Fb. In. Tw.

Orang Dewasa Perlu Belajar Kepada Anak-anak

Catatan Pinot Sity*

 

Seringkali kita beranggapan bahwa anak-anak adalah manusia baru yang harus banyak belajar dari orang dewasa, karena di anggap masih belum bisa menjadi dewasa. Anak-anak sering dianggap belum bisa mengurus dirinya sendiri, bahkan sering dianggap merepotkan. Anak-anak perlu belajar sekian lama sebelum menjadi orang dewasa.

Bila menolak belajar, bagaimana mereka bisa hidup dengan menghidupi dirinya sendiri kelak setelah dewasa? Jadi, intinya orang dewasa berada di pihak yang benar sementara anak-anak di pihak keliru dan perlu banyak belajar dari orang dewasa.

Suatu hari, ketika saya sedang mengunjungi rumah saudara saya, katakan saja saya ingin bersilaturahmi dengan paman saya yang dulu pernah mengurus saya sewaktu saya kecil selama beberapa tahun. Ketika berada di rumahnya, saya sangat bahagia sekali karena suasana di rumah begitu hangat dan damai. Namun, ada beberapa sesi waktu yang terasa mengganjal bagi saya.

Waktu itu, ketika paman saya sedang duduk santai di depan tv dengan menghisap sebatang rokok berwana putih mengepul-ngepul asapnya, hingga rokok itu menjadi puntung. Setiap puntung itu dilemparkan di atas keramik yang amat bersih dan cemerlang. Lalu, sisa rokok yang habis daya dan sudah tidak bisa dihisap lagi itu terlentang menjadi “jenazah” di atas keramik dengan asap lemah.

Kebetulan ketika paman saya merokok, kami memang sedang berkumpul bersama anaknya paling bungsu yang masih sekolah kelas 3 SD. Saya piker, kami berkumpul tak hanya bercerita dan ngopi-ngopi saja, tapi kami juga pasti saling memperhatikan bahkan untuk seorang paman yang sedang merokok.

Tidak lama dari kejadian itu, sepupu saya. ya anak dari paman saya itu (maaf namanya dirahasiakan hehe..) dia sedang bersepeda santai sambil memakan permen loly pop. Ketika membuka bungkusan loly pop, sepupu saya tak sungkan-sungkan untuk membuang pembungkusnya ke jalan. Kebetulan paman saya melihat dan langsung menegur anaknya itu, “Eh, dek sampahnya jangan di buang ke jalan ya, itu kan di depan mu ada tong sampah.”

“Ayah juga kenapa kemarin sisa rokoknya dibuang ke lantai, kan udah disediain asbak,” jawab anaknya dengan santai. Paman saya langsung diam dan ngedab-edabi.

Kita sebagai orang dewasa selalu beranggapan bahwa anak-anak perlu belajar dari orang dewasa. Namun ketika kita melakukan hal-hal yang fatal. Misal, membuang sampah ke sungai, ke jalan, ke taman di depan anak-anak. Ya, tentu saja mereka akan meniru kelakuan kita. Sedangkan kita selalu memarahi anak-anak jika mereka melakukan apa yang pernah kita lakukan.

Ini perlu direnungkan oleh orang dewasa. Kenyataan yang menampar dan menohok keangkuhan saya ketika saya menyadari bahwa berbagai kerusakan yang berada di muka bumi ini ternyata disebabkan oleh perilaku orang dewasa yang menganggap dirinya selalu benar, bukan dari sikap kekanakan dari anak-anak.

Siapakah pelaku korupsi di indonesia? Siapakah yang mengunduli hutan? Siapa yang melakukan pencemaran hutan dan sungai? Jawabannya pahit. Bagi saya, pelakunya adalah orang dewasa.

Mungkin ada benarnya, bahwa anak-anak masih perlu belajar mengembangkan potensinya agar bisa berkarya dan berkontribusi kepada masyarakat. Tapi, kenyataan menunjukan kita belum memberi contoh yang baik buat mereka. Lebih jauh lagi, mungkin saatnya bagi kita untuk merendahkan hati dan membuka pikiran bahwa kita perlu belajar dari anak-anak. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa saya atau orang dewasa lainnya perlu belajar dari anak-anak?

Pertama, anak-anak tidak takut untuk bermimpi. Mereka membayangkan kehidupan yang serba ideal, kehidupan yang mereka impikan. sementara, kalau buat orang dewasa yang sudah menikah dan punya anak, untuk bermimpi saja harus berpikir panjang lebar, memikirkan biaya dan persiapan-persiapan lainnya. Berbeda dengan anak-anak yang tak ragu bermimpi setinggi langit, sebesar alam semesta, perjalanan mereka masih panjang, sepanjang samudera.

Kedua, anak-anak bersikap apa adanya dengan hati dan pikiran yang masih polos. Tanpa takut gagal, tanpa takut dianggap buruk. Anak-anak juga punya rasa ingin tahu yang luar biasa. Ketika orang dewasa menemui suatu benda terkadang sering mengabaikannya, karena menganggap toh memang seperti itu harusnya. Berbeda dengan anak-anak yang penuh rasa ingin tahu, ketika melihat sesuatu akan menyelidiki dan bertanya panjang lebar sampai merasa puas. Dan, para orang dewasa selalu menganggapnya rewel dan cerewet.

Namun, dengan sikap rewel dan cerewet itulah yang akan menjadi sebuah awal perubahan yang lebih baik. Karena dengan sikap itu juga bisa jadi membuat kita tidak menerima informasi begitu saja,tapi terus mencari tahu sampai merasa yakin.

Sebagai seorang remaja, saya semakin penasaran dan ingin tahu lebih banyak, apa lagi yang bisa saya pelajari dari anak-anak? Apa pengalaman seru mereka? Apa pandangan dan aspirasi mereka?

Saya yakin banyak orang dewasa yang bisa belajar dari anak-anak. Banyak anak-anak yang bisa belajar dari anak lainnya. Sebanyak orang dewasa yang juga bisa mempelajarinya. Bila setiap anak itu istimewa, maka ada banyak pengalaman seru yang istimewa untuk kita pelajari.

“Anda harus mendengarkan dan belajar dari anak-anak dan mempercayai kami dan mengharapkan lebih dari kami. Anda harus menajamkan telinga sekarang, karena kami adalah pemimpin masa depan.” (Adora Spitak)[]

*Penulis, suka menulis dan jalan-jalan. Akun twitter-nya @RatuKerang

Sumber foto: Zulfa Nasrulloh (buruan.co)

KOMENTAR
Post tags:

Media untuk Berbagi Kajian dan Apresiasi.

You don't have permission to register