Komunitas Kutub, Pesantren Sastra di Yogyakarta
Di selatan Yogyakarta, di jalur menuju ke Pantai Parangtritis, terdapat sebuah pondok pesantren yang cukup unik. Keunikan pesantren ini adalah pada kegiatan rutin yang mereka laksanakan. Di antara kajian keagamaan, mereka juga memiliki kajian kesusastraan yang rutin digelar seminggu sekali pada setiap Jumat malam.
Adalah Pondok Pesantren (Ponpes) Hasyim Asy’ari yang didirikan oleh Alm. Zaenal Arifin Thaha. Gus Zaenal, sapaan akrabnya, mendirikan pondok tersebut sejak 1998. Sejak pondok ini berdiri, kajian sastra menjadi salah satu kegiatan pokok. Maka tak heran, jika pondok ini kerap disebut juga sebagai pesantren sastra.
Gus Zaenal sendiri merupakan alumni Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kiai kelahiran Kediri ini juga menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga dan Sekolah Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM).
Di Ponpes Hasyim Asy’ari, Gus Zaenal mengembangkan sebuah penerbitan sebagai badan usaha, yaitu Penerbit Kutub. Dimana penerbitan tersebut memiliki divisi kajian sastra, budaya, dan penelitian ilmu pengetahuan lainnya. Di bawah divisi kajian sastra inilah cikal bakal lahirnya Komuitas Kutub yang kita kenal sekarang ini.
Hari ini, aktivitas sastra di Ponpes Hasyim Asy’ari dikelola oleh Lingkar Studi Kutub Yogyakarta (LSKY), yang lebih populer dengan sebutan Komunitas Kutub. Anggota Komunitas Kutub adalah santri Ponpes yang hari ini (kebetulan) kebanyakan berasal dari Jombang dan Madura.
Di Yogyakarta mereka menimba ilmu juga di berbagai perguruan tinggi. Ada yang kuliah di UIN Sunan Kalijaga, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Insitut Seni Indonesia Yogykarta.
Untuk menjadi santri Ponpes Hasyim Asy’ari sekaligus anggota Komunitas Kutub, ada syarat yang mesti ditaati. Syarat tersebut cukup menantang, apalagi bagi mahasiswa yang baru merantau jauh dari daerah asalnya. Syaratnya adalah mereka yang mondok tidak boleh lagi meminta bekal kepada orangtuanya.
Nah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, santri Komunitas Kutub dituntut supaya kreatif. Belajar menulis adalah salah satu upaya mereka mencari nafkah. Biasanya mereka menulis karya sastra di media cetak, atau menulis berbagai jenis buku untuk diterbitkan oleh Penerbit Kutub. Selain itu, ada juga yang menambah kegiatannya dengan bekerja paruh waktu di rumah makan, menjadi loper koran, atau pekerjaan lainnya yang halal.
Beberapa alumni yang sempat mondok di Komunitas Kutub dan menjadi penulis yang aktif hari ini, di antaranya adalah Mahwi Air Tawar, Salman Rusdi Anwar, Ahmad Muchlis Amrin, Syaeful Amin Ghafur, Slamet Riyadi, Muhammadun AS, dan Yusri Elga. Mereka adalah cerpenis, penyair, dan esais yang produktif.
Menapak jejak para alumni itulah santri di Komunitas Kutub selalu memiliki motivasi untuk belajar menulis dan mengkaji karya sastra secara rutin. Namun, mereka juga tidak luput untuk khusyuk mempelajari agama. Mengkaji kitab Syahul Hikam dan shalawat merupakan kegiatan utama mereka di pondok. Maka, setiap malam shalawat dan puisi terdengar di Komunitas Kutub.
Jika Anda tertarik untuk berkunjung atau bahkan nyantri di Komunitas Kutub, silakan datang saja ke alamat mereka di Jalan Parangtritis KM 7,5 Cabean, Sewon, Bantul, Yogyakarta.[]
Sorry, the comment form is closed at this time.
Nakhla
Ada cp yg bisa saya hub ????? Pesantren sastra ini khusus ikhwan saja ???
buruan
Agak jauh dari Malioboro. Di Jalan Prangtritis. Di tulisan tersebut ada nama daerahnya.