Bintang Jatuh dan Matahari Pagi di Gunung Masigit
Perpaduan bintang jatuh, suteh, kopi, angin sepoi-sepoi dan juga matahari pagi di Kawah Kukus, Gunung Masigit, Kabupaten Garut, membius saya. Hiruk pikuk pekerjaan, polusi, serta kebisingan kota lenyap begitu saja.
Tiupan angin di Punggung Kawah Kukus, Gunung Masigit, Kabupaten Garut, malam itu cukup kencang. Sementara tiang pancang ditancapkan ke tanah, kain tenda yang telah siap dipasangkan bergeser menjauhi tiang pancang. Namun sebelum bergeser jauh kain tenda tersebut berhasil diraih kembali.
Dalam beberapa menit tenda untuk kapasitas lima orang telah berdiri dengan tidak terlalu kokoh. Posisinya terlihat miring terkena tiupan angin malam yang cukup kencang. Walau demikian, tenda tersebut masih layak untuk dijadikan sebagai penyimpanan semua barang bawaan dan merebahkan diri setelah seharian menyusuri jalur pendakian
Kompor dari spirtus segera dinyalakan. Teko kecil yang telah terisi air segera terpasang di atasnya. Teh manis dengan campuran susu atau penulis lebih suka menyebutnya dengan istilah suteh akan segera tersaji dalam beberapa menit.
Belum sempat gelas stainless kecil itu terisi penuh oleh air yang sudah mendidih, tiba-tiba saya melihat sekelebat cahaya jatuh dari langit Gunung Masigit ke arah pepohonan yang rimbun lalu hilang begitu saja. Kebanyakan orang menyebut hal tersebut sebagai bintang jatuh. Saya sendiri menganggap hal tersebut sebagai hal wajar.
Namun, fenomena bintang jatuh tersebut menjadi hal yang menarik tatkala saya sedang menikmati segelas suteh bersama kawan lainya. Saya melihat kembali fenomena bintang jatuh tersebut. Posisi jatuhnya tidak jauh dari lokasi sebelumnya. Dalam hitungan saya, dari mulai menyalakan kompor spirtus sampai dengan menjelang istirahat di dalam tenda, kurang lebih lima kali menyaksikan dengan mata sendiri fenomena bintang jatuh tersebut.
Bagi saya yang sudah beberapa kali mendaki gunung di daerah Jawa Barat, menyaksikan fenomena bintang jatuh lima kali berturut-turut merupakan pengalaman yang pertama kali. Sepertinya fenomena bintang jatuh ini menjadi bonus yang diberikan oleh alam kepada saya yang lebih memilih mendaki gunung di waktu liburan lebaran dari pada pergi ke tempat wisata yang penuh sesak dan macet parah.
Bagi saya, ada kenikmatan tersendiri ketika menyaksikan fenomena tersebut di tengah angin kawah yang cukup kencang dan ribuan bintang yang berserakan di langit musim kemarau. Rasanya semua kepenatan yang bersemayam pada malam itu sirna untuk sejenak. Hiruk pikuk, polusi, serta berisingnya kota sirna sejenak entah kemana.
Malam dengan bintang yang bertebaran, angin yang kencang, beberapa kali menyaksikan fenomena bintang jatuh serta segelas suteh panas menjadi kenikmatan yang tiada tara dan belum pernah saya rasakan sebelumnya. Baik ketika berada di kota maupun di gunung-gunung yang pernah didaki.
Di Kawah Kukus, Gunung Masigit, fenomena bintang jatuh sebenarnya adalah awalan saja atau serupa ucapan selamat datang dari alam. Kenikmatan menyatu dengan alam berlanjut di keesokan harinya, di mulai dari pagi hari ketika matahari belum memperlihatkan dirinya dan ketika matahari mulai terbit dengan malu-malu.
Di pagi hari sebelum matahari terbit, kira-kira pukul setengah enam pagi, angin malam berganti menjadi angin pagi. Tiupannya tidak terlalu kencang, hampir sama dengan tiupan angin sepoi-sepoi di pegunungan lainnya. Kita bisa melihat Kota Garut terhampar, di atasnya ditutupi kabut tipis, berpadu pemandangan lampu-lampu kota. Menyaksikan fenomena lampu kota yang satu persatu mati hingga kabut tipis benar-benar menjadi pemandangan pagi yang menakjubkan dari Kawah Kukus bagi setiap pendaki.
Setelah kabut tipis benar-benar sirna dari pandangan dan lampu-lampu kota semua telah mati, pagi di Kawah Kukus baru dimulai. Atas saran dari salah seorang kawan, saya bergeser beberapa meter dari depan salah satu puncak bukit di Gunung Masigit.
Dalam sekejap saya sudah berada sekitar setengah kilometer dari salah satu punggung bukit dan tepat berada di salah satu tempat dimana sekelilingnya terdapat asap tipis dari lahar dingin yang telah mengeras dan berubah menjadi belerang berwarna kuning.
Tiba-tiba matahari pagi muncul dari balik bukit yang tidak berada jauh dari lokasi penulis duduk. Inilah salah satu kelebihan menyaksikan matahari pagi di Kawah Kukus dibanding tempat lainnya. Di sini kita seperti benar-benar tidak berjarak dengan matahari yang baru muncul dengan malu-malu tersebut. Kita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sinar matahari pagi tersebut.
Walau agak menyilaukan mata, tapi matahari pagi ini benar-benar membuat pagi di Kawah Kukus betul-betul berbeda dengan matahari pagi di beberapa gunung yang telah penulis daki sebelumnya.
Matahari pagi di Kawah Kukus Gunung Masigit sepertinya menghipnotis saya untuk terus meneguk kopi hingga tegukan terakhir tanpa sadar. Kopi hitam di Kawah Kukus di rasa lebih nikmat dibanding secangkir kopi ketika mengawali rutinitas di kota.
Matahari sudah betul-betul meninggi di Kawah Kukus. Sengatan matahari ditambah hawa panas dari lahar dingin dan asap tipisnya menjadikan suasana terasa menyengat kulit wajah dan bagian tubuh lainnya. Ini sebuah pertanda bawah ritual menikmati pagi sepertinya harus segera diakhiri.
Bagi saya sendiri yang gemar menjelajahi alam, Kawah Kukus beserta perpaduannya telah membuat ketagihan. Di suatu kesempatan nanti saya berencana akan kembali mengunjunginya.
Bagi para pelancong atau yang sekedar menyukai wisata alam, Kawah Kukus bisa menjadi salah satu alternatif tempat yang dikunjungi selain tempat wisata alam yang sudah terkenal.[]