Tak Ada Pesta dan Kendaraan Bermotor di Gili Meno
Di Gili Meno orang-orang hanya boleh mengendarai sepeda dan cidomo, semacam kereta kuda untuk transportasi di dalam pulau. Kehadiran kendaraan bermotor ditolak mentah-mentah oleh warga. Selain itu, di Gili Meno tidak boleh ada pesta di malam atau siang hari. Musik-musik yang berisik dalam pesta yang seringkali diadakan di malam hari hanya diperbolehkan di pulau tetangga, yaitu di Gili Trawangan.
Tidak ada keterangan pasti mengenai alasan pemberlakukan aturan tidak tertulis tersebut. Namun aturan tertulis tersebut dipatuhi oleh semua orang yang berada di Gili Meno, baik penduduk lokal atau wisatawan.
Kecuali sedikit keterangan didapat dari pemilik penginapan tempat saya menginap. Keberadaan musik membuat suasana menjadi tidak tenang, begitu juga keberadaan kendaraan bermotor selain polusi suara juga ada polusi asap yang mengepul dari knalpotnya. “Kami semua tidak suka keributan, keramaian, di sini kami lebih mengutamakan kedamaian, ketenangan daripada apapun” begitu ungkap Wayan, pemilik penginapan.
Ungkapan Wayan tersebut bukan sekedar isapan jempol belaka. Selama mengelilingi pulau tidak satupun kami menjumpai kendaraan bermotor atau tempat yang menyalakan music dengan keras. Di sekeliling pulau yang sebagian jalannya masi berlapis pasir pantai hanya ada cidomo saja.
Dengan tiadanya dentuman musik keras, suasana di Gili Meno berbeda jauh dengan di Gili Trawangan. Di Gili Meno suasana terasa lebih tenang. Walaupun jumlah turis mancanegara lebih dominan, namun jumlahnya yang sedikit menjadikan suasana asing tidak terlalu kentara.
Baca juga:
- Orang Indonesia di Gili Trawangan
- Karangsong, Wisata Hutan Mangrove Masa Kini
- Hutan Pinus Mangunan, Hutan Pinus Istimewa
Suasana asing terasa semakin berkurang tatkala kami menikmati beberapa makanan dan minuman dingin di salah satu kafe sebelum kami beranjak menikmati suasana di dasar laut lepas pantai di Gili Meno dengan snorkeling. Pelayan kafe terasa sangat akrab dan menggunakan Bahasa Indonesia tanpa campuran Bahasa Lombok.
Dari penutuan pelayan tersebut kami semakin paham kenapa di Gili Meno tidak boleh ada pesta dan kendaraan bermotor. Rupa-rupanya semua pihak bersepakat bahwa tiga pulau tersebut mempunyai fungsi masing-masing.
Gili Trawangan sebagai pulau yang paling berisik dan paling banyak dikunjungi adalah pulau yang sengaja dibuat untuk mereka yang menyukai dunia malam dan suasana bebas. Sedangkan Gili Meno dan Gili Air dikhususkan untuk wisatawan yang mengendaki suasana tenang. Bahkan beberapa wisatawan menyatakan bahwa Gili Meno sebagai Hoping Island atau pulau tempat dimana mereka membangun mimpi dan menikmati ketenangan dan menikmati potensi bawah laut yang indah.
Bagi saya ujaran wisatawan tersebut bukan merupakan ujaran yang keliru. Beberapa jam setelah itu, pas ketika hari menjelang senja saya sengaja berjalan-jalan di sisi pantai di Gili Meno.
Pantai di Gili Meno ketika senja cukup indah dan menenangkan. Air yang mulai surut menyebabkan pantai menjadi semakin landai. Karang-karang yang tadinya tergenang air terlihat menyembul. Beruntung, dari kejauhan matahari sore mulai memperlihatkan dirinya dari kejauhan. Melihat hal tersebut saya segera keluar dari jejeran karang tersebut dan mencari duduk yang pas untuk menyaksikan tenggelamnya matahari. Di tengah suasana terebut beberapa wisatawan asing mengabadikan momen tersebut sambil berswafoto di balik matahari yang akan segera tenggelam.
Bagi saya yang jarang menikmati pantai bersamaan dengan tenggelamnya matahari hal tersebut cukup berkesan. Ada perasaan lega dan bahagia yang diam-diam terasa setelah matahari di Gili Meno tenggelam. Tanpa pesta dengan musik yang berdentum menggetarkan ulu hati dan polusi asap dari kendaraan bermotor sepertinya adalah cara yang paling sempurna untuk menikmati senja di Gili Meno.[]