Fb. In. Tw.

Ekspedisi Cerita Prabu Kian Santang

Pada hari Jumat (24/4), saya melakukan sebuah ekspedisi, yang diberi judul “Ekspedisi Cerita Prabu Kian Santang”. Ekspedisi ini, selain karena tugas mata kuliah juga rasa penasaran dengan tokoh Prabu Kian Santang, yang merupakan putra dari Prabu Siliwangi, raja kerajaan Pajajaran.

Sekitar pukul 14.00 WIB, saya berangkat dari daerah Sukaregang (Garut Kota) menuju ke Makam Prabu Kian Santang atau lebih dikenal dengan nama Makam Keramat Godog. Dari Sukaregang, saya menuju ke arah Jalan Raya Suci. Dari jalan raya Suci, saya harus melewati kaki Gunung Suci dengan jarak sekitar 8 km untuk sampai di Makam tersebut. Sepanjang kaki Gunung Suci, terlihat pemukiman warga dan beberapa pabrik (lio) batu bata. Di daerah ini, rata-rata pekerjaan warganya sebagai petani dan pembuat batu bata.

Setelah menempuh jarak sekitar 8 km, akhirnya saya sampai di sebuah gapura yang menunjukan Makam Keramat Godog. Di sekitar gapura itu juga tersedia tempat parkir dan beberapa warung. Setelah mendapatkan parkir, lalu saya disambut oleh anak-anak kecil yang meminta sedekah. Saya cukup bingung, mengapa banyak anak-anak kecil yang meminta sedekah, padahal mereka tinggal di sini, dan ada beberapa anak yang masih memakai seragam sekolah.

Tangga menuju Makam Godog.

Tangga menuju Makam Godog.

Dari tempat parkir, saya harus berjalan kaki untuk sampai ke makam. Jalannya sangat menanjak dan harus melewati puluhan anak tangga. Setelah melewati puluhan anak tangga, akhirnya sampai di komplek makam.

Di sekitar makam udara terasa sejuk dan pemandangannya sangat indah,  menyuguhkan kota Garut. Makam Keramat Godog tepatnya terletak di Kampung Godog Makom RT 01 RW 10, Desa Lebak Agung, Kecamatan Karawang Pawitan, Kabupaten Garut.

Saya kemudian menuju pos pendaftaran ziarah, untuk mencari informan yang bersedia membantu menuturkan kisah Prabu Kian Santang. Setelah bertanya kepada beberapa orang yang berada di pos, saya diberi alamat rumah seorang penasihat Makam Keramat Godog, yaitu Bapak Ahmad Syarifudin. Kebetulan rumahnya terletak di dekat makam. 

Cerita Prabu Kian Santang
Sesampainya di rumah Bapak Ahmad Syarifudin, saya menjelaskan maksud kedatangan saya. Ia sangat antusias menyambut. “Biasanya yang datang ke sini itu bapak-bapak,” ungkapnya.

Bapak Ahmad Syarifudin ketika diwawancarai.

Bapak Ahmad Syarifudin ketika diwawancarai.

Setelah saya mengajukan beberapa pertanyaan, Ia mulai bercerita mengenai Kian Santang. Berikut adalah kisah yang dituturkannya:

Jadi, Prabu Kian Santang datang ke sini (Kampung Godog) pada tahun 1400 Masehi. Prabu Kian Santang datang ke sini tidak sendiri, tetapi ditemani oleh empat sahabatnya yang bernama Santowaan Marjaya Suci, Khalifah Agung, Serepen Agung, dan Serepen Suci.

Maksud Prabu Kian Santang datang ke Godog adalah untuk tafakur atau bertapa. Prabu Kian Santang mendapatkan wahyu. Ia harus membawa sebuah peti yang berisi benda pusaka dan alat-alat khitan (sunat) ke tempat yang sepi. Jika peti itu goyang di sebuah tempat, Ia harus bertapa di tempat itu. Setiap datang ke sebuah tempat, Prabu Kian Santang harus mengganti namanya. Karena jika masyarakat tahu ada Prabu Kian Santang, mereka akan menolak karena tidak mau masuk Islam.

Di Godog, Prabu Kian Santang mengganti namanya menjadi Sunan Rohmat Suci. Ia sudah berkeliling ke semua tempat, tetapi hanya di Godog peti itu goyang. Sehingga tempat itu diberi nama Godeg yang berarti goyang. Seiring berjalanannya waktu, Godeg diganti dengan Godog yang berarti merebus atau mematangkan. Karena ia harus mematangkan atau menyebarkan Islam di daerah itu.

Makam Prabu Kian Santang dan empat sahabatnya.

Makam Prabu Kian Santang dan empat sahabatnya.

Prabu Kian Santang berhasil mengislamkan masyarakat yang berada di Godog. Orang pertama yang masuk Islam di Godog adalah Pager Jaya. Lalu, Pager Jaya diangkat menjadi ajudan Prabu Kian Santang.

Selain menyebarkan agama Islam, Prabu Kian Santang juga mampu menghilangkan ilmu kekebalan. Ketika Prabu Kian Santang mengkhitan laki-laki yang masuk Islam awalnya tidak mempan. Tetapi itu bisa diatasi dengan cara Prabu Kian Santang memandikan yang akan dikhitan di Sungai Cikawedukan. Arti Cikawedukan adalah Ci berarti air dan Kawedukan berarti kekebalan. Sungai Cikawedukan memang berada di Godog.

Prabu Kian Santang menyebarkan Islam tidak dengan cara kekerasan, tetapi melalui seni, adat istiadat, dan lain-lain. Salah satu kesenian yang diwariskan dan masih dipertahankan adalah Seni Rudat. Seni Rudat biasa ditampilkan di berbagai acara kesenian, juga ketika acara Ngalungsurkeun Pusaka.

Ngalungsurkeun Pusaka adalah acara untuk membersihkan benda-benda pusaka yang terdapat di peti milik Prabu Kian Santang. Hanya saat Ngalungsurkeun Pusaka, isi dalam peti dapat dilihat oleh semua orang. Ngalungsurkeun Pusaka biasanya dilaksanakan setiap 14 Maulid di Makam Keramat Godog. Selain untuk membersihkan benda-benda pusaka, juga untuk memberi penghormatan dan mendoakan Prabu Kian Santang.

*

Demikian hasil ekspedisi saya. Setelah berpamitan dengan Bapak Ahmad Syarifudin, saya memutuskan untuk kembali lagi ke Sukaregang. Pada saat perjalanan pulang, saya tersadar bahwa saya telah mengunjungi Godog ditemani oleh empat teman saya, yaitu Fasya, Rinda, Zahro, dan Eka.[]

KOMENTAR

Reporter magang buruan.co. Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI. Anggota ASAS UPI.

You don't have permission to register