
Jack Kerouac, Novelis, Meninggal: Bapak Generasi Beat
Jack Kerouac, penulis novel On The Road merupakan pahlawan generasi muda—pemberontak kelas sosial, novelis pendiri Beat Generation yang dengan riang merayakan pemberontakan kelas Amerika, meninggal pada 21 Oktober 1969 akibat pendarahan dalam di Rumah Sakit St. Petersburg pada usia 47 tahun.
“Satu-satunya manusia untukku adalah orang gila, orang yang gila hidup, gila bicara, dan pada saat yang sama menginginkan segala hal,” tulisnya dalam On The Road sebuah novel yang ditulis hanya dalam tiga minggu tapi mesti menunggu tujuh tahun untuk terbit.
Pada saat terbit tahun 1957, novel itu langsung menjadi kitab suci bagi generasi muda yang merasakan sesaknya tekanan negara. Pada saat yang sama, gejolak ini menjadi perayaan negara itu sendiri, sebagai “bisul amerika saya”.
Bagi para penggemarnya, Kerouac merupakan pembaharu. Tapi pencapaiannya tidak pernah benar-benar diakui oleh kalangan sastra adiluhung.
Generasi Beat yang mulanya hanya berkembang di sekitar San Fransisco dan New York kemudian menyebar menjadi budaya umum pada tahun 60-an. Namun seiring menjadi beat terkesan lebih gaul, semakin kurang gaul untuk membaca Jack Kerouac.
Menulis Diri Sendiri
Kerouac menulis dirinya sendiri dengan metode menulis sebuah cerita secara spontan pada gulungan besar kertas teletype di mesin tiknya. Hasilnya kemudian ia transkrip untuk diberikan kepada penerbit, tapi ia tak pernah merevisinya. Ia memiliki prinsip, sebuah naskah yang direvisi adalah sebuah bentuk kebohongan.
Truman Capote menyebut metode Kerouac adalah mengetik, bukan menulis. Tapi Allen Ginsberg, salah satu penyair besar Amerika yang merupakan kawan karibnya, menyatakan bahwa Kerouac telah menciptakan “sebuah prosodi bop spontan”.
Tokoh Ginsberg sering kali muncul dalam novel Kerouac dengan banyak nama—Carlo Marx, Irwin Garder, Ada Moorad, dan Alvah Goldbbook—tapi selalu dengan mudah bisa dikenali. Hal ini berlaku untuk semua kawan dekat Kerouac, hanya saja dibubuhi sedikit fiksi dalam karyanya.
Ketika ia susah payah menyusun naskah panjang autobiografi karyanya—yang ia maksudkan untuk dibaca, pada akhirnya, berujung menjadi rangkaian karyanya—Jack Kerouac lahir pada 12 Maret 1922 di Lowell, Massachushetts, seorang anak dari pelukis Prancis-Kanada.
Bintang American Football
Sebelum menggunakan bahasa Inggris ia berbahasa Prancis dan pada saat sekolah menengah aksennya masih terasa, suatu masa ketika ia berangan-angan menjadi penulis besar Amerika. Namun pada saat itu ia masih seorang pemain American Football, cepat, fullback yang tangguh, itulah saat ia berhasil meraih banyak penghargaan.
Pada 1939 ia daftar di Horace Mann School di Riverdale, Bronx, dengan jaminan beasiswa football ke Columbia University jika dia mampu membuktikan diri dalam bidang akademik.
Karir football Kerouac harus terhenti pada musim semi ketika pelatih baru, Lou Little, (kemudian dalam novelnya hadir sebagai tokoh Lu Libble) mengatakan kepada fullbacknya tersebut untuk berhenti berpura-pura sakit ketika bermain. Cedera yang dideritanya adalah patah kaki, seperti diceritakan Kerouac.
Berhenti bermain football berimbas pada kesempatan beasiswa ke Columbia, tapi Perang Dunia II juga cukup berpengaruh juga terhadap pendidikannya. Ia pertama kali mengabdi sebagai prajurit Angkatan Laut, kemudian diberhentikan karena mengidap “kepribadian schizoid”.
Tak lama setelah perang berakhir ia memiliki pengalaman yang membentuknya menjadi seorang penulis. Ia Kembali ke New York dan menjadi dekat dengan Allen Ginsberg, seorang sarjana Columbia, juga William Burroughs, keturunan keluarga St. Louis yang kaya. Ia kemudian memberi mereka judul yang dikenal dengan judul Howl dan The Naked Lunch.
Pada tahun-tahun tersebut, Kerouac sering berpindah-pindah, dari New York ke Denver, lalu ke San Fransisco, kemudian ke Mexico City, dan kembali ke New York. Sebuah upaya menemukan Amerika, landasan untuk On The Road.
Sebagian besar perjalanannya ditemani oleh Neal Cassady, seorang drifter muda dari Denver, yang haus akan petualangan dan juga memiliki selera sastra dan teologi. Tak heran, Cassady menjadi tokoh utama dalam On The Road, sebagai model sastrawan, pengganti Thomas Wolfe, Ernest Hemingway, dan William Saroyan.
Cassady tidak pernah menerbitkan buku, tapi dia menulis sejumlah surat—“cepat, gila, konvensional, sangat serius, terperinci,” kenang Kerouac—menjadi sumber gagasan menulis secara spontan. Secara khusus untuk On The Road adalah sebuah surat dari Cassady yang mencapi 40.000 kata.
Kata “beat”, kata Kerouac, awalnya digunakan untuk menunjukkan perasaan muram dan putus asa yang mendekatkan pada kiamat kemudian mendorong untuk mencari pengalaman baru. Sang novelis kemudian menciptakan frasa “beat generation” yang kadang kata “beat” ia artikan sebagai “beatific” (keindahan).
Sebelumnya, Kerouac menerbitkan novel konvensional pertamanya The Town and The City, yang hanya menuai sedikit kritik dan gagal total secara komersial ketika diterbitkan pada 1950 oleh Harcourt Brace setelah tiga tahun menulis dan menulis ulang.
Menyelami Buddha
Dalam buku-buku setelah On The Road, perasaan kesepian dan pencarian menjadi tampak jelas saat sang penulis menyelami Buddha—penulis beat pertama yang mencari inspirasi dari Timur.
Ia menyebut dirinya “pengembara religius” atau “dharma bum”, seperti ia tunjukkan dalam novelnya yang berjudul “The Dharma Bums” pada 1959. Menurut Allen Ginsberg ia adalah “kucing yang unik—Kanada-Prancis Hinayana sarjana Katolik Beat.”
Banyak kritikus menemukan sesuatu yang menggelikan dalam pencariannya akan sensasi dan keselamatan instan di jalan-jalan Amerika. Dalam parodi di majalah New Yorker berjudul “On the Sidewalk”, John Updike menggambarkan dua anak muda yang sedang mengendarai skuter “ke trotoar lebar yang berkilauan” melalui selembar iris. “Renungkan hidran suci itu,” salah satu anak laki-laki memanggil.
Tetapi ada saat-saat ketika On the Road mendapat komentar sosial yang tajam, misalnya ketika Sal Paradise (nama yang diberikan novelis untuk dirinya sendiri) mengembara di wilayah kulit hitam Denver “Saya berharap menjadi seorang Negro, merasa bahwa dunia terbaik yang ditawarkan dunia putih tidak cukup menghibur, tidak cukup hidup, kegembiraan, tendangan, kegelapan, musik, tidak cukup hidup.”
Eldridge Cleaver, penulis kulit hitam, kemudian mengutip periskop ini sebagai titik balik budaya bagi orang kulit putih Amerika.
The Subterraneans, novel Kerouac lainnya, disusun hanya dalam tiga hari. Buku itu diakhiri dengan novelis, di akhir kisah cinta yang tidak bahagia, duduk untuk “menulis buku ini”.
Ia menghindari pergaulan sastra dan menghabiskan sebagian besar tahun-tahun terakhirnya dalam sunyi di tempat-tempat seperti St. Petersburg, Northport, Lousiana, dan kampung halamannya di Lowell, tinggal di sebuah rumah bergaya peternakan dengan ibu yang tidak sah dan istri ketiganya, Stella.
“Ia minum banyak dalam beberapa hari terakhir,” kata istrinya. “Ia sangat kesepian.”
Pertentangan nilai On The Road menimbulkan efek ironis yang membuat Jack Kerouac tampak sebagai penulis yang agak konvensional. Ia tidak menggunakan politik radikal yang menyita perhatian banyak kawan juga pembacanya.
“Saya bukan seorang beatnik. Saya seorang Katolik,” katanya (Times, 12 Oktober 1969—pen.). Ia menunjukkan lukisan Paus Paulus VI kepada pewawancara (Jack McClintock) dan berkata, “Kamu tahu siapa yang melukis itu? Aku.”
Sumber
“Jack Kerouac, Novelist, Dead; Father of the Beat Generation”, Joseph Lelyveld (22 Oktober 1969)
Arsip New York Times
Joseph Lelyveld, jurnalis Amerika Serikat. Eksekutif Editor New York Times 1994-2001. Bukunya Move Your Shadow: South Africa, Black and White, meraih Pulitzer Prize untuk karya non fiksi pada 1986. Buku itu ia susun dari laporan jurnalistik di Johannesburg, Afrika Selatan.