Ikut Nabi, Raih Kebahagiaan Hakiki (1)
Salah satu doa yang sering dibaca orang Islam adalah doa yang berisi harapan akan kebaikan, bukan hanya kebaikan di dunia tapi juga kebaikan di akhirat: Rabbanâ âtinâ fid-dunyâ hasanah wa fil-âkhirati hasanah.
Kebaikan itu artinya kebahagiaan, karena apalah artinya kebaikan bila tidak mendatangkan kebahagiaan. Kebahagiaan itulah yang diharapkan oleh setiap orang, dan khususnya orang Islam, sehingga semua urusannya selalu dalam keadaan baik. Dan kebahagiaan yang diharapkan itu pun bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Apalah artinya kebahagiaan di dunia, bagi seorang muslim, bila di akhirat hidupnya sengsara dan mendapat siksa.
Doa itu kemudian ditutup dengan frase: wa qinâ ‘adzâban-nâr (dan peliharalah kami dari siksa neraka). Ini menegaskan bahwa kebahagiaan yang diharapkan di akhirat nanti adalah kebahagiaan yang sebenar-benarnya dan sempurna, sehingga tidak dicampuri dengan penderitaan. Dengan kata lain, kebahagiaan di akhirat nanti adalah kebahagiaan hakiki yang hanya diliputi berbagai kenikmatan dari segala sisinya. Tak sedikit pun penderitaan, dalam bentuk apa pun, akan menyentuhnya. Dan dalam keyakinan kita, kebahagiaan seperti itu adanya di surga.
Berbeda halnya dengan kebahagiaan di dunia yang kadang diselingi dengan bala dan cobaan. Bahkan di dunia, kebahagiaan tidak akan dirasakan sempurna tanpa melewati cobaan dan penderitaan. Ibaratnya, tidak mungkin kita merasakan manis tanpa pernah merasakan pahit. Semakin besar cobaan yang kita lalui, semakin besar juga kebahagiaan yang akan kita rasakan setelah kita mampu melewati cobaan itu dengan sabar dan tawakal.
Sudah menjadi fitrah manusia untuk selalu berharap hidup nyaman dan bahagia, termasuk kita kaum muslim. Islam mengajarkan kepada kita bagaimana meraih hidup bahagia dan masuk surga. Kuncinya adalah dengan mengikuti Nabi kita Muhammad Saw. Hanya melalui Nabi Saw, Allah memberikan ridha-Nya kepada kita. Memang kita dianjurkan untuk memohon kebahagiaan itu langsung kepada Allah Swt, seperti dalam doa di atas. Namun agar doa kita itu dikabulkan, maka sikap dan perilaku kita pun harus diselaraskan dengan permohonan kita. Tidak mungkin doa kita akan terkabul jika perilaku kita bertolak belakang dengan apa yang kita mohonkan. Misalnya, kita memohon kebahagiaan kepada Allah, tetapi kita sendiri melakukan tindakan-tindakan yang justru membuat diri kita sengsara. Ini tidak boleh terjadi.
Lalu, bagaimana kita menyelaraskan perilaku kita dengan doa yang selalu kita panjatkan ke hadhirat Allah Swt? Ya.. tidak ada cara lain selain mengikuti dan meneladani Nabi Muhammad Saw. Beliaulah orang yang dipercaya dan diutus oleh Allah Swt kepada seluruh umat manusia untuk mengajarkan cara-cara yang benar agar bisa sampai kepada-Nya.
Jalan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw agar kita meraih hidup bahagia dan masuk surga dengan aman sejahtera antara lain adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadis berikut.
Diriwayatkan dari Abu Yusuf Abdullah bin Salam: Ketika Rasulullah Saw datang ke Madinah, orang-orang berlarian ke arahnya. Mereka berteriak, “Rasulullah Saw telah datang… (3 kali).” Lalu aku mendatangi kerumunan itu untuk melihat. Ketika kulihat wajahnya, tahulah aku bahwa wajahnya bukan wajah pendusta. Pesan pertama yang aku dengar diucapkannya adalah beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, sambungkan silaturahmi, shalat malamlah saat orang-orang tertidur lelap, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim)
Dalam hadis ini disebutkan empat hal yang bisa mengantarkan seseorang masuk surga, yaitu:
Pertama: menyebarkan salam.
Salam merupakan kunci pertama diraihnya kasih sayang, dan menyebarkan salam merupakan jalan untuk menumbuhkan kasih sayang di antara kaum muslim. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi Saw bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman, dan kalian tidak dipandang beriman sebelum kalian saling mencintai. Maukah kutunjukkan pada kalian sesuatu yang jika kalian amalkan maka kalian akan saling mencintai? Yaitu kalian sebarkan salam di antara kalian sendiri.” (HR Muslim)
Menyebarkan salam merupakan salah satu kriteria keislaman yang baik. Ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi, “Apakah Islam yang baik itu?” Beliau menjawab, “Memberi makan (peduli pada orang lain) dan memberi salam baik kepada orang yang kamu kenal maupun yang tidak kamu kenal.” (HR Al-Bukhari). Maka, memberi salam kepada orang yang dikenal dan juga kepada orang yang tidak dikenal dapat menghilangkan perasaan terasing dan menjauhkan seseorang dari perilaku tercela, seperti sombong dan merendahkan orang lain.
Salam juga merupakan kekhasan umat Islam, yaitu sapaan yang penuh berkah. Jadikanlah salam sebagai sapaan kita sehari-hari ketika bertemu dengan saudara kita sesama muslim. Menurut hadis, mukmin yang paling baik adalah yang lebih dulu menyapa dengan salam kepada siapa saja yang ditemuinya.
Apalagi jika sapaan salam itu diiringi dengan senyuman dan uluran tangan untuk berjabat-tangan, maka cara seperti ini dapat meluluhkan hati. Bahkan jika hal ini dilakukan oleh orang yang kita curigai maka kecurigaan itu akan hilang, atau jika terselip rasa benci dalam hati kita maka kebencian itu akan pudar.
Lebih dari itu, ditilik dari makna bahasanya, salam juga berarti kedamaian. Maka anjuran untuk menyebarkan salam bukan sekadar dalam sapaan verbal semata. Tetapi itu bisa juga berarti menyebarkan kedamaian kepada semua orang. Ini juga menunjukkan bahwa Islam adalah agama damai dan setiap muslim dituntut untuk menjadi penyebar kedamaian. Inilah makna firman Allah Swt dalam Al-Quran surah al-Anbiya’: 107: wa mâ arsalnâka illâ rahmatan lil-‘âlamîn (tidaklah Kami mengutus engkau [Muhammad] melainkan sebagai kasih sayang bagi semesta alam). Maka kehadiran seorang muslim di mana pun harus menjadi sumber kedamaian bagi siapa saja yang ada di lingkungannya, yaitu tetangga, yang dekat maupun yang jauh, dan juga lingkungan alam di sekitarnya.
Dengan demikian, apa yang digambarkan orang luar Islam bahwa Islam adalah agama teror amatlah jauh dari makna Islam yang sebenarnya. Islam justru datang untuk menyebarkan kedamaian di tengah umat manusia dan menegakkan keadilan di muka bumi. Begitupun jihad yang merupakan salah satu ajaran suci dalam Islam bukan untuk menebarkan ketakutan. Jihad dimaksudkan agar umat Islam selalu hidup dinamis menuju ke arah kehidupan lebih baik, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan yang dilandasi keimanan kepada Allah Swt. Tentu kesejahteraan semacam ini akan melahirkan hubungan yang harmonis, baik di kalangan umat Islam sendiri maupun antara kaum muslim dan bukan muslim, sehingga tercipta kedamaian bagi semua orang. Wallâhu a‘lam. (bersambung)