Fb. In. Tw.

Mendengar Brando

Konon di masa tuanya Brando membayar seseorang untuk mendengarkannya bercerita. Kesepian itu barangkali datang dari banyak persoalan yang melingkupinya. Anak perempuannya mati bunuh diri, Anak lelakinya dituntut penjara 10 tahun dengan dakwaan pembunuhan. Ia mengaku bahwa dirinya gagal menjadi seorang ayah, namun segalanya telah terjadi dan ia hanya bisa diam sambil terus mengenang segala yang telah lewat di tengah desir angin dan hangat matahari Tahiti.

Maka ketika menonton film Listen To Me Brando garapan Stevan Riley ini, seketika penonton menjelma orang yang ditugaskan untuk mendengarkan seluruh kisah masa silamnya.Ia bercerita tentang kejayaan, gelora masa muda, kebencianya kepada sang ayah yang kasar, simpatinya pada orang kulit hitam dan Indian, komentar pribadinya atas setiap peran yang ia mainkan. Dengan suaranya yang lamban dan berat, Brando seakan tengah mengupas lapis demi lapis dirinya sendiri. Dan di pusat lapisan itu penonton mungkin akan mendapati melankoli yang berbaur dengan riuh kebesaran sebuah nama. Sebuah melankoli yang otentik.

Brando seperti ingin bertahan melawan kesepian hidupnya dengan terus bercerita. Ia merekam suaranya sendiri dan mengoceh tentang banyak hal. Tentang ketertarikannya kepada suara kereta api, tentang pandangannya atas seni peran, tentang orang-orang yang berjasa besar dalam hidupnya, tentang sisi-sisi kelam dirinya. Ada kesedihan dalam suaranya, bercampur dengan kekecewaan. Mungkin ia kecewa pada dirinya sendiri? Pada ketenaran yang membawanya ke jurang kesepian yang menganga gelap dan dalam? Ia terus merekam suaranya, melukakan selfhypnosis mengelak dari masa kini yang merisaukan dan mencari ketenangan di reruntuhan masa silam.

***

Stevan Riley melalui Listen To Me Brando mampu  menyodorkan format segar sebuah film dokumenter. Beberapa film dokumenter yang pernah saya tonton berupa kilasan-kilasan peristiwa sang tokoh dilengkapi kesaksian orang-orang disekitarnya ihwal kperibadian, peristiwa-peristiwa penting dan lain sebaginya. Listen To Me Brando mengambil bentuk yang berbeda. Penonton disodori rangkaian footage berasal dari foto, potongan film, rekaman personal, yang jalin menjalin sebegitu rupa. Sepanjang gambar bergerak kita mendengar Brando yang berbicara seperti seorang aktor monolog di sebuah panggung yang setengah hening. Hasilnya adalah sebuah film dokumenter yang sangat intin dan emosional. Sebagai penonton kita serasa langsung merasuk kedalam kepala Marlon Brando, merasakan kegelisahan,kesedihan, dan kejengkelan yang ia rasakan.

Brando adalah sosok tertutup dan penuh kontroversi. Ia dikenal sebagai pribadi egois yang susah diatur dan sukar diajak bekerja sama. Melalui film ini penonton diajak memahami Marlon Brando dari dalam. Ia memberikan banyak dalih atas sikapnya yang dianggap kontroversial. Mengapa ia tidak datang ke perhelatan Oscar 1973 dan malah mengutus seorang gadis Indian sebagai wakilnya?  Mengapa ia menjadi simpatisan orang Indian dan kulit hitam?  Dan Mengapa ia (di beberapa film yang ia anggap jelek) malas menghapal naskah?

Setelah film berakhir saya dibuat termenung, menghela napas. Dan tiba-tiba selintas sajak Chairil menggema dalam kepala saya : Hidup hanya menunda kekalahan, tambah terasing dari cinta sekolah rendah. Sebelum pada akhirnya kita menyerah.[]

KOMENTAR

Penyair. Pecandu film dan komik.

You don't have permission to register