Mencari Air Terjun Khun Korn
Libur akhir pekan ini saya manfaatkan untuk kembali ngaprak bersama si Jalu, sepeda saya, keluar kampus. Kali ini target ngaprak saya adalah air terjun Khun Korn. Waktu tempuh sudah saya perkirakan, tiga jam. Prediksi itu saya dapat setelah mencari informasi dari beberapa orang yang saya kenal dan berdasarkan pengalaman saya sebelumnya ngaprak ke beberapa tempat di Chiang Rai dengan jarak tempuh yang kurang-lebih sama.
Acara ngaprak saya laksanakan pada Sabtu pagi (7/2). Jam delapan saya meluncur dari asrama menuju kota, lalu belok kanan melewati monumen raja Chiang Rai menuju Bun Road.
Perkiraan saya tidak salah, saya melewati Singha Park jam sepuluh kurang lima. Si Jalu terus saya geber hingga akhirnya menemukan plang Khun Korn Waterfall di sebelah kiri. Dari sana diperlukan waktu sekitar 45 menit untuk mencapai pintu masuk Taman Nasional Khun Korn. Pahamlah saya kalau air terjun yang sedang saya tuju itu berada di dalam kawasan taman nasional.
Dari pintu masuk, saya harus meninggalkan si Jalu di tempat yang telah tersedia. Setelah itu saya harus berjalan menyusuri jalan setapak sejauh 1,4 km.
Sejak masuk dan menyusuri jalan setapak itu, pikiran saya tak berhenti membayangkan perjalanan saya ke Curug Cimahi atau ke Kawah Domas. Yang saya pikirkan adalah tentang keseriusan pengelola taman nasional merawat dan menjaga kawasan tersebut. Mau tidak mau, saya harus akui mereka lebih jempolan dalam urusan merawat dan menjaga.
Contoh kecil adalah tempat sampah, pengelola menyediakan tempat sampah setiap beberapa ratus meter sepanjang perjalanan ke air terjun. Tersedianya tempat sampah, otomatis akan menggugah kesadaran pengunjung untuk ikut menjaga kebersihan di kawasan tersebut.
Contoh lainnya adalah ketertiban. Semua kendaraan, apapun jenisnya harus ditinggalkan di tempat yang telah disediakan. Dan, itu berlaku juga bagi petugas di kawasan taman nasional. Silakan kalian bandingkan dengan jalan menuju Kawah Domas di mana motor petugas atau bahkan tukang ojek seringkali hilir mudik di jalan yang setapak itu sehingga menurut saya, perjalanan ke Kawah Domas jadi terasa kurang nyaman.
Adapun ihwal air terjunnya itu sendiri, rasanya tidak terlalu istimewa karena di Indonesia sendiri ada begitu banyak air terjun yang lebih istimewa dari air terjun di sini. Yang membuat tempat itu menjadi istimewa adalah kesungguhan para pengelola dalam merawat dan menjaga kawasan tersebut, meskipun para pengelola tidak mendapatkan keuntungan langsung dari para pengunjung, karena untuk masuk ke sana pengunjung tidak dipungut biaya alias gratis.[]
Sumber foto: Dokumentasi Yussak Anugrah