Menjelajah Jalur Laut Maluku
Bosan dengan rute menanjak pegunungan, hijaunya kebun teh pedesaan serta sunyinya hutan hujan tropis? Cobalah menjelajahi rute lautan di wilayah timur Indonesia. Rute-rute pendek antara gugusan kepulauan Maluku bisa menjadi salah satu alternatif yang layak untuk dicoba.
Bagi penjelajah dari Pulau Jawa, rute penjelajahan bisa di mulai dari terminal kecil Dufa-Dufa di Kota Ternate dan Tidore. Namun untuk mencapai kota Ternate dan Tidore penjelajah harus terlebih dahulu melalui jalur udara dari Jakarta dengan menggunakan beberapa maskapai milik negara atau partikelir. Bagi para penjelajah yang ingin mendapatkan harga tiket yang sepuluh kali lebih murah dari harga biasa, harus lihai berburu tiket promo yang disediakan oleh beberapa maskapai penerbangan partikelir.
Salah satu rute menarik itu adalah rute pelabuhan Dufa-Dufa menuju beberapa kabupaten di gugusan kepulauan Maluku Utara, seperti Kabupaten Halmahera Utara atau Halmahera Barat.
Rutenya pendek. Memakan waktu tidak lebih dari dua jam. Hanya saja rute yang dilewati adalah rute laut dalam karena merupakan palung laut serta mengarah langsung ke Samudera Pasifik, yang konon katanya mempunyai gelombang laut yang cukup ganas. Akan tetapi, bagi para petualang yang suka dengan tantangan justru hal ini menjadi daya tarik tersendiri.
Bagi saya sendiri, menjelajahi rute Dufa-dufa—Kabupaten Halmahera Barat menjadi pilihan menarik—karena di Halmahera Barat terdapat satu teluk yang menjadi omongan banyak orang karena sebuah festival laut yang cukup prestisius, yaitu Festival Laut Jailolo.
Untuk mencapai Jailolo, ada dua alternatif alat tranportasi yang digunakan. Pertama, adalah menggunakan speed boat. Kelebihan speed boat ini adalah lebih cepat sampai dan biasanya tidak ngetem terlalu lama. Namun, kekurangan dari speed boat ini biayanya mahal dan ukuran kecil. Sebenarnya, ukuran speed boat yang kecil ini merupakan hal yang lebih krusial dibanding harga tiket. Dengan ukuran yang kecil speed boot biasanya lebih mudah terombang-ambing ombak laut Maluku yang sering kali sulit diprediksi, terutama di sore hari.
Sementara itu, kelebihan dari alat transportasi yang kedua dengan menggunakan kapal kayu, adalah kapasitas dalam mengarungi gelombang laut. Karena ukuranya yang besar, gelombang laut Maluku yang cukup besar biasanya tidak terlalu menjadi kendala. Selain itu, harga tiket dengan menggunakan kapal kayu ini jauh lebih murah. Namun, kekurangan kapal kayu ini membutuhkan waktu tempuh menyeberang yang dua kali lebih lama dari speed boat.
Beruntung, saya berkesempatan menjelajahi laut Maluku dengan kedua alat transportasi tersebut beberapa waktu ke belakang. Menyeberangi laut Maluku menuju Teluk Jailolo Kabupaten Halmahera Barat dengan menggunakan speed boat, terlebih dahulu kita harus mendaftar pada calo speed tersebut. Harga tikernya berkisar antara Rp50.000-70.000. Tarif ini fluktuatif, bergantung pada jumlah penumpang. Jika jumlah penumpang kurang dari dua puluh orang, maka biaya yang dikenakan adalah Rp70.000. Jika lebih, maka harga tiketnya Rp50.000.
Di awal perjalanan, getaran akibat gelombang tidak terlalu terasa. Getaran gelombang laut sedikit terlupakan oleh pemandangan yang elok berupa dua jejeran gunung dengan bentuk kerucut yang bagian atasnya sebagian tertutup awan. Dari penuturan penumpang yang lain, diketahui bahwa jejeran gunung tersebut adalah gambar ikon yang terdapat dalam uang pecahan seribu rupiah. Menyaksikan kedua gunung tersebut dalam balutan awan menjadikan suasana laut menjadi lebih damai.
Namun, beberapa saat ketika pemandangan dua jejeran itu mulai mengecil, gelombang laut Maluku mulai terasa. Speed Boat dengan ukuran kecil mulai terombang ambing ke atas dan bawah. Rupanya, semakin ke tengah gelombang laut semakin besar sehingga memunculkan ombak kecil yang mengguncang pesawat. Beberapa kali cipratan air laut hinggap ke wajah. Air laut tersebut masuk dari jendela speed boat yang sengaja tidak saya tutup.
Bagi penjelajah pemula, hal ini cukup mendebarkan. Namun waktu itu, debaran itu menjadi sedikit terobati ketika melihat tumpukan pelampung berwarna oranye terang di bagian depan speed boat. Jika pun keadan terburuk harus dilalui, maka pelampung itu setidaknya dapat sedikit membantu. Selain pelampung tersebut, melihat pengemudi speed boat yang tampak tenang menjadi penambah penawar hati yang berdebar-debar.
Setelah beberapa lama digoyang gelombang laut Maluku, gugusan kepulauan Kabupaten Halmahera Barat mulai terlihat. Beberapa kapal besar terlihat sedang membuang sauh dan kapal kecil tanpa layar mulai menepi. Rupanya speed boat akan segera merapat ke pelabuhan Teluk Jailolo. Dalam beberapa saat speed boat telah merapat ke Teluk Jailolo.
Beruntung, waktu saya sampai di Teluk Jailolo menjelang senja. Suasana di Teluk Jailolo terasa semakin damai ketika dari balik Gunung Jailolo mulai terlihat matahari mulai menyembul. Menyaksikan situasi tersebut, saya tidak beranjak kemana-mana. Memilih untuk menghabiskan senja di Teluk Jailolo.
Keesokan harinya, ketika akan kembali pulang ke pelabuhan Dufa-Dufa, saya kembali merasa beruntung karena berkesempatan menumpangi kapal kayu. Saya tidak mendapatkan speed boat karena waktu itu sudah terlalu siang. Tidak ada speed boat yang berani menyeberang menjelang sore ketika gelombang laut semakin membesar.
Berbeda dengan speed boat yang menggunakan calo, untuk menggunakan kapal kayu ini saya harus terlebih dahulu membeli tiket yang disediakan di loket resmi. Tidak perlu mengantri, biayanya juga lebih murah, yaitu hanya Rp20.000.
Setelah mendapatkan tiket penulis langsung memasuki kapal kayu yang hanya memiliki satu ruangan besar dengan bangku beberapa jejer di ruangan tengah kapal. Beberapa puluh penumpang sudah berjejer rapi di bangku.
Setelah kurang lebih satu jam menunggu, akhirnya perjalanan pulang mulai dijelang. Suara mirip terompet terdengar memekakan telinga. Kapal segera berlayar. Kecepatan kapal jauh lebih pelan dari speed boat. Dari tepian Jailolo gelombang laut terasa lebih tenang.
Gelombang laut mulai terasa menggoyang kapal setelah kapal berada di tengah. Kapal mulai terombang-ambing ke atas dan ke bawah. Saya yang tadi hanya duduk di bangku yang disediakan tertarik untuk keluar dan menyaksikan dahsyatnya gelombang laut Maluku dari geladak kapal.
Betul saja, dari geladak kapal gelombang laut itu terlihat jelas. Buih-buih putih bergantian menggelinding di tengah laut. Kapal semakin terombang ambing dalam gelinding buih itu.
Perjalanan menjelajahi gelombang tersebut terasa akan berakhir ketika dari kejauhan terlihat Gunung Gamalama berdiri dengan gagah dan beberapa speed boat yang berpapasan. Speed boat tersebut termasuk speed boat nekad, karena berani menjelajahi gelombang laut Maluku yang besar.
Dalam beberapa saat bayangan speed boat itu terlihat mengecil dan Gunung Gamalama terlihat semakin membesar dengan di bawahnya terlihat jejeran gedung-gedung berwarna putih serta beberapa menara masjid terlihat menjulang.
Dan, tidak beberapa lama, kapal mulai menepi ke pelabuhan Dufa-Dufa. Kapal mulai membuang sauh. Jangkar segera dilemparkan dan tambang besar mulai ditambatkan ke beberapa tanggul. Penumpang mulai turun dari kapal. Para tukang ojek menyambut penumpang dengan suka ria.
Laut Maluku telah berhasil dijelajahi dengan selamat. Ada sensasi lain yang dirasakan yang begitu beda dengan sensasi ketika mendaki gunung, menikmati hijaunya hamparan kebun teh, serta sunyinya hutan hujan tropis di Pulau Jawa. Sungguh pengalaman yang membekas. saya tertarik untuk menjelajahi rute yang lain di gugusan kepulauan Maluku. Anda tertarik?[]