Amerika Latin, Cile dan warisan Victor Jara
Ingatan bersama akan Amerika Latin tak bisa lepas dari keindahan. Keindahan gaya bermain bola a la Brazil atau Argentina yang telah melegenda tentu tak sesiapa jua mengingkarinya. Dari olahraga ini telah lahir jenius-jenius kinestetika yang mengagumkan.
Sisi lain dari Amerika Latin adalah sisi seni dan politik. Dalam khazanah sastra kita kenal nama-nama kahot yang masyhur macam Jorge Luis Borges, Gabriel Garcia Marquez, atau Pablo Neruda. Dari sisi politik, siapa tak kenal Castro dan Guevara dari tanah Kuba yang kiri, atau Otoriterisme era Pinochet di Cile.
Alkisah, ada nama terselip dari ranah Benua tersebut. Dialah Victor Jara. Nun di Cile, pada satu masa 1973 dalam suatu kudeta militer. Dia ditangkap dan ditahan untuk kemudian dipukuli sampai mati oleh para penjaga. Dalam akhir ajalnya dia menyanyikan Venceremos, lagu kampanye presiden Cile, Allende, 1970.
Siapa Victor Jara? Arief Budiman dalam sebuah catatannya pada tahun 1990 pernah menulis bahwa Victor Jara begitu populer pada jamannya. Tak hanya buat orang Cile, namun Amerika Latin. Jara dikenal karena acap menyampaikan penderitaan rakyat kecil dalam lagu-lagunya.
Maka ketika Salvador Allende terpilih sebagai presiden Cile, Jara adalah kekuatan politik lewat seni yang cocok dengan program-program pemerintah yang berpihak pada rakyat jelata. Jara adalah sebuah penyuara realita ketidakadilan sosial.Hingga nyawanya pun ia korbankan.
Bob Dylan dan Joan Baez pun pada tahun 1960-an menulis lirik lagu tentang protes sosial. Namun Jara tetap terasa sebagai sosok yang berbeda. Kala kita baca beberapa sumber, akan kita temukan betapa kompleksnya profesi Victor Jara ini: Penyanyi, penulis lagu, penyair, sutradara teater, seorang akademisi di Universitas, sekaligus aktivis sosial. Ia bersahabat tak hanya dengan presiden Allende, namun juga dengan penyair Pablo Neruda, bahkan Jara membuat lagu untuk puisi Neruda.
Jara yang lahir dari keluarga illiterat itu telah terbiasa bekerja keras di ladang sebagai petani sejak usia 6 tahun. Namun gairah seni pun tumbuh dari sang ibu yang mengajarinya langsung, bermain gitar atau piano untuk repertoar lagu-lagu rakyat tradisional. Tak heran ketika ia menjadi seorang akademisi di Universitas pun ia selalu membagi hidupnya untuk aktivitas: pagi mengajar, siangnya bertani, dan malam bernyanyi.
Hidupnya yang tragis karena sepanjang hidupnya ia menyuarakan cinta, kedamaian, dan mendambakan cita-cita keadilan sosial, justru terbunuh karena ganasnya politik, dengan jasad yang dilemparkan di jalanan Santiago begitu saja.
Sebuah warisan sederhana dari Jara kiranya dapat menjadi penyulut asa dalam gebalau jaman mutakhir ini. Sebuah lirik lagu yang tak sempat direkam:
Gitarku bukan untuk orang-orang kaya
bukan, bukan untuk mereka
laguku adalah tangga
yang sedang kita buat untuk mencapai bintang-bintang
14 Oktober 2014[]
Sumber foto: Magdeburgerjoe.com