
Keliling Dunia dari Bioskop
Pernahkah kalian bermimpi keliling dunia?
Tak perlu repot-repot. Sajian layar besar di bioskop bisa membawamu melanglangbuana ke Eropa hingga Afrika. Meski kaki kita belum mampu menjejak di sana, setidaknya pemandangan-pemandangan di layar itu telah mendekatkan kita dengan belahan lain bumi.
Film-film Indonesia yang belakangan muncul menawarkan hal tersebut. Edensor (dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata) membuat kita menjelajah Paris. Atau, 99 Cahaya di Langit Eropa mampu menampilkan Eropa dari sisi yang berbeda. Melalui film ini mata kita terbuka kembali, ternyata Eropa menyimpan peradaban Islam selama berabad-abad.
Dan, yang paling anyar adalah Haji Backpacker. Siapa yang mengira seorang backpacker yang marah kepada Tuhan mampu sampai ke Mekkah. Jangan ditanya tentang pemandangan. Film itu memang mengekplorasi keindahan Asia, mulai dari Thailand yang eksotis, Vietnam yang ternyata hampir sama dengan Indonesia, China dan Nepal yang luar biasa indah, hingga India dan Iran yang tak kalah memanjakan mata.
Sayangnya, Haji Backpacker terkesan memaksa menampilkan pemandangan-pemandangan latar cerita agar indah. Meski latar mendukung cerita, namun pengambilan gambar terlalu mengekspos lokasi itu sendiri membuat dialog antar pemain seakan terabaikan. Saya ingat betapa mengganggunya backsound yang hadir ketika dialog antara Mada (diperankan oleh Abimana Aryasatya) dengan Su Chun di ladang pertanian.
Padahal dialog dalam adegan itu sangat mendalam, kalau tidak dibilang sebagai titik balik Mada untuk kembali kepada jalan Tuhan. Belum lagi backsound di adegan-adegan lain. Bahkan film yang disutradarai oleh Danial Rifki ini terkesan lambat di awal sehingga terasa membosankan.
Berbeda dengan 99 Cahaya di Langit Eropa yang menampilkan latar cerita Eropa bukan sekadar tempelan cerita, tapi memang sebuah kesatuan dengan cerita. Film yang banyak menampilkan keindahan kota-kota di Eropa itu tetap mementingkan dialog antar pemain, emosi, dan fokus cerita. Alur film karya sutradara Guntur Soeharjanto ini pun enak diikuti.
Untungnya kedua film tersebut diisi oleh aktor-aktor yang tidak biasa-biasasaja. Tapi, apapun hasil akhirnya, film-film tersebut mampu membawa kita menatap jendela, keluar pintu, dan menengadah keangkasa.
Film-film yang saya sebutkan mungkin hanya menjual mimpi bagi para pemimpi. Tapi jangan takut bermimpi. Seperti kata Andrea Hirata, “Tuhan sedang memeluk mimpi-mimpi kita”.[]
Sumber Foto: Youtube.com
Sorry, the comment form is closed at this time.
yussak
yah, belum nonton semua filmnya uy.
Alfa
nonton dong bang..hehe