Membangunkan Tuan Hofland (Bagian 1)
Ada yang ganjil saat memperhatikan patung Tuan Hofland, terlebih mengingat patung ini sempat dicuri sebelum akhirnya tersimpan di Museum Subang, tempat yang juga dulu merupakan aset Tuan Hofland semasa hidupnya.
Beruntung patung segera ditemukan sebelum beralih tangan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Patung yang sempat disembunyikan di dalam sumur oleh si pencuri, sambil menunggu pemesan, mengalami sedikit kerusakan. Sambungan tangan kanan patah tepat di bahunya, ini masih terlihat karena perbaikan tidak sempurna. Namun, menurut pengelola museum, selain kerusakan pada tangannya, semua utuh.
Saya yang masih merasa ganjil, meneruskan pengamatan bagian perbagian patung Tuan Hofland, sambil mengambil beberapa gambarnya dari beberapa sudut yang berbeda. Saya juga berselancar, dengan telepon genggam, untuk mendapatkan patung Tuan Hofland dalam foto-foto Subang di masa lalu.
Akhirnya, saya mendapatkan dua foto patung Tuan Hofland masih berdiri di depan gedung Society yang sekarang dikenal sebagai Wisma Karya, kemudian saya membandingkan.
Sebentar saya terkesima pada foto masa lalu patung Tuan Hofland yang masih berdiri tegak di pusat kota Subang. Tergambar jelas betapa berpengaruh tuan Hofland saat itu hingga patungnya perlu didirikan di pusat kota Subang, tepat di depan gedung yang dibangun sebagai tempat para pejabat P&T Land dan bangsa asing lainnya mencari hiburan seperti golf, bilyard, bowling dan menonton pertunjukan pada jaman kolonial Hindia-Belanda.
Dari foto masa lalu itu juga, tidak membutuhkan waktu yang lama, saya menemukan adanya perbedaan. Disadari atau tidak oleh pengelola museum, ternyata ada yang hilang dari patung Tuan Hofland. Patung perunggu Tuan Hofland yang dibuat di Bruxelles tahun 1878 oleh A. Cattier, sesuai yang tertera pada patung, yang hari ini tersimpan di Museum Subang ternyata tidak utuh.
Tangan Tuan Hofland yang saya perhatikan, berkali-kali, rasanya tidak wajar. Telunjuk serta jari tengah terbuka dengan jempol yang bertumpu pada keduanya persis seperti mengapit rokok, pada foto masa lalu terlihat jelas sedang memegang sesuatu.
Benda apa yang hilang, yang dulu dipegang Tuan Hofland? Sebuah foto masa lalu telah membuat saya penasaran. Sayang foto lama itu diambil dari jarak yang tidak terlalu dekat. Benda hilang pada tangan kanan tuan Hofland jadi sulit diidentifikasi. Wujudnya panjang. Saya menerka semacam bulu yang biasa digunakan sebagai pena di masa lalu.
Siapa Tuan Hofland sebenarnya?
Kenapa tidak cukup sekarung kopi bersanding dengannya untuk mengingatkan bahwa ia saudagar kopi yang terkenal? Kenapa ada benda lain juga harus ikut diperlihatkan, sebagai representasi dari sebuah karya, untuk mengenang Tuan Hofland semasa hidup?
Hari ini benda itu telah hilang. Kehilangannya membawa saya berkeinginan menggali informasi lebih jauh tentang Tuan Hofland, penguasa Subang di jaman kolonial Hindia-Belanda.
Nama lengkapnya Peter William Hofland, berkebangsaan Belanda, lahir di pantai Coromandel tahun 1802. Ibunya bernama Charlotte Meyer dan ayahnya bernama Theodorus Hofland, seorang kapten kapal di pantai Coromandel sekitar tahun 1799. Menikah dengan Helena Maria van’t Wout (1811-1891) dan dikaruniai delapan orang anak. P.W. Hofland meninggal di Subang pada 1872.
Subang mencatatnya sebagai tuan tanah pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, pemilik P&T (Pamanoekan & Tjiasem) Land. Luas tanahnya hampir mencakup seluruh wilayah Subang, membentang dari pesisir utara hingga puluhan kilometer ke selatan. Teh, karet, sisal, tapioka, kapuk, merica, coklat, kina, kopi dan padi dihasilkan P&T Land di bawah kekuasaan Tuan Hofland.
Tuan Hofland membawa kemajuan P&T Land, khususnya yang berkaitan dengan budidaya kopi, hingga ia dikenal sebagai saudagar kopi. Keberhasilannya mengembangkan kopi telah mengenalkan Subang ke pasar dunia khususnya negara-negara Eropa.
Ada kesan yang baik terhadap Tuan Hofland, tertuang dalam naskah sejarah yang terdapat di Museum Subang. Dikatakan Tuan Hofland memperluas wilayah kekuasaannya dengan cara yang halus, bahkan sempat tidak dirasakan masyarakat sebagai penjajahan. Semua perluasan tanah kenyataannya dia gunakan sebagai lahan usaha, yang ikut membangun perekonomian masyarakat Subang.
Untuk mengembangkan P&T Land yang bergerak dibidang perkebunan, Tuan Hofland menyadari pentingnya membangun infrastruktur pendukung. Dia membangun jalan dan jembatan. Bukti pembangunan, salah satunya, bisa kita lihat pada tugu prasasti yang terdapat di Bukanagara, di daerah Subang paling selatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bandung Barat. Pada prasasti tersebut menyebutkan pembuatan jalan pedati Bukanagara oleh Raden Rangga Martayuda dan Tuan Hofland tahun 1847. Jalan yang dibuat setelah Tuan Hofland membangun kebun teh, sampai saat ini masih digunakan sebagai akses jalan desa.
Sumber lain yang dilansir Colonial Collection (KIT), Universitas Leiden, menyebutkan Tuan Hofland tidak hanya membangun jalan dan jembatan untuk mendukung usaha perkebunan. Dia juga mendirikan sekolah desa yang mengajarkan bahasa Melayu dan Aritmatika. Ia menetapkan harga pasar sehingga penduduk bisa mendapatkan harga yang lebih murah dari pedagang Cina.
Sejarawan Subang Benny Rubyanto, dalam wawancaranya pada Tribun Jabar menyatakan, “P&T Lands, meskipun bergerak di zaman penjajahan dimiliki Inggris dan kemudian Belanda, tidak membawa budaya imperialisme terhadap masyarakat Subang.”
“Otonomi khusus pada P&T Lands, yang diberikan Pemerintah Hindia-Belanda, bahkan tidak mengubah karakter P&T Lands sebagai perusahaan asing. P&T Land tetap mengenalkan dan membawa kultur humanis kepada masyarakat Subang meskipun, saat itu, sedang di era kolonialisme dan imperialisme.”
Justru, ketika P&T Lands berkuasa di Subang, kesejahteraan masyarakat Subang lebih baik dibanding masyarakat di daerah lain ketika zaman penjajahan. “Kenapa? Karena masyarakat Subang yang bekerja di P&T Lands mendapat penghasilan yang lebih baik, bahkan dibanding mereka yang bekerja sebagai PNS di Kademangan,” kata dia.
Pada tahun 1859, seiring dengan kesuksesan Tuan Hofland menguasai tanah partikelir, pemerintah Hindia-Belanda memberikan kekuasaan kepadanya untuk mengangkat pejabat pemerintahan partikelir yang disebut demang.
Tuan Hofland telah membuka sejarah kademangan di Subang, membagi Subang ke dalam delapan wilayah kademangan yaitu Kademangan Batu Sirap (Cisalak), Kademangan Ciherang/Wanaraja, Kademangan Sagalaherang, Kademangan Pagaden, Kademangan Pamanukan, Kademangan Ciasem, Kademangan Purwadadi dan Kademangan Kalijati.
Sebagai pengakuan atas kerjanya, patung Tuan Hofland pun dibuat setelah ia meninggal dunia. Awalnya ditempatkan di alun-alun kota, kemudian dipindahkan ke depan gedung Society, yang hari ini lebih dikenal sebagai Wisma Karya. Tidak berakhir di sini, patung Tuan Hofland berulang kali berpindah.
Dari depan gedung Wisma Karya, patung Tuan Hofland dipindahkan ke pekuburan Santiong, tempat di mana patung Tuan Hofland sempat hilang dicuri. Masyarakat Subang yang fanatik, menurut staf Museum, adalah alasan kenapa patung Tuan Hofland dipindahkan ke Santiong.
Menelusuri jejak Tuan Hofland di masa lalu, tidak heran banyak masyarakat Subang menyimpan kagum. Sekarang saja, setelah seabad lebih berlalu, peninggalan-peningalan P&T Land masih menjadi pesona kota Subang yang dikagumi banyak orang . Hamparan kebun teh di daerah Subang selatan, pohon-pohon karet di dataran, dua peninggalan Tuan Hofland yang paling mudah ditemukan, karena letaknya, apabila kita melakukan perjalanan melintasi Subang.
Tuan Hofland dan Subang hari ini
Dari semua referensi yang saya dapatkan, tidak satu pun mengarah pada pengidentifikasian benda yang hilang dari patung Tuan Hofland. Untuk itu saya membuat tulisan ini pun menjadi bagian-bagian (bersambung). Saya akan tetap melanjutkan pencarian.
Sungguh ironis rasanya, melihat kondisi patung Tuan Hofland hari ini, sebelah tangannya yang patah direkatkan tidak sempurna. Sebuah benda di tangannya hilang. Padahal patung itu dibuat sebagai pengakuan atas pekerjaan semasa hidupnya, sebagai tuan tanah yang pernah menguasai Subang, mengolah alamnya dengan baik, membangun tatanan masyarakat dan telah mengenalkan Subang ke seluruh dunia, khususnya negara-negara di Eropa. (bersambung)
Sumber foto: Tropenmuseum & Irfan Arief
Sorry, the comment form is closed at this time.
Fahmi
Setelah membaca tulisan kang Irfan, saya tertarik untuk bisa ikut berpartisifasi dalam. Penulisan dan penulusuran tentang sejarah subang
Lia Nuralia
saya tertarik dengan tulisan ini. ada beberapa informasi yang menjadi bidikan saya untuk artikel yang akan saya buat. saya peneliti sejarah perkebunan. dalam setiap tulisan harus mencantumkan sumber yang valis dari mana asal informasi atau data sejarah yang diperoleh. terimakasih untuk informasi ttg sumber tulisan saudara Irvan Arief. apabila berkenan saya sangat senang dan berterimakasih untuk dapat mengetahui sumber informasi atau bacaan yang digunakan dalam tulisan ini.
Salam
Lia Nuralia
Bandung
irfan
Sumber dari buku museum Subang dan beberapa sumber yg saya sebut dalam tulisan
irfan
Saya ada kontak kawan yg kerja di museum Subang jika dibutuhkan
Fahmi
Salam sejahtera Mba Lia.
Kebetulan saya pun berkonsentrasi dalam sejarah perkebunan khusus nya P & T Land. Senang rasanya kalao bisa berbincang tentang sejarah perkebunan subang khususnya, umumnya priangan.
Terimakasih
Budi Setiawan
Sebagai urang subang di pangumbaran dan pernah mengalami perjalanan hidup/bermain di situs-situs peninggalan kolonial saat kecil, tulisan ini sangat menarik. Terima kasih sudah menelusuri jejak Mr PW Hofland di Soebang lewat tulisan anda. Saya sangat mengapresiasi hal ini. Kapan-kapan kita bisa ketemuan di Kalijati (kebetulan saya pernah sekolah di Kalijati) untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai jejak sejarah kolonial di Subang serta upaya kita menyelamatkan situs-situs bersejarah di Subang. Tabik…
jokowi narno
Saya di besarkan di kota subang kuburan kerkop di di sukamaju subang tempat bermain saya waktu kecil bukan sentiong seperti di tulis di mana patun g berdiri.ada salah satu yg menarik tentang patung tuan hovland itu.sebenarnya ada tiga patung sewaktu di kerkop itu tuan hofland di tenfah di s3belah kanan patung pria setengah berbaju dan sebelah kiri sepert patung ibu maria ..yg kanan patung setengah berpakaian di thn 70 an pernah di curi dan di temukan di jkt dan sekarang di gereja katolik sbg..kalau masih di sana . trimakasih
Irfan Arief
Terima kasih Mas Jokowi Narno atas informasinya. Patung tuan Hofland dan patung perempuan kini posisinya ada di Museum Subang, di salah satu bagian dari gedung Wisma Karya. Sangat disayangkan satu patung, yang masyarakat duga sebagai anaknya tuan Hofland, tidak pernah ditemukan kembali setelah patung tersebut hilang.
Memang benar kuburan yang dimaksud adalah kuburan di Sukamaju. Penyebutan Sentiong sendiri dikarenakan kekeliruan/kekurang pahaman di masyarakat yang menyebut kompleks pekuburan non-muslim ini, awalnya mungkin dianggap sama antara kerkop dan sentiong. Masyarakat Sukamaju hari ini menyebut kompleks pekuburan ini dengan sebutan Sentiong, termasuk sumber dari tulisan saya. Dan saya tidak menyadari hal ini. Terima kasih sekali lagi buat Mas Jokowi, salam kenal..