Batu Karembong Dayang Sumbi
Benarkah ketika Dayang Sumbi lari dikejar Sangkuriang karembong-nya (selendangnya) terjatuh dan menjadi batu? Karena Malin Kundang dikutuk ibunya menjadi batu, Bandung Bondowoso mengutuk Loro Jongrang menjadi batu.
Tim ekspedisi Rumah Baca Taman Sekar Bandung pada Minggu (18/1/2015) mencari Batu Karembong Dayang Sumbi di Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda, Dago Pakar, Bandung. Perjalanan mencari Karembong Dayang Sumbi relatif lama, dalam perjalanan kami mengamati apa yang ada di sekitar. Seperti flora, fauna, serta batuan yang kami temukan selama perjalanan. Selain itu, kami juga menguji kompas alam, seperti membuktikan posisi lumut dan sarang laba-laba pada pohon.
Menurut buku Bandung Purba karya T. Bachtiar dan Dewi syafriani, bahwa Batu Karembong Dayang Sumbi ditemukan tahun 2010 akhir oleh seorang pemancing. Pada waktu itu, aliran air di sungai Ci Kapundung sedang besar dan deras sehingga menggerus tanah dan muncul batu tersebut. Awalnya, batu tersebut dianggap oleh pemancing sebagai tulisan kuno (prasasti). Setelah dilihat oleh tim peneliti, ternyata batu yang dianggap tulisan nenek moyang adalah lava Pahoehoe.
Kami ingin segera sampai ke Batu Karembong Dayang Sumbi, namun tetap ada yang selalu memperlambat langkah. Lagi-lagi keeksotikan Taman Hutan Raya, dari jalan yang kami lalui apabila melihat ke bawah, aliran sungai Ci Kapundung terlihat seperti lekukan ular yang panjang. Cuaca memang tidak terlalu cerah, namun tetap indah untuk para fotografer dalam mengabadikan momen.
Batu Karembong Dayang Sumbi berasal dari lava gunung Tangkuban Perahu 41.000–48.000 tahun yang lalu. Lava tersebut mencapai suhu 1.100 – 1.200 oC dengan kandungan gas yang sangat kecil. Lava Pahoehoe (kata Pahoehoe diserap dari bahasa Hawaii dan diperkenalkan sebagai istilah teknis dalam geologi oleh Clarence Edward Dutton yang artinya lembut) banyak terdapat di Hawaii. Di Indonesia sendiri, lava ini ditemukan di Bandung Utara atau di kawasan Taman Hutan Raya. Apabila lava ini hasil dari letusan Gunung Tangkuban Perahu, masih berkemungkinan dapat ditemukan lagi jenis lava ini di sekitar aliran/jalur lelehan lava Gunung Tangkuban Perahu.
Jalanan terjal serta licin berada di depan kami. Pandangan kami tertuju pada Batu Karembong Dayang Sumbi. Semua rintangan dilewati, karena tujuan kami adalah batu tersebut. Sebelah kiri jurang sedangkan di sebelah kanan tebing yang sangat tinggi. Tidak ada jalan lain untuk mencapai batu tersebut.
Suasana di Batu Kaembong Dayang Sumbi sangat sepi (tidak ada pengunjung), mungkin jalan menuju ke batu itu susah untuk dilalui atau memang tidak ada hal yang menarik untuk para pengunjung yang datang ke Taman Hutan Raya.
Terlepas dari ilmu geologi, di Jawa Barat terdapat legenda Gunung Tangkuban Perahu. Sangkuriang seorang anak yang mencintai ibunya Dayang Sumbi. Ketika Sangkuriang tidak berhasil dengan syarat yang ditentukan oleh Dayang Sumbi, Sangkuriang mengejar Dayang Sumbi karena cintanya yang begitu besar. Karembong-nya terlepas, Dayang Sumbi hilang di gua Sangyang Poek.
Mungkinkah Batu Karembong Dayang Sumbi ini sempat ditemukan oleh orang tua kita di jaman dulu, kemudian mereka mengadaptasi cerita (mimesis) dari realitas sosial yang terjadi pada jaman dulu dengan tujuan menjaga lupa dengan sambung spirit budaya tanah Sunda. Yang jelas banyak misteri pada batu Selendang Dayang Sumbi ini.
Seperti yang saya tuliskan di atas, benarkah Dayang Sumbi lari dikejar Sangkuriang selendangnya terjatuh dan menjadi batu? Karena Malin Kundang dikutuk ibunya menjadi batu, Bandung Bondowoso mengutuk Loro Jongrang menjadi batu. Serta banyak cerita lain yang ujungnya menjadi batu. Mengapa batu, bukan logam atau tanah? Yang jelas semuanya adalah legenda-legenda yang beredar pada masyarakat Indonesia.
Penemuan Batu Karembong Dayang Sumbi adalah aset untuk Bandung, Jawa Barat, Indonesia, bahkan dunia. Karena batu ini salah satu pintu masuk ke peradaban Bandung Purba.
Selama kurang lebih dua jam kami berada di Batu Karembong Dayang Sumbi untuk mengamati dan membersihkannya dari tanah dan daun-daun, kami harus segera melanjutkan perjalanan ke Curug Omas di Maribaya untuk melihat pertemuan sungai Ci Gulung dan Ci Kapundung, yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari sini.[]
Sumber foto: Dokumentasi Rumah Baca Taman Sekar Bandung