Berkurban di Perantauan
Tak ada rotan, akar pun jadi. Belum ada masjid, halaman stadion sepakbola pun dijadikan tempat untuk melaksanakan shalat Idul Adha. Begitulah kira-kira pemandangan pada Minggu pagi, 5 Oktober 2014. Sekira pukul tujuh, para mahasiswa sudah berkumpul di halaman stadion sepakbola di kampus Universitas Mae Fah Luang, Chiang Rai—Thailand.
Sebelum ibadah dimulai, ada penjelasan mengenai tata cara ibadah dan rencana kunjungan ke kampung Muslim di Pangsa, sebuah perkampungan di dekat perbatasan Thailand dan Myanmar. Dan sebelum pukul delapan, shalat Id pun dimulai. Yang menjadi imam dalam shalat Id adalah Fitree Maming, seorang mahasiswa tingkat akhir yang berasal dari daerah selatan Thailand. Maka tidak heran ketika memberi khotbah, dia menggunakan dua bahasa, Thailand dan Melayu.
Khotbah bilingual ini tentunya sedikit membuat lega para mahasiswa Indonesia yang “baru datang” ke Thailand, karena pengetahuan mereka tentang bahasa Thailand masih minim.
Selepas ritual dilaksanakan, Jemaah pun bersiap menuju Pangsa dengan “Song Tew” (sejenis angkot). Menurut Muhammad Khalid Wardana, mahasiswa Indonesia yang juga merupakan pengurus Muslim Community di Universitas Mae Fah Luang, tadinya mereka akan menggunakan dua song tew saja. Tetapi karena banyak yang ingin ikut, akhirnya beberapa song tew pun disewa agar semua bisa ikut ke Pangsa, bersilaturahmi dengan saudara-saudara di Pangsa.
Di Pangsa, mereka melihat ritual setelah shalat Id, yaitu pemotongan hewan kurban. Di sini, umat Muslim biasanya menyembelih lembu, bukan domba, sapi atau kerbau. Mungkin, karena faktor ketersediaan saja sehingga mereka lebih memilih lembu dibanding domba, sapi atau kerbau.
Setelah disembelih dan dibagi dalam kantong plastik, daging pun diedarkan dan dibagikan kepada warga di sekitar kampung. Masih menurut Khalid, yang mendapat daging tidak hanya yang Muslim, yang non-Muslim pun mendapat bagian daging.
Selain di kampus Mae Fah Luang dan di Pangsa, ritual Idul Adha pun dilaksanakan di beberapa titik di Thailand. Di antaranya di Phitsanulok, sebuah provinsi yang letaknya kurang lebih berada di Thailand bagian tengah. Hal tersebut diinformasikan teman saya, Robertus Pujo Leksono yang juga mengajar Bahasa Indonesia di Universitas Nareswan.
Di Phitsanulok, mahasiswa Indonesia melaksanakan shalat Id di masjid Pakistan. Mesijd itu dinamakan demikian karena yang membangun masjid tersebut adalah orang Pakistan. Sehingga shalat Id pun diselenggarakan menurut tradisi Muslim Pakistan, entah bedanya apa, tetapi secara umum pasti sama dengan tata cara shalat Id di seluruh dunia.
Di sini, para mahasiswa memang hanya melihat saudara-saudara mereka berkurban. Tapi dalam pemahaman saya, mereka pun telah berkurban dengan melepaskan waktu dan kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga demi hari depan berbinar terang. Happy Ied Mubarak, Bro n Sist.[]
Sumber foto: Yussak Anugrah dan Robertus Pujo Leksono