Fb. In. Tw.

Menyambut Pergantian Tahun di Festival Bunga

Malam pergantian tahun saya lewatkan bersama delapan mahasiswa Indonesia yang tidak mudik di festival bunga “Chiang Rai ASEAN Flower Festival 2014”.

4

Acara tahunan tersebut berlokasi tidak jauh dari kantor imigrasi dan bandar udara Chiang Rai. Lahan untuk festival tersebut sangat luas dan dibagi ke dalam beberapa titik.

Titik pertama jelas arena aneka bunga. Di titik ini, kita bisa melihat jam raksasa yang dirangkai dari bunga, rumah kecil dari bunga, lambang ASEAN yang juga dari bunga, aneka bonsai, aneka anggrek, dan tentu saja panggung musik di atas sungai Mae Kok yang di kanan dan kirinya penuh dengan ornamen bunga. Memasuki area ini tiba-tiba saya jadi ingat “Alice” yang berkunjung ke “Wonderland”.

2

Titik kedua adalah arena panggung pertunjukan “musik pop daerah”. Saya mengatakan musik pop daerah karena pertunjukan musik tersebut sudah menggunakan alat musik modern namun nuansa daerahnya masih sangat kental, entah itu dari cengkok penyanyi atau suara-suara yang keluar dari alat musiknya sendiri. Sungguh, menyaksikan pertunjukan musik ini, saya jadi ingat Alm. Darso atau Didi Kempot.

3

Titik ketiga adalah arena panggung aneka tarian. Beragam tarian ditampilkan di panggung tersebut. Di antara banyak tarian tersebut, ada satu tarian dengan gerak sederhana, namun dimainkan dengan konsisten dan padu, serta semua orang bisa terlibat asal bisa ikut dalam irama musik dan gerak tari tersebut. Mengamati tarian tersebut, saya teringat tarian dari Indonesia timur, tari Poco-Poco.

5

Sebenarnya masih ada titik lainnya di festival tersebut,  tetapi titik-titik tersebut tak lebih dari arena pasar malam yang dipadati pedagang baju bekas dan aneka jajanan. Urusan perut dan urusan pakaian memang tidak bisa lepas dari keramaian semacam ini.

Kami melewatkan malam pergantian tahun tidak benar-benar sampai lewat, hanya sampai jam sepuluh malam. Kami (saya dan para mahasiswa) harus pulang karena sebagai penghuni asrama, mereka terikat dengan aturan jam malam. Dan saya, walaupun tidak terikat aturan jam malam, tetapi saya tidak mau pulang jalan kaki—karena angkot di sini tidak 24 jam macam angkot Kalapa-Ledeng. Jadi, kami pulang ke asrama bersama-sama lagi seperti pada saat pergi, naik angkot yang di-carter sore tadi.

Salam dari Chiang Rai, mari kita jalani pengalaman demi pengalaman di tahun yang katanya baru ini dengan penuh semangat.[]

Sumber foto: Yussak Anugrah

KOMENTAR

Pernah mengajar Bahasa Indonesia di Universitas Mae Fah Luang, Chiang Rai, Thailand. Saat ini dia sedang merintis sebuah ruang baca, seni, dan budaya bernama Rumah Baca Manyar di kampung Seuseupan, desa Sindangsari, Ciranjang-Cianjur.

You don't have permission to register