Bandung Kota Musik: Omat Edankeun!
Dari Hati ke Hati. Inilah event Titik ke-5 dari rangkaian “Festival Musik 7 Titik – Bandung Pasti Asyiik” yang diinisiasi oleh komunitas Musisi Bandung Pisan (MBP). Bertempat di Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang, Rabu (18/5/2016). Secara historis musik kota Bandung, Bumi Sangkuriang merupakan salah satu venue yang menjadi saksi perjalanan musisi kota Bandung sejak jaman baheula sampai sekarang.
“Festival 7 Titik – Bandung Pasti Asyiik” merupakan kegiatan musik yang bertujuan untuk menyebarkan energi dalam seni musik di kalangan masyarakat dan dapat diakses secara gratis.
“Bandung dilihat dari peta seperti titik-titik. Sebetulnya yang namanya musik tidak hanya berkumpul disatu venue saja, tapi harus disebarkan dan terakses oleh masyarakat. Gambarannya seperti Sapporo Festival di Jepang, dimana musik tersebar di seluruh kota dan gratis. Yang kita pakai adalah bukan tempat yang besar tapi tempat yang secara konsiten menghadirkan musik. Seperti di Butterfield, Cafe Halaman dan kita juga memakai ruang publik seperti di taman-taman. Tempat ini-Bumi Sangkuriang- juga merupakan tempat klasik dan bagian sejarah musik kota Bandung. Kita ingin menyebarkan, tidak hanya kumpul disatu titik,” jelas Imelda Astri Rosalin, salah satu penggagas kegiatan ini yang juga merupakan saudari dari Dewi “Dee” Lestari dan Arina Mocca.
Helatan Titik ke-5 kali ini bertujuan mempertemukan seluruh insan musik kota Bandung, dari sektor pelakunya (musisi) hingga pecinta musiknya (audience), dari beragam latar belakang, usia, genre, komunitas, dan kelompok musik. Musisi yang hadir seperti, Iskandar Rollies, Trie Utami, Pochang, Joe P-Project, Purwacaraka, Dwiky Darmawan, Candil, Achmad Marin, Ebieth Beat A, Budi Dalton, Man Jasad, komunitas Country Bandung dan yang lainnya. Pertemuan ini diharapkan dapat mencapai sebuah langkah strategis untuk dunia musik kota Bandung kedepannya. Seperti yang diucapkan oleh Purwacaraka di sesi konferensi pers bahwa kondisi seperti ini harus dimanfaat dengan baik oleh kawan-kawan musisi.
“Senang sekali dapat hadir dalam kegiatan ini, yang tua dan muda semua datang. Kondisi seperti ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh semua elemen agar industri kreatif musik kota Bandung terus bergulir. Sehingga pencanangan Bandung Kota Musik bukan hanya wacana saja,” ucap Purwacaraka.
Komunitas Musisi Bandung Pisan (MBP) menggelar kegiatan Festival Musik 7 Titik ini sebagai langkah konkret dalam menyikapi pencanangan Bandung Kota Musik yang pernah dilontarkan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, agar hal tersebut tidak hanya sekadar wacana saja. Justru kegiatan ini dapat melengkapi dan memperkuat wacana tersebut terelalisasi dengan baik walaupun sikap pemerintah dirasa kurang apresiatif terhadap pembangunan musik kota Bandung.
“Saya sebagai perwakilan dari kalangan muda, merasakan bahwa pemerintah kurang apresiatif terhadap musik kota Bandung. Contoh, tempat apresiasi yang kurang memadai dan izin yang mahal. Bagaimana musisi bisa berkarya jika bikin musik itu sendiri sangat susah dalam izin dan tempat apresiasi sangat kurang?” tutur salah salah satu pendiri FFWD (Fast Forward) Records yang sukses mengorbitkan Mocca dan The S.I.G.I.T, Achmad Marine.
Pencanangan “Bandung Kota Musik” akan semakin terealisasikan terutama pada tahun 2017. Bandung akan menjadi tuan rumah dari International Jazz Day, acara yang tiap tahun diusung oleh UNESCO. Hal itu disampaikan oleh Dwiky Darmawan, yang ditunjuk oleh UNESCO sebagai duta Jazz internasional.
“Insya Allah, April 2017, Bandung akan menjadi tuan rumah perhelatan International Jazz Day. Bapak Anies Baswedan dan UNESCO telah menyetujuinya. Musisi-musisi dunia akan diundang hadir. Sekarang tinggal musisi-musisi di Bandung bersatu untuk menyukseskan perhelatan ini. Karena konsep yang saya akan bawa bukan hanya Jazz saja, tapi seluruh genre musik akan dihadirkan,” jelas Dwiky Darmawan.
Dipandu MC, Joe P-Project dan Trie Utami, helatan kali ini juga memberikan akses kepada setiap genre musik untuk menyuguhkan penampilan terbaiknya. Seperti, Etuzi (Pop Instrumental), Anime String Orchestra (Orkestra), Ditto Ditti (Country), Asynaf Techno (Techno), Sahara (Rock), Brown Sugar (R&B), Juju dan Kodel, Imelda Rosalin and Friends (Jazz), Purwacaraka and Friends (Pop/Jazz) Rajah (Tradisional), Protonema (Pop Progresif), Java Jive (Pop/Jazz), dan Wachdach (R&B/Funk). Sayang salah satu pengisi acara, Pidi Baiq, Imam Besar The Panas Dalam, tidak hadir.
Rajah yang berformasikan, Trie Utami (Sinden), Budi Dalton (Pengiring), Hari Pochang (Harmonika) dan Man Jasad (Karinding) membawakan salah satu tradisi adat Sunda, Mipit Amit, sukses membuat waas pengunjung yang hadir. “Waas pisan. Bulu kuduk saya sampai merinding,” kesan Joe P-Project.
Kehadiran Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, yang ditunggu-tunggu tak disia-siakan oleh panitia untuk memberikan tanggapan terhadap keluhan tentang wacana Bandung Kota Musik.
“Tugas Pemerintah hanya dua. Pertama, mempermudah akses. Kedua, memberi uang. Untuk tempat apresiasi, pemerintah provinsi sedang menyiapkan gedung konser bertaraf internasional di Cikutra seluas 3 hektare. Saya mengajak kawan seniman musik untuk turut telibat dalam pembangunan gedung tersebut. Memberikan ide dan gagasannya. Nah, untuk permasalahan ijin, saya akan memasang hotline yang dapat dihubungi ketika menghadapi permasalahan ijin. Pokoknya wacana Bandung Kota Musik harus terealisasi. Omat edankeun! Tong dieureunkeun!” kata Ridwan Kamil.
Di akhir acara, pegunjung diajak berdansa ria bersama alunan lagu dari Wachdach yang berduet dengan musisi legendaris, Iskandar Rollies.
“Acaranya meriah dan saya juga berharap setelah ini musisi kota Bandung baik yang senior dan yang muda menjadi bersatu untuk pecanangan Bandung Kota Musik,” kesan salah satu penonton sekaligus personil Tataloe Music Center (Trash Percussion), Fachri.[]