Fb. In. Tw.

Meraih Ibadah Berkualitas

Para ulama membagi agama ini (baca: Islam) menjadi dua bagian, yaitu ushuluddin atau akidah, dan furu’uddin atau syariat dan termasuk akhlak. Ushuluddin ibarat software dalam komputer. Kalau kita mengerjakan pekerjaan dengan komputer, maka yang harus kita siapkan terlebih dahulu adalah software-nya. Kalau software-nya baik maka pekerjaan kita pun dijamin akan baik. Atau kalau kita ingin mengerjakan pekerjaan lebih rumit, tidak bisa dengan software yang biasa, pasti diperlukan software yang lebih canggih.

Demikian halnya dengan ibadah. Ibadah yang kita kerjakan harus dilandasi dengan keimanan kepada Allah. Dengan kata lain, ibadah yang kita lakukan harus didasarkan pada akidah yang benar. Semakin baik akidah kita maka ibadah kita pun menjadi semakin berkualitas. Karena itu, kalau kita ingin menjadi hamba Allah yang sesungguhnya, maka tidak cukup dengan memperbanyak ibadah, tapi juga kita harus terus memperbaiki dan memantapkan akidah kita.

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ada dua hamba dari umat Nabi Muhammad Saw. Keduanya sama-sama mengerjakan shalat; takbir, rukuk dan sujud keduanya sama. Tapi, kata Nabi, kualitas shalat keduanya jauh berbeda sejauh antara langit dan bumi. Boleh jadi, ini karena yang satu shalatnya dilandasi akidah yang baik, sedangkan yang lain akidahnya biasa-biasa saja.

Perlu juga diketahui bahwa ibadah kepada Allah tidak cukup dengan kuantitas, tetapi juga dibutuhkan kualitas. Orang yang banyak beribadah kepada Allah; fardhunya tepat waktu dan juga memperbanyak ibadah-ibadah sunnah, ia disebut ahli ibadah (‘âbid). Ia lebih mementingkan kuantitas dalam ibadahnya. Ada lagi orang yang lain, yaitu yang ibadahnya benar-benar dilandasi akidah yang kuat. Di samping memperbanyak ibadah, ia juga mendalami dan terus memperkuat akidahnya. Maka, karena ia mengenal siapa yang diibadahinya, sudah tentu kualitas ibadahnya pun lebih baik dan lebih berkualitas. Orang seperti ini disebut ‘ârif, yaitu orang yang benar-benar mengenal Allah.

Ali Zainal Abidin, putra Al-Husain, cicit Rasulullah Saw, setiap kali hendak berwudhu, terlihat wajahnya pucat dan badannya menggigil. Melihat keadaan ini, sahabatnya bertanya, “Kenapa gerangan kulihat keadaanmu seperti ini?” Ali Zainal Abidin menjawab, “Tidak tahukah kamu, siapa yang akan aku hadapi dalam shalatku?”

Kalau kita akan menemui orang yang sangat kita hormati atau yang sangat kita takuti, jangankah bertemu atau berdiri di hadapannya, saat masuk ke halaman rumahnya saja, badan kita sudah gemetaran. Apalagi ketika kita akan berdiri di hadapan Allah Swt Yang Mahaagagung dan Mahamulia. Mestinya, seperti ditunjukkan oleh Ali Zainal Abidin, sebelum kita berdiri di hadapan Allah, saat akan mengerjakan shalat, bahkan ketika kita akan berwudhu pun kita merasa takut sehingga badan kita menggigil dan gemetar.

Maka, sudahkah kita mengenal siapa yang kita hadapi dalam shalat kita? Orang yang tidak mengenal di hadapan siapa dia berdiri dalam shalatnya, dia mengerjakan shalat sekadarnya saja. Ia tidak pernah memperhatikan akidahnya, dan apalagi memperbaiki dan memperkuatnya. Apa yang diketahuinya hanyalah bahwa dia harus memperbanyak ibadah. Bahkan tidak jarang juga, ibadahnya tidak dilandasi dengan ilmu. Boleh jadi, orang seperti ini tertipu oleh dirinya sendiri. Ia merasa sudah melakukan banyak ibadah kepada Allah Swt, tapi tidak ada catatannya di sisi Allah, atau sedikit saja yang tercatat di sisi-Nya. Tentu, orang ini akan mendapatkan kerugian yang sangat besar.

Tentang hal ini, Allah Swt berfirman, Katakanlah, “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Qs al-Kahfi: 103-104)

Jadi, kita harus meng-install akidah kita terlebih dahulu. Kita perbaiki akidah kita, yaitu dengan tidak bosan-bosan untuk thalabul-‘ilmi, mencari ilmu agama sebanyak-banyaknya. Dengan akidah yang kuat, maka ibadah kita menjadi berkualitas. Banyaknya ibadah tanpa dilandasi ilmu dan akidah yang kuat, boleh jadi akan sia-sia.

Kita tentu mengenal Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Bangunannya amat sederhana. Bandingkan dengan piramida Mesir, misalnya, tembok besar Cina, atau candi Borobudur, yang dengan keunikan dan kehebatan arsitekturnya, pasti dibutuhkan biaya besar untuk membangunnya, bahkan ribuan hingga jutaan orang harus merelakan nyawa mereka melayang.

Sebaliknya, Ka’bah, bangunan yang sederhana dan dibuat hanya oleh dua orang, dari segi arsitektur pun tidak istimewa, tapi pengunjungnya ribuan bahkan jutaan. Bahkan kurang-lebih seperlima penduduk dunia berdiri menghadap ke arahnya siang dan malam, minimal lima kali dalam shalat fardhu mereka.

Apa rahasianya? Mengapa bangunan yang amat sederhana dibanding piramida Mesir dan tembok besar Cina, bahkan candi Borobudur, demikian mempesona dan dikunjungi ribuan orang setiap waktu, sejak ribuan tahun yang lalu hingga hari ini, bahkan hingga hari kiamat nanti?

Rahasianya adalah karena pembangunannya dinisbatkan kepada Tuhan Yang Mahakekal, karena dipersembahkan kepada Allah Swt. Ketika Nabi Ibrahim as selesai membangun Ka’bah, bersama putranya Nabi Ismail as, ia berkata, “Rabbanâ taqabbal minnâ innaka antas-samî’ul-‘alîm (Ya Tuhan kami, terimalah ini dari kami, sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui).” Jadi, Ka’bah itu bentuknya sangat sederhana dan hanya dibangun oleh dua orang, tapi keberkahannya kekal abadi karena pembuatannya dinisbatkan kepada Tuhan Yang Mahakekal dan Mahaabadi.

Begitu pula aktivitas dan perbuatan kita, hendaklah kita nisbatkan dan kita niatkan hanya untuk Allah Swt, supaya menjadi berkah dan mendatangkan faedah bagi kita baik dalam kehidupan di dunia ini maupun—terlebih lagi—di akhirat nanti. Ini karena Allah Swt berfirman, Mâ indakum yanfadz wa mâ indallâhi bâqin (apa yang ada di sisimu akan sirna, sedangkan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal).” Wallâhu a‘lam.[]

Sumber foto: julnalhaji.com

KOMENTAR
Post tags:

Ketua DKM Al-Muhajirin Permata Biru, Cinunuk, Cileunyi, Bandung.

You don't have permission to register