Fb. In. Tw.

Panduan Mencecap “Tentang Rasa” Frau

Cara dan suasana seperti apa yang paling mewakili kalian ketika mendengarkan musik atau lagu yang paling disukai? Maka duduklah dengan tenang, seduh minuman paling kamu senangi. Putar lagu yang paling kamu sukai. Pejamkanlah matamu dan berilah waktu sejenak bagi indera penciummu untuk merasakan aroma apa yang sedang ada di sekitarmu. Kurang lebih begitulah titah Leilani yang saya contoh dari catatan pengantar konser Frau (Leilani Hermiasih & Oskar)  di www.ligamusiknasional.wordpress.com.

Malam itu, Jumat (22/5/2015) Frau dengan cerdiknya menawarkan sebuah panduan bagi penonton untuk menikmati lagu dan komposisi musik yang disajikannya. Sehingga, penampilannya pada konser yang digelar Liga musik nasional (Limunas) ke VII di Institut Francais Indonesia (IFI) Bandung menjadi sangat mengesankan.

Konser yang menjadi pembuka rangkaian Printemps Francais (Festival Musim Semi Prancis) 2015 di Bandung ini, disambut dengan antusias yang tinggi dari penonton yang telah membludak di pelataran IFI Bandung satu jam sebelum konser dimulai. Antrian para pemburu tiket pun nampak mengular sesaat setelah panitia membuka pembelian tiket di muka pintu masuk konser pada pukul 18.00 WIB. Beberapa penonton harus rela balik badan mengurungkan niat menonton Frau karena tak kebagian tiket. Tepat pada pukul 19. 30 WIB, pintu masuk konser di buka selebar-lebarnya oleh panitia.

Tampil sebagai pembuka adalah Deu Galih (Galih Su) yang membawakan tujuh buah lagu dengan durasi 35 menit. Lagu-lagu yang dibawakan oleh Deu Galih hampir semuanya merupakan daftar pada album perdananya “Anak Sungai”, yang mengingatkan kita pada konser launching album Deu Galih & Folks yang dihelat di IFI Bandung pada penghujung bulan Maret silam. Bedanya, kali ini Galih tampil solo.

Seperti pada penampilannya pada panggung-panggung sebelumnya, Galih tak sungkan membagi cerita yang melatar belakangi terciptanya setiap lagu yang dibawakannya disertai dengan bumbu guyon. Lagu-lagu andalan seperti “Buat Gadis Rasid” dan “Papua O Noukai” tak terlewatkan dinyanyikan olehnya. Sayangnya, lagu “Puraka” yang pada konser launching albumnya pada Maret lalu dibawakan dengan bertenaga, malam kemarin sedikit hilang sihirnya pasca lolongan panjang Galih yang saya tunggu tak dilantangkannya. Suaranya sedikit demi sedikit menjadi parau dan timbul tenggelam. Lagu “When No one Sings This Song” menjadi penutup yang manis untuk menyambut Frau naik panggung.

Tiba saatnya penonton meregang penasaran yang menggunung sejak antrian masuk pintu konser. Panggung kecil yang semula diisi Galih, tiba-tiba meredup ditelan keheningan seisi ruangan yang duduk manis hampir berjejalan. Dan Leilani berjalan menghampiri Oskar (piano) dengan langkah mantap. Cahaya putih menyepuh mukanya yang tak kalah bersinar dan jemarinya tanpa basa-basi langsung menjajal tuts pianonya. Lagu “Sembunyi” mengambang ke seluruh penjuru ruangan membuka penampilannya malam itu, disusul oleh lagu “Empat Satu”.

Beres dua lagu tersebut, Leilani tak segera meneruskan dengan lagu berikutnya. Ia sedikit bercerita mengenai riwayat dua lagu gubahan yang akan dinyanyikannya. Kedua lagu tersebut diambil dari puisi Tengku Amir Hamzah berjudul “Berdiri Aku” dan Sitor Situmorang yang berjudul “Berita Perjalanan”.

Di tengah penuturannya tersebut, panitia dengan sigap membagikan selebaran kertas semacam postcard yang dibubuhi tulisan “Kesan Tentang Rasa” yang manasuka dapat kita tulisi dengan catatan apa saja. Duduk di sebelah penulis, seorang penyair (Yopi Setia Umbara) yang menuliskan sebuah sajak beberapa bait. Penonton yang lain pun tak kalah cekatan mengguratkan tulisannya.

Dua lagu selanjutnya “Rat and Cat” dan “I’m Sir” dibawakan dengan nada yang lebih kenes dan riang dengan balutan suara terompet yang genit. Tak pelak, di akhir lagu para penonton tersenyum sumringah mendengar variasi suara terompet yang dimainkan empunya (Erson). Setelah dua lagu tersebut, konser rehat sekitar 5 menit dan diselingi dengan pembagian minuman aneka rasa (jahe, susu cokelat, jeruk). Sambil menikmati tegukan demi tegukan air tersebut, penonton dibawa Leilani pada lagu berjudul “The Butcher” atau tukang jagal yang pada akhir lirik lagunya bernada guyon dan menciptakan tawa keras di seluruh ruangan.

Beberapa lagu lainnya yang dilantunkan Frau merupakan gubahan dari Radiohead berjudul “Fake Plastic Trees”, “Rindu” dari Banda Neira yang dibawakan bersama Rara Sekar (vokalis Banda Neira) dan “Sepasang Kekasih yang Bercinta di Luar Angkasa” karya Melancholic Bitch.”

Dua lagu yang paling menyita perhatian penonton dalam konser ini adalah “Mesin Penenun Hujan” dan “Sepasang Kekasih yang Bercinta di Luar Angkasa”. Alhasil, penonton tanpa malu-malu bersama-sama mendaraskan lagu yang menjadi salah satu andalan Frau.

Hampir semua lagu yang dibawakan Frau malam itu berasal dari album Starlit Carousel (2010) dan Happy Coda (2013) yang dirilis melalui label rekaman Cakrawala Records. Selama konser berlangsung, aroma asap yang keluar dari panggung semakin membangkitkan suasana magis nan menyihir, ditambah dengan cengkok Jawa Leilani yang semakin menggenapkan karakter Frau sebagai salah satu musisi yang patut dibanggakan.

Konser dengan tema “Tentang Rasa” ditutup oleh satu buah lagu tambahan dari Iggy Pop berjudul “Loco Mosquito”. Sebelum lampu padam dan pertunjukan berakhir, tepuk tangan panjang penonton mengantarkan Frau menginggalkan panggung mungilnya. Jadi, rasa macam apa yang kamu cecap malam itu?[]

KOMENTAR
Post tags:

Penulis lepas. Tertarik pada kajian musik, seni, dan perkotaan. Tinggal di Bandung.

You don't have permission to register