Cita Rasa Tuan Hasta
Petter adalah seorang lelaki yang nakal ketika masih anak-anak. Ia sering mengganggu tetangganya. Menelpon kepada polisi bahwa di rumahnya terjadi sesuatu. Polisi datang dan ternyata di rumah tetangganya tidak terjadi apa-apa. Petter mengintip dari jendela dan ia tertawa terbahak-bahak. Nakalnya semakin menjadi. Terutama setelah ia ditinggalkan selama-lamanya oleh ibunya.
Ketika dewasa, Petter mengarahkan kenakalannya lewat imajinasi. Imajiasinya sangat liar bahkan kadang tidak dapat terbendung oleh dirinya sendiri. Petter kemudian menjadi juru dongeng untuk para penulis. Dongeng-dongeng Petter banyak dibeli oleh penulis, hingga ia kemudian mendirikan Writer’s Aid. Dari sana Petter mendapatkan uang yang lumayan. Ia tidak bekerja sama sekali, hanya menjadi juru dongeng untuk para penulis yang buntu ide dan kreativitas.
Untuk menyamarkan namanya, Petter dikenal dengan sebutan “si Laba-Laba” pada kalangan pembeli ide. Petter sendiri sangat terobsesi dengan ceritanya tentang seorang putri sirkus yang bernama Panina Manina.
Saya mendapatkan cerita Petter dalam buku Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng Karya Jostein Gaarder. Cerita yang dibangun mengingatkan saya pada kotak cina, dalam kotak terdapat kotak lagi dan kotak lagi. Begitu pula cerita yang dibangun oleh Gaarder terdapat cerita lagi dan cerita lagi. Atau saya lebih senang dengan istilah cerita di atas cerita.
Cerita di atas cerita saya temukan pada buku Rahasia Dapur Bahagia karya Hasta Indriyana. Hasta sebagai seorang penyair mengolah tradisi lisan menjadi sebuah cerita. Hasta sebagai juru dongeng mendapat mendapat rangsangan cerita dari pengamatan serta pengalamannya terhadap cerita tersebut. Oleh sebab itu, Hasta menjadi bagian dalam cerita itu sendiri.
Aku lirik pada puisinya tidak bekerja sebagai juru dongeng, bahkan kadang aku lirik pada kisah yang dibuatnya lesap. Yang tampak adalah seorang penyairnya. Seperti yang saya sampaikan di atas, penyairnya yang kemudian larut pada kisah yang sedang dibuatnya, bukan aku lirik. Sehingga puisi-puisinya (seperti) kuat pada wilayah narasi. Terutama penyairnya memilih dengan gaya penulisan yang liris.
Ketiadaan Aku Lirik Pada Puisi
Buku Rahasia Dapur Bahagia dibuat menjadi 3 bagian. Bagian pertama Rahasia, penyair menarasikan ulang cerita-cerita yang diketahui serta dialaminya dengan sudut pandang kuliner. Kuliner dikonversi menjadi bagian sangat penting dalam cerita yang disuguhkan pada pembaca.
Selain itu, masih bagian pertama, saya menemukan pula bahwa kuliner bukan sekadar penghilang haus dan lapar. Lebih jauh dari itu, kuliner sebagai adab (tatakrama). Kuliner adalah bagian tidak dapat terpisahkan dalam kemajuan budaya. Pola-pola kuliner menjadi bagian penting dalam budaya dijelaskan lewat cerita yang dibangun oleh penyair dengan sangat cermat. Ini terdapat pada puisi yang berjudul “Wara Surendra”, “Di Pendapa Datuk Bahni”, “Persinggahan”.
Kecermatan dalam menulis, tentunya dilandasi dari kecerdasan seorang penyair mengolah ide yang dituangkan lewat bahasa sederhana yang menarik. Bahasa yang tidak bertendensi apa-apa, bahasa hanya sebagai penyambung ide semata. Alhasil, ide yang disampaikannya diterima oleh pembaca.
Kemunculan Aku lirik
Pada bagian kedua, diberi sub judul Dapur. Di sini penyair mengangkat wilayah-wilayang personal yang dialaminya terhadap kuliner. Aku lirik muncul sebagai penegas, bahwa apa yang dihayati dari kuliner ini adalah pengalaman empirik.
kuliner dibangun dari ingatan oleh seorang penyair, ditegaskan oleh aku lirik. Sehingga ketika membaca puisi pada bagian ini, saya seakan diajak bertamasya kuliner di setiap daerah. Saya mendapatkan sejarah serta filosofi dari kuliner tersebut. Seperti pada puisi “Jenang 2 Warna”, “Papeda Kuah Kuning”, Pepes Belida”, “Ayam Tangkap”, dll.
Saya menemukan kebiasaan orang-orang dalam menciptakan cita rasa di suatu daerah dari puisi yang berjudul “Lidah Kaget”. Pada puisi ini bagaimana budaya mengkontruksi kebiasaan citra rasa masyarakat menjadi berbeda.
Kemudian pada puisi yang berjudul “Nasi Kuning”, saya menemukan konsep silaturahmi. Di mana seorang yang baru pindah dan menempati tempat baru menjalin silaturahmi dengan mengantarkan nasi kuning pada tetangga.
Sedangkan pada bagian ketiga, diberi sub judul Bahagia. Proses kebahagiaan dalam sudut pandang aku lirik bukan lagi lahir dari kuliner. Kuliner hanya bagian penyerta kebahagiaan.
Kuliner pada bagian ketiga sudah bukan sebagai fokus utama. Bagian ketiga ini lebih personal daripada bagian kedua. Sebab kebahagiaan aku lirik belum tentu bahagia untuk orang lain. oleh karena itu, puisi pada bagian ketiga lebih mengarah pada autobiografi. Namun tetap dapat memberikan kabar yang menarik untuk pembaca.
Peran Ibu
Kecerdasan Petter tidak dapat lepas dari peran ibunya. Begitu pula ibunya sangat mencintai Petter. Ketika ibunya meninggal, Petter mengalami pukulan keras. Namun dari sana kedewasaan Petter muncul. Ia hidup di aparteman sendiri dari kecil. Imajajiasi-imajinasinya kemudian tidak dapat lepas dari sosok seorang ibu. Begitu pula dengan Hasta.
Peran ibu pada sosok Hasta sangat penting. Saya dapat merasakan bagaimana ia dekat sekali dengan ibu dari puisi-puisinya. Ramuan masakan ibu mengalir pada diri Hasta dalam menulis puisi. Pas dan enak untuk dinikmati sebagai sajian.
Ibu menjadi inspirasi kreatif seorang Hasta. Spirit ibu sangat kental pada dirinya. Terutama ketika saya membayangkan bagaimana penyair bermain di dapur, melakukan aktivitas di sana. Bercanda, menggerutu, hingga melakukan aktivitas lain tidak dapat terduga oleh saya.
KOMPOR
Apa kabar kompor?
Ini malam ingin kukenang kau
Bagaimana dulu tiap bulan
Membongkar wadah minyak tanah
Mengulur sumbu dan memotong
Pucuknya yang arang dan ringkih
Setelan sumbu harus licin tak mampat
Oleh karat. Semua bagian dilap mengkilap
Hingga ibu mengulum senyum
Tangan ini puluhan tahun sudah
Tak terendam minyak tanah
Itu sebab negara kelewatan mengolah
Minyak bumi
Pada akhirnya kini, aku
Menuliskanmu juga dalam larik
Puisi sederhana. Betapa dari ujung
Benang menyala itu telah
Menggenangkanku pada segala
Masakan ibu
Cimahi, 2013
Petter bukan Hasta dan Hasta bukan Petter, namun kedua orang ini saya kagumi. Kedua orang ini memberikan cerita dari imaji-imaji yang tidak terduga.
Menjadi penting untuk direnungkan adalah Hasta sabar dalam memilah ide, sehingga apa yang terdapat pada puisinya menjadi beragam oleh ide yang muncul dari kuliner. Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang memang sudah banyak makan asam garam kepenulisan.[]