Mencicipi Kue Cubit dan Kue Pukis Green Tea
Jangan takut kekurangan makanan enak di Bandung. Setiap hari muncul kreasi makanan baru. Mulai dari yang benar-benar baru hingga yang dimodifikasi. Belakangan ini, makanan atau minuman serba green tea sedang ng-hits di Bandung. Sebetulnya makanan atau minuman menggunakan green tea sudah sejak lama bisa ditemui di kafe atau restoran. Namun, sejak makanan berasa green tea mudah ditemui di pedagang kaki lima dengan harga lebih terjangkau, semua orang seperti kena demam green tea. Mungkin tak semua orang, teman saya malah tidak suka karena menurut dia rasanya pahit. Tapi di mana ada green tea, di situ orang rela antre.
Makanan yang sedang menjadi buruan pecinta green tea saat ini adalah kue cubit. Kue cubit yang awalnya biasa-biasa saja, mendadak nge-hits di kalangan anak muda maupun tua di Bandung. Awalnya saya tidak tahu, namun murid-murid saya sering membicarakannya. Karena penasaran, saya berniat membeli kue cubit tersebut. Berbekal informasi murid-murid saya tentang lokasi penjual kue cubit tersebut, akhirnya saya meluncur kesana.
Lokasinya di depan SMA Alloysius Bandung di Jalan Sultan Agung, dekat dengan jajaran distro-distro. Murid saya berpesan agar jangan terlalu siang datang ke sana karena untuk mendapatkannya bisa mengantre hingga dua jam. Saya sampai kesana pukul 10.30. Antrean tidak terlalu panjang. Ternyata untuk memesan kue cubit, para pembeli harus menuliskan pesannnya dahulu di selembar kertas. Mungkin agar penjualnya tidak lupa.
Kue cubit di sana dikenal dengan kue cubit A Siong. Saya kurang paham mengapa disebut kue cubit A Siong. Mungkin itu sejenis panggilan orang keturunan Tiongkok. Karena anak-anak Alloysius yang ngantre bersama saya memanggil si penjual dengan A Siong.
Satu jam kemudian saya mendapatkan kue cubit yang saya pesan. Terdiri dari kue cubit setengah matang rasa keju dan kue cubit matang rasa oreo. Ada empat varian rasa yang ditawarkan, yaitu original, keju, coklat, dan oreo. Kita juga bisa memilih kue cubit yang matang atau yang setengah matang. Satu bungkus dihargai berbeda-beda, original seharga Rp. 8000, satu jenis toping seharga Rp. 10.000, dan toping komplit seharga Rp. 12.000.
Setelah memasukkan kue cubit satu persatu kue cubit ke dalam mulut, rasa green tea-nya benar-benar terasa, apalagi yang setengah matang, sangat lumer di mulut. Tak heran kue cubit Asiong tetap penuh antrean meski pedagang kue cubit lain mulai mengikuti dengan memasukkan menu green tea.
Tapi rupanya, tak hanya kue cubit yang menjadi green tea. Kue pukis pun mulai mengikutinya. Selain kue cubit, saya pun mencoba kue pukis green tea yang di belakang BIP. Dibanding kue cubit, kue pukis harganya lebih murah. Dengan Rp5000 saya sudah mendapatkan satu tangkup kue pukis. Tapi memang harga tak pernah bohong. Kue pukis tersebut kurang terasa green tea. Berbeda dengan kue cubit yang ketika membuka bungkusnya saja sudah tercium bau khas green tea.
Sebetulnya masih banyak jenis makanan yang akhirnya menjadi rasa green tea. Beberapa waktu yang lalu, bersama teman-teman kuliah, saya pernah mengunjungi Kafe Upnormal di Jalan Cihampelas. Di sana banyak ditawarkan menu green tea, mulai dari minumannya, roti bakar, hingga mochi. Menurut murid-murid saya sih, konon katanya martabak dan bandros juga ada rasa green tea-nya.
Mungkin benar jika orang Bandung itu kreatif dan inovatif. Tak pernah kehabisan ide untuk memulai sesuatu yang baru. Kue cubit green tea ini adalah salah satu hasil dari kepintaran mencari peluang. Makanan kaki lima pun bisa membuat orang rela antre berjam-jam. Kita hanya perlu berpikir, mencari celah, kemudian bertindak. Seperti kata Alm. Om Bob Sadino, “Bisnis yang bagus adalah bisnis yang dimulai dan dibuka. Bukan yang ditanyakan terus.”[]
Sumber foto: Alfatihatus Sholihatunnisa