Melatih Kepekaan Melalui Sekolah Inklusi
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara, hal ini sering kita dengar mulai dari undang-undang dasar Republik Indonesia hingga undang-undang Sistem Pendidikan Nasioal. Pendidikan ini pula berhak diterima oleh anak berkebutuhan khusus (ABK), biasa saya sebut sebagai anak istimewa.
ABK adalah anak-anak yang diberi kelebihan di antara kekurangan yang dimilikinya, baik itu kekurangan fisik maupun kekurangan mereka dalam berperilaku secara normal di usia tumbuh kembangnya. Tak jarang kita temui dalam masyarakat Indonesia, jika sebuah keluarga yang diamanahi anak istimewa, merasa malu bahkan memasung hak-hak mereka sebagai manusia. Termasuk hak mereka dalam memperoleh pendidikan.
Namun, orang tua yang paham dan menerima, cenderung kebingungan memilih sekolah yang mau menerima kondisi anak mereka.
Dari permasalahan tersebut lahir dan tumbuhlah sekolah inklusi di Indonesia, hal ini didorong pula dari amanah pemerintah untuk menanamkan pendidikan inklusif, pendidikan yang ramah untuk semua kondisi anak. Sekolah inklusi dijadikan jembatan untuk menghubungkan kehidupan anak normal dengan anak istimewa, karena dalam prakteknya mereka belajar bersama-sama.
Anak istimewa ini diberikan hak yang sama dengan anak normal untuk menerima pendidikan. Namun, porsi materi yang diberikan akan disesuaikan dengan kemampuan daya serap masing-masing anak istimewa. Mereka pun diberikan hak untuk mendapatkan terapi yang dibutuhkan, mengembangkan skill, bahkan kemampuan untuk mengurus diri sendiri (mandi, memasak, membersihkan rumah dsb.)
Bagi anak normal yang bersekolah di sekolah inklusi pun memiliki nilai positif, mereka cenderung lebih peka terhadap kondisi temannya. Mereka belajar menerima perbedaan yang ada, bahwa setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan yang patut dihargai.
Saya perhatikan, anak normal yang terbiasa bersosialisasi dengan anak istimewa memiliki empati yang baik. Mereka mau menjadi tutor sebaya, membimbing teman istimewanya ketika kesulitan memahami pembelajaran. Melarang teman istimewanya saat melakukan hal-hal yang kurang baik, bahkan saat teman istimewanya mengalami tantrum (mengamuk) mereka tahu bagaimana cara menenangkannya.
Hal ini tentu baik untuk mengolah sikap sosial yang dimiliki anak-anak. Selain itu, mereka menjadi lebih bersyukur akan keadaan mereka yang lebih baik daripada temannya. Tak jarang perilaku anak istimewa mampu memancing gelak tawa anak-anak normal ketika di kelas, karena perilaku mereka yang polos. Adanya anak isimewa ini memberikan warna yang berbeda di sekolah inklusi.
Harapan dari program sekolah inklusi ini tentu agar anak istimewa mampu bersosialisasi dengan anak normal dan mampu menghadapi kehidupan nyata ke depannya. Karena mereka tak selamanya bisa terus dibimbing oleh orang tua masing-masing, mereka berhak memiliki pengalaman bermasyarakat untuk diterima oleh masyarakat secara umum. Kewajiban kita sebagai masyarakat pun dituntut agar lebih peka terhadap keberadaan anak-anak istimewa ini.[]
Sumber Foto: Rizqi Nur Amalliah