Konsistensi Nyiar Lumar
Hampir jam sepuluh malam pidato dari Pak Sekda Kabupaten Ciamis belum juga selesai. Beliau masih membacakan pidato Pak Bupati yang kebetulan tidak bisa membuka acara secara langsung. Sementara masyarakat masih setia menunggu dari maghrib, menyaksikan Tari Kujang dan Gondang Sagending, semacam balas pantun yang diiringi kecapi dan suling.
Masyarakat malam itu menonton mengenakan pangsi dan kebaya, mengikuti setiap rangkaian acara dari sejak sore tiba. Ada juga beberapa anak kecil membawa lampion dan obor siap mengikuti ritual lalampahan. Barangkali pukul 10.35 acara Nyiar Lumar 2014 pun dibuka dengan kembang api yang meriah.
Nyiar Lumar adalah acara kesenian dua tahunan yang digagas oleh sastrawan Sunda GodiSuwarna, Dang Qmost, Eddy Rusyana dan Pandu Radea. NyiarLumar pertama dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1998 berupa pementasan teater dari Teater Jagat SMAN 1 Kawali. Pentas seni itu terasa menegangkan sekaligus mengharukan sebab sehari setelahnya Presiden Soeharto lengser dari tahta kepresidenannya.
Pada Sabtu, 11 Oktober 2014 Nyiar Lumar ke-9 kembali diselenggarakan. Penyelenggaraannya tahun ini diberikan pada pihak desa. Dalam sebuah wawancara, Godi Suwarna menjelaskan upaya tersebut dilakukan agar acara NyiarLumar menjadi acara yang penyelenggaraannya berasal dari rasa kebermilikan masyarakat.
Setelah melakukan Ngawalan di sore hari dan pembukaan oleh pihak pemerintah, acara Lalampahan pun membawa masyarakat berjalan dengan obor melewati sawah, kolam ikan dan perkampungan. Nyiar Lumar 2014 dikonsep sedikit berbeda. Acara Magelaran yang biasanya hanya dilaksanakan di komplek Cagar Budaya Astana Gede, kini beberapa pertunjukan disimpan di perkampungan, kolam, dan sawah warga, misalnya Karinding, Calung, pementasan teater, dan terebang.
Masyarakat dipandu berjalan ke Cagar Budaya Astana Gede dengan iringan Genjring Ronyok. Kesenian ini menjadi kesenian utama yang dipromosikan oleh pihak panitia kepada tamu undangan yang hadir. Genjring Ronyok memang tengah menjadi ikon kesenian Kabupaten Ciamis. Hal ini tidak terlepas dari promosi Nyiar Lumar. Menurut peneliti dari STSI, Genjring Ronyok ditabuh dengan “tepak lima”, ketukan genjring yang rumit. Itu yang membuatnya lebih unik dari kesenian Genjring lainnya.
Tiba di Komplek Cagar Budaya Astana Gede, masyarakat disambut beberapa kelompok kesenian yang telah menempati pos-pos apresiasi. Di dalam komplek cagar budaya, masyarakat menyaksikan penampilan teater dari gabung ananak-anak SMA di Kawali, Teater Jagat, Fiksi Mini Basa Sunda, Teater Samboja dan pada puncak acara peserta menari ronggeng dipandu oleh Kelompok Ronggeng Gunung Bi Raspi.
Berawal dari gerak kesenian suatu komunitas, Nyiar Lumar kini menjadi salahsatu tradisi kebanggaan Kab. Ciamis. Kesenian yang hampir punah di berbagai daerah, perantara acara ini, kembali lagi dibangkitkan. Karena pada hakikatnya, cara melestarikan budaya adalah dengan melakukannya. Maka ruang-ruang kesenian perlu diciptakan dan dijalankan secara konsisten. Konsistensi ini yang membuat Nyiar Lumar menjadi acara yang selalu dinantikan kehadirannya.[]
Sumber foto: M Romyan Fauzan