasaan ketidakmampuan untuk menghapusnya.”

Pemenang hadiah sastra yang telah lebih dulu masuk, yakni penulis cerita pendek Kanada Alice Munro pada tahun 2013; novelis Cina Mo Yan tahun 2012; penyair Swedia Tomas Transtromer tahun 2011; dan penulis Peru Mario Vargas Llosa tahun 2010. Penulis Amerika terakhir yang memenangkan Nobel dalam literatur adalah Toni Morrison, pada tahun 1993.

Anne Ghisoli, direktur Librairie Gallimard, toko buku terkemuka di Paris yang dimliki oleh penerbit Mr. Modiano ini, mengatakan bahwa saat krisis ekonomi dan sosial di Perancis terjadi, penghargaan Modiano adalah suatu “kejutan yang menyenangkan” dan akan membantu penulis lebih dikenal di luar negeri daripada di negara asalnya.

“Dia memiliki pembaca di Perancis, dan di sini buku-bukunya selalu diminati, yang mana penjualannya terbilang sangat baik. Hadiah ini pun akan membantu meningkatkan profil global salah satu penulis andalan kami. Dia adalah master penulis kenangan dan okupasi yang dimunculkan pada setiap karyanya. Dia adalah penulis sejarah Paris, jalan-jalan, masa lalu dan kekinian.”

Ia pun mengatakan, di negara yang selalu terobsesi oleh kejayaan masa lalu, penghargaan Nobel ini menekankan satu hal, bahwa budaya kontemporer di Perancis masih berkembang. “Ini adalah berita bagus dari Perancis dan ini menunjukkan bahwa, meskipun iklim di sini begitu menyedihkan, orang-orang masih menciptakan sesuatu dan fiksi kontemporer Perancis masih hidup dan sehat,” ucapnya.

Sebuah artikel di surat kabar Perancis, Le Monde, menyatakan bahwa penghargaan Nobel telah “menasbihkan 30 tahun karir sastra yang mencatat Paris selama Perang Dunia Kedua.” Surat kabar itu menjelaskan Novel Modiano dalam sebuah resensi, “So That You Don’t Get Lost in the Neighborhood”, sebagai sebuah karya yang sangat pribadi yang membawa pembaca ke dalam jiwa penulis ketika ia mencoba untuk menguraikan misteri masa lalunya dan membedah kenangan. “Di sini kita menemukan anak hilang, pada 1950-an yang dikelilingi oleh orang-orang louche,” katanya.

Dalam memilih Mr. Modiano, akademi tampaknya tidak menghiraukan kritik bahwa hadiah sastra sering terlalu Eurosentris dan memilih tipe penulis yang kurang dikenal dan berfokus pada tema-tema politik. Komite Nobel telah menjawab kritik yang lalu itu dengan menghindari penulis yang karya-karyanya banyak dibaca dan mendukung penulis obscure. Pemilihan Munro tahun lalu dirayakan oleh banyak orang di komunitas sastra sebagai tanda bahwa akademi telah merangkul penulis mainstream dan populer.

Akademi Swedia, yang memiliki 18 anggota, termasuk penyair, novelis dan sarjana sastra, akhir-akir ini telah lebih transparan prihal proses seleksi. Februari lalu Englund mengatakan bahwa mereka telah menerima 271 nominasi untuk hadiah sastra tahun ini dan telah dipangkas menjadi 210 daftar nama, termasuk 36 nominasi urutan pertama. Anggota Akademi akhirnya memilih lima kandidat yang karyanya mereka pelajari selama musim panas.

Selama perjalannya Hadiah Sastra telah banyak mengangkat novelis hebat. Hadiah telah diterima 76 penulis prosa, 33 penyair, 14 dramawan, tiga filsuf dan penulis esai, dan dua sejarawan.[]

Sumber: Artikel aslinya dapat teman-teman baca pada laporan Dan Bilefsky dari Paris untuk New York Times ini.
Sumber foto: Nobel Prize

KOMENTAR
Post tags:

Zulfa Nasrulloh, pegiat dan pemerhati sastra dan seni pertunjukan. Mendirikan media alternatif Majalaya ID. Masih lajang.

You don't have permission to register