
Ada Puisi di Kick Fest 2014
Sabtu malam, 11 Oktober 2014, musikus Adew Habtsa mengajak saya dan penyair muda Rendy Jean Satria untuk mengunjungi pameran clothing terbesar se-Asia Tenggara, Kick Fest.
Ajakan Kang Adew tersebut didasarkan pada dua hal. Pertama, ia ingin menyaksikan penampilan Riksa Al Hasil—vokalis Bandung Inikami Orcheska (BIO)— yang notabene sama-sama urang Ledeng; kedua, ia ingin mempelajari teknik panggung band-band yang tampil di Kick Fest.
Sekadar catatan, di luar aktivitasnya mengurus kegiatan reading book di Museum Konferensi Asia Afrika, Adew Habtsa juga aktif mengelola kelompok musik Ukulele Bandung (Ukeba). Adew berharap, ia dan kelompoknya dapat mengisi panggung musik pada gelaran Kick Fest berikutnya.
Lain Adew lain pula Rendy Jean Satria. Penyair muda ini —yang dalam sajak-sajaknya begitu terpesona pada alam—tampak agak kikuk ketika pertama kali memasuki area Kick Fest. Baginya, panggung besar, musik hingar bingar, orang-orang yang ramai berjejalan, booth-booth pakaian dan makanan, terkesan kurang puitik dan tidak merangsang kreativitasnya sebagai penyair.
Saya tertawa dan menyebut Rendy sebagai penyair romantik yang datang dari reruntuhan Abad 18. Ha ha ha. Ia pun tertawa dan membenarkan ucapan saya.

Riksa Al Hasil, vokalis Bandung Inikami Orcheska, di layar raksasa pangung Kick Fest 2014. (Foto ZUlkifli Songyanan)
Bagi penggiat literasi seperti kami, mengunjungi Kick Fest menimbulkan kesan-kesan tersendiri. Betapa dunia kesusastraan yang selama ini kami geluti, seakan tidak pernah mendapat ruang di ranah kreativitas masyarakat urban. Pendapat demikian tentu bukan barang baru. Wacana mengenai pertentangan kebudayaan adiluhung dan kebudayaan populer terus dibicarakan sepanjang waktu.
Lewat tulisan ini, saya tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa satu kebudayaan lebih bernilai dibanding kebudayaan yang lain. Saya hanya tengah berusaha menikmati segala bentuk kebudayaan yang saat ini masih bisa saya saksikan.
Malam itu, di panggung Kick Fest, selain Bandung Inikami Orcheska, tampil pula Banda Neira dan Pure Saturday. Di antara ketiganya, hanya Banda Neira yang lagu-lagunya belum saya kenal.
Dan, ketika mereka tampil, saya terkejut saat Rara Sekar —vokalis Banda Neira—mengatakan akan menyanyikan sebuah lagu yang diambil dari pusi Subagio Sastrowardoyo, Rindu. Seketika, Rendy Jean Satria pun berkata, “Di sini masih ada puisi, Jek!”
https://www.youtube.com/watch?v=4_hNJ8r1HY0&feature=youtu.be&noredirect=1
Lewat panggung Kick Fest, Banda Neira membuktikan bahwa dunia kesusastraan sebetulnya masih mendapatkan ruang di ranah kreativitas masyarakat urban. Para penggiat kesusastraan yang umumnya masih merasa terasing dari kultur masyarakat populer, saya kira mesti membuka diri dan percaya bahwa apa yang di sekitarnya terjadi pada dasarnya sama-sama memiliki arti bagi kehidupan.
Kick Fest atau Kreative Independent Clothing Community Festival digelar 10-12 Oktober 2014 di Lapangan PPI Jalan Supratman, Bandung. Event yang mempertemukan para pelaku industri kreatif di bidang clothing ini diikuti oleh puluhan peserta dan dipadati ribuan pengunjung.
Dalam sejarahnya, Kick Fest merupakan upaya untuk mengenalkan brand-brand lokal Indonesia lewat semangat independent (indie). Terkait hal itulah bagi penyelenggara sendiri, Kick Fest bukan sekadar event. Ia adalah sebuah gerakan, movement.
Tentang semangat indie dan movement tersebut, saya kira bukan hal ganjil jika orang-orang yang punya niat memajukan dunia literasi dapat belajar banyak dari Kick Fest. Bagaimanapun caranya.[]
Sumber foto: Zulkifli Songyanan
Sorry, the comment form is closed at this time.
jaguar non kolesterol
haha..rupanya bung Kifli perlu menyimak sisi lain sastrawan/novelis Ugoran Prasad yang juga vokalis Melancholic Bitch yg tak asing menyanyikan puisi Sapardi atau Afrizal Malna…Bahkan seorang Hasta yang penyair itu sangat akrab dan piawai dengan gitarnya. Hadirnya sastra dalam zine pun bukankah dia tengah melingkup nafas jaman yang urban jua?
Edi su
Selain banda neira, ada juga deu galih yg meng-cover puisinya chairil anwar dengan judul yang terhempas dan terputus/ buat gadis rasid, the panic yang menyisipkan pembacaan puisi pada lagunya all human talk. Lamun di luar negeri mah ada namanya the bookshop band yang bawa lagu yang terilhami dari bacaan sastra, yang suara vokalisnya adem-adem kumaha. Asik ini jul.
yussak
cita rasanya baru