Fb. In. Tw.

Mucize: Guru dan Keajaiban Desa Terpencil

Bagi sebagian orang menjadi guru adalah tujuan sekaligus kemuliaan. Dipandang terhormat di masyarakat, menjadi guru berarti menyalurkan sifat dasar juga fitrah manusia. Membantu dan berempati pada setiap kekurangan yang terdapat pada manusia lain. Menumbuhkan harapan di benak orang yang tidak dapat dipahami oleh masyarakat pada umumnya.

Terlebih jika menjadi guru di desa terpencil. Antah berantah. Terkucil dari keriuhan kota besar.

Gambaran guru seperti itu dipersonifikasikan secara indah dan natural pada film Mucize (2015). Film Turki yang ditulis dan disutradarai oleh Mahsun Kirmizigul.

Dikisahkan seorang guru bernama Mahir Yilmaz (Talat Bulut) ditugaskan pemerintah untuk mengajar di sebuah desa terpencil. Desa yang berjarak dua gunung dari pemberhentian bis terakhir. Desa yang hanya berseri selama empat bulan. Sedang delapan bulan sisanya hanya bergantung pada kasih sayang tuhan karena ditutupi salju dengan cuaca sangat dingin. Sebuah desa yang dikabarkan sering didatangi bandit-bandit gunung.

Tantangan Mahir bukan saja persoalan geografis. Tapi ketiadaan sekolah bangunan dan Aziz (Mert Turak). Ya, Aziz. Seorang pria dewasa berusia 31 tahun penyandang disabilitas. Aziz yang selalu jadi objek olok-olok. Namun sangat dicintai orangtua dan kelima saudara laki-lakinya.

Selain perjuangan Mahir menaklukan keterpencilan dan Aziz. Film ini juga menggambarkan beberapa detail proses lamaran sebagai sebuah budaya di Turki. Sebuah proses pemilihan calon menantu perempuan yang unik, menggelitik, lucu sekaligus haru.

Mucize mengambil latar waktu Turki di era 60-an. Deskripsi masyarakat desa yang terpinggirkan. Yang kerap diidentikkan sebagai asal muasal bandit, perampok, dan pemberontak. Dengan latar tempat gunung serta lembah dengan pesona yang menawan.

Apa yang ditampilkan Mahir Yilmaz dalam Mucize mungkin juga terjadi di negeri ini. Sosok guru tanpa pamrih yang mengabdikan hidup untuk mencerdaskan masyarakat di desa-desa terpencil, memantik semangat orang-orang yang memiliki kekurangan fisik dan mental.

Mucize adalah narasi sederhana tentang masyarakat perdesaan. Sebuah antitesis bahwa kebahagiaan bukan hanya milik orang-orang kota yang kaya.

Kebahagiaan, kegembiraan, dan harapan akan selalu tumbuh pada lapisan masyarakat manapun. Di laut, di gunung, di lembah, bahkan mungkin di hati seorang penyandang disabilitas. Masyaallah []

KOMENTAR
Post tags:

Redaktur buruan.co. Buku puisi terbarunya berjudul Menghadaplah Kepadaku (2020)

You don't have permission to register