Belajar Pantang Menyerah lewat “The Revenant”
Sebuah peluru laras panjang diarahkan kepada seekor rusa di tengah hutan yang basah, dan boom. Kemudian beberapa menit berikutnya kita disuguhkan pada pertempuran berdarah. Anak panah menancap di punggung, leher, kepala. Belum lagi adegan bacok membacok. Hi… darah berceceran di mana-mana. Pembuka film yang ngeri dan tegang sekaligus meyakinkan.
The Revenant (2015) sekilas tampak seperti sebuah film tentang berburu. Orang-orang yang melakukan perburuan tadi diketahui sebagai militer Amerika (meski tidak jelas apakah militer resmi atau bukan). Dan, orang-orang berkuda adalah suku Indian. Tampaknya film akan berjalan dengan saling kejar-kejaran antara dua kelompok tadi dan berakhir dengan pertempuran besar antara keduanya.
Namun kemudian kita dihadapkan pada adegan ngeri, bahkan lebih ngeri, ketika salah seorang dari mereka yang ditugaskan sebagai petunjuk arah, bernama Hugh Glass (Leonardo Dicaprio), diserang beruang grizzly super besar. Ia dibanting, dicakar, dicekik, ditindih sampai hampir tewas. Semua orang mengira ia akan mati, tapi dengan kegigihannya ia berjuang untuk terus hidup. Dari sini kita mulai tahu bahwa film ini tak sekadar tentang berburu, tetapi lebih dari itu adalah tentang bertahan hidup, harga diri, dan kasih sayang seorang ayah kepada anaknya.
Alejandro Gonzales Iñárritu hadir kembali dalam The Revenant setelah tahun lalu sukses memborong tiga piala Oscar lewat dark comedy cerdas Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance). Sutradara ini sekali lagi menunjukkan kelihaiannya dalam memvisualisasikan adegan dan mengarahkan para pemain. Adegan-adegan berdarah tampak nyata dan membuat kita meringis berkali-kali. Melalui para aktornya kita pun ikut larut dalam cerita. Siapa yang tidak tersentuh melihat hubungan ayah-anak Glass (Dicaprio) dan anaknya Hawk (Forrest Goodluck). Mereka memperlihatkan rasa saling memiliki yang kuat dan dalam.
Leonardo Dicaprio sekali lagi membuktikan ia semakin dewasa dan matang dalam berperan. Meski dalam film ini ia jarang berdialog, tapi kita mampu merasakan kesakitan dan kesedihan hingga amarahnya yang memuncak. Tapi jangan harap melihat ia ganteng dengan mata birunya yang jenaka di film ini. Wajah kekanakkannya sudah lama menghilang setelah kita melihatnya terakhir kali di Catch Me If You Can (2002) barangkali. Selain itu kredit juga wajib diberikan kepada Tom Hardy yang memerankan Fitzgerald yang kejam dan manipulatif.
Dalam gelaran Piala Oscar tahun ini, The Revenant memimpin perolehan nominasi dengan 12 nominasi termasuk Best Picture, Best Director, dan Best Actor. Sebelumnya Iñárritu dan Dicaprio sudah Berjaya di ajang Golden Globe. Tidak mustahil akan terulang untuk Oscar. Khusus untuk Leonardo Dicaprio, meski saya mengidolakan Eddie Redmayne yang dinominasikan untuk perannya sebagai transgender pertama di The Danish Girl (disutradarai Tom Hooper), saya berharap ini saatnya bagi Leo berjaya. Toh, acting-nya meyakinkan. Sudah cukup ia menunggu setelah enam nominasi untuk peran-peran yang berbeda dan menantang. Enam nominasi, bayangkan!
Jika tidak suka adegan-adegan kekerasan vulgar, sebaiknya berpikir ulang menonton film ini. Pertumpahan darah dan adegan makan binatang buruan mentah-mentah memberikan kesan “jijik” tersendiri bagi saya yang jarang menonton film genre seperti ini. Tapi sebagai karya bagus dan serius, film ini sayang untuk dilewatkan. Pelajaran pentingnya adalah bahwa selama kita masih bisa bernapas, kita harus tetap berjuang bagaimanapun susahnya itu. Hai guys, jangan pernah menyerah![]