Fb. In. Tw.

Kucing dalam “Kepala-kepala di Pekarangan”

Di hadapan istriku. Sesosok tubuh menelungkup bersimbah darah. Hey, itu bajuku! Celanaku juga dipakai oleh tubuh itu. (“Kucing”, hlm. 23)

Kutipan di atas merupakan sebuah pernyataan pada cerita pendek (cerpen)Kucingyang terdaftar dalam kumpulan cerpen (kumcer) Kepala-kepala di Pekarangan karya Toni Lesmana yang diterbitkan oleh Penerbit Gambang pada Mei 2015 lalu.

Saat membaca daftar isi pada kumcer, saya langsung tertarik untuk membaca cerpen yang berjudul “Kucing”. Secara pribadi, saya sendiri adalah sosok penyuka kucing. Maka, saya pun penasaran kucing seperti apa yang akan muncul atau ditampilkan pada cerpen tersebut.

Pada cerpen tersebut, kucing tidak digambarkan sebagai binatang yang lucu, usil dan terkadang suka mencuri seperti yang ada pada benak kita. Kucing dalam cerpen tersebut adalah misteri dan hal yang menjadi penyebab sosok seorang istri dapat membunuh suaminya sendiri.

Cerpen berjudul “Kucing” tersebut berhasil menjadi pintu masuk saya ke cerpen-cerpen lain dalam kumcer ini. Saya selalu tertarik dengan cara Toni membawa saya seolah-olah menjadi saksi pada adegan-adegan dalam cerpennya.

Setelah mengendap-endap masuk ke sekitar tokoh-tokoh dalam cerpen-cerpen karya Toni, saya menemukan banyak kegelisahan juga kematian. Bahkan, saya diajak melakukan perjalanan spiritual oleh sebagian tokoh pada kumcer ini.

Rupanya, horor tak hanya nampak pada cerpen “Kucing”. Hal-hal tersebut dominan terlihat pada cerpen-cerpen lain dalam buku ini. Dan, menurut saya menjadi identitas kuat buku ini.

Tak hanya horor, cara penggambaran setiap adegan pun menjadi identitas bagi buku ini. Lewat diksi-diksi yang cukup puitis dan tidak terlalu lugas, semua cerita dibuat menjadi lebih menarik. Juga, Toni berhasil membangun ruang fantasi saya dengan ceritanya, yang menyebabkan saya menjadi trance dan hanyut dalam alir-alur cerita yang dibangunnya.

Tokoh-tokoh dalam cerpen-cerpen karya Toni terasa hadir di sekitar saya, dan saya turut merasakan kegelisahan mereka.  Setiap cerita terasa nyata. Meskipun saya sadar, bahwa hal-hal di sebagian cerita akan menjadi sangat absurd dan menyeramkan bila benar-benar terjadi di dunia nyata.

Akhirnya saya menyadari, bahwa saya melihat ada Edgar Allan Poe yang hidup kembali di sekitar Kepala-kepala di Pekarangan.[]

KOMENTAR
Post tags:

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI. Pegiat Rumah Baca Taman Sekar Bandung. Gitaris Maja Foundation.

You don't have permission to register