Annual Jeprut, Jeprut Permanen Bandung
Mulai dari 31 Oktober-21 Desember, Bandung akan diramaikan oleh aksi-aksi jeprut (gila) para seniman Bandung. Aksi ini merupakan rangkaian Annual Jeprut, Jeprut Permanen yang dilakukan para seniman Bandung .
Dengan dikuratori oleh Tisna Sanjaya para seniman dan grup yang berpartisipasi dalam kegiatan ini antara lain Nanu Muda, RSB, Wawan Husin, Heri Dim, Ine Arini, Isa Perkasa, Rahmat Jabaril, Gerbong Bawah Tanah, Diyanto, Yusef Muldiyana, Marintan Sirait, Tita Rubi, Ke’ruh, Nandang Gawe, Arahmaini, dan Invalid Urban.
Dibuka dengan aksi tumpeng, sajen dan ngukus oleh Nanu dan RSB di halaman Gedung sate, lantas acara pun dibuka keesokan harinya di Sanggar Olah Seni (SOS) Babakan Siliwangi Bandung.
Hari Minggu 2 November 2014, dua aksi seniman dimulai. Wawan Husin melakukan jeprut berjudul “Doa Nuh” di hulu sungai Cikapundung. Sementara Heri Dim dan Ine Arini melakukan tarian dan sujud di antara puing-puing reruntuhan Palaguna dengan judul jeprut “Beri Kami Paru-paru Bukan Mall dan Pertokoan”.
Keesokan harinya aksi Isa perkasa dimulai di Kebun Binatang Bandung. Jeprutnya yang berjudul “Bekerja di Kandang Monyet” akan dilakukan setiap hari seperti bekerja atau ngantor dari pukul 09.00-16.00 sampai tanggal 7 November 2014.
Aksi yang sama jeprutnya dilakukan Rahmat Jabaril dengan judul “Audiensi” pada hari Selasa 4 November 2014. Ia melakukan aksi menunggangi kuda dengan teamnya yang berpakaian resmi sekaligus nyentrik. Rahmat sendiri menggunakan topi pot berhias tanaman kering. Ia meminta beraudiensi dengan anggota DPR mengenai Peraturan Gurbenur Jawa Barat No. 58 Tahun 2011 tentang Kawasan Bandung Utara. Hadir pula dalam aksi itu Dadan Ramdan, ketua WALHI Jabar.
Sementara Diyanto memulai aksinya pada tanggal 5 November, dengan berjalan dari Jl. Jajaway No. 07 sampai Dago Tea House sambil membawa 34 bantal kapuk. Terinspirasi dari frasa ‘ini bantal untukmu, jangan sedih’ dalam salah satu puisi Afrizal Malna, Diyanto merespon masyarakat sepanjang perjalannanya untuk menulis keresahannya di bantal-bantal yang ia bawa dan di ujung perjalanan, ia menjadikan bantal-bantal itu menjadi kasur yang ia tiduri. Ia menamai aksinya “Kabinet Bantal”.
Pada tanggal 7 November 2014, di Taman Fotografi, Yusef Muldiyana akan menampilkan aksinya yang berjudul “Waras Kotaku, Waras Negeriku”. Malam harinya, Marintan Sirait akan melakukan perform di sekitar halaman rumahnya di daerah Dalem Wangi-Komp. PPR-ITB Dago Bengkok.
Nandang Gawe dan Invalid Urban pada tanggal 8 November akan membawa gerobak berjalan dari STSI ke Taman Sari dengan judul aksi “Pelancong Negeri Balangbuntal: Lahan Kita Kian Sempit atawa Hijrah Kemana Saja”.
Tidak hanya aksi-aksi jeprut, diskusi tentang jeprut pun dilakukan untuk merangkum aksi-aksi yang telah dilakukan. Diskusi ini akan meluncurkan buku Jeprut Permanen dan penayangan video dokumentasi karya, oleh Iwan Ismael dan Kampret Syndicate.
Jeprut sebagai sebuah perform art Bandung adalah respon terhadap Bandung sebagai ruang publik dan ruang para seniman Bandung hidup. Mereka melakukan kritik terhadap pemerintah dan masyarakat Bandung dengan kesenian. Dari sini barangkali seniman menjadi dekat dengan masyarakat dengan caranya masing-masing, tentunya sebagai seorang seniman.[]
Sumber foto: Zulfa Nasrulloh