Fb. In. Tw.

Leicester City dan Harapan Sepakbola Indonesia

Senin malam itu, hampir semua orang di kota berkumpul. Di stadion, bar-bar, pusat kota hingga rumah teman. Yang penting ada televisi.  Orang-orang itu sedari sore sudah bersiap menyambut kemungkinan terbaik yang akan terjadi malam nanti. Klub kebanggaan kota mereka menjadi juara Liga Primer untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Sesuatu yang bahkan mungkin tak pernah berani mereka impikan.

Orang-orang itu dengan khusyuknya menyaksikan petandingan sepak bola antar sesama Kota London. Dua klub yang selalu terlibat tensi tinggi ketika bertemu. Hasil akhir pertandingan akan menentukan nasib klub kesayangan kota mereka. Sebuah klub sederhana. Sebuah klub yang mencoba terus bertahan di liga yang katanya paling kompetitif di dunia.

Gol di menit ke 82 yang menjadikan skor seri membuat seluruh warga kota tegang bukan main. Delapan menit waktu tersisa menjadi delapan menit paling panjang, melelahkan, dan mendebarkan. Berharap tim berkostum putih tak membalas gol tersebut. Maka, ketika peluit panjang wasit dibunyikan dan tak ada lagi gol yang tercipta, seluruh kota meledak. Orang-orang berteriak, meloncat, berpelukan, dan menangis bersama. Tentu tangis bahagia. Kebahagiaan tumpah begitu saja. Seluruh kota menjadi semarak. Orang-orang berkonvoi layaknya menyambut tahun baru. Ya, Kota Leicester berpesta malam itu. Leicester City resmi menjadi juara baru Liga Primer Inggris musim 2015/2016.

Namun, kebahagiaan tak hanya dirasakan warga Leicester. Seluruh Inggris -kecuali mungkin penggemar Tottenham Hotspur yang menjadi rival terdekat Leicester City- turut merasakan kebahagiaan dan kebanggaan warga Leicester. Tak hanya orang Inggris, banyak orang di penjuru dunia pun turut larut dalam kebahagiaan yang sama.  Kemenangan mereka bak membaca kisah dongeng atau menyaksikan film-film heroik Hollywood yang berakhir happy ending.

Leicester mendadak begitu dicintai. Kolom-kolom berita ramai-ramai memberitakan kisahnya. Tak boleh ada sedikit pun yang terlewat. Saya jadi ingat film Spiderman versi Tobey Maguire ketika aksi-aksi Spiderman diberitakan oleh surat kabar kota. Aksi-aksi Spiderman selalu ditunggu. Ia dicintai. Ia menjelma pahlawan kota.

Seperti itulah Leicester. Mereka menjadi representasi pahlawan bagi orang kebanyakan. Mereka bukan klub kaya dengan gelontoran uang melimpah. Bukan juga berisi pemain-pemain papan atas. Mereka adalah yang percaya bahwa segala hal bisa terjadi jika bertekad dan terus berjuang apapun kondisinya. Sesederhana itu.

Menyaksikan Leicester menjuarai kompetesi dengan segala atribut underdognya, sesungguhnya kita sedang menumbuhkan harapan kepada diri sendiri. Bahwa kejayaan tak melulu dimiliki oleh orang atau kalangan yang memiliki segalanya. Hal-hal yang kita inginkan dapat terwujud selama kita tidak diam.

Lebih dari itu, barangkali dalam lubuk hati terdalam kita sebagai Indonesia, kita ingin pahlawan-pahlawan itu berasal dari negeri sendiri. Sebagai cabang olahraga yang katanya paling populer di dunia, kita tentu ingin punya kebanggaan atas nama Indonesia. Memperlihatkan kepada dunia bahwa kita mempunya kompetisi resmi yang sehat tanpa campur tangan kepentingan-kepentingan pribadi.

Sepakbola Indonesia yang telah mati suri mulai dihidupkan kembali. Harapan-harapan kembali tumbuh. Siapa yang tidak rindu merasakan kembali keriangan mendukung klub kota kesayangan dalam kompetisi yang panjang, bukan turnamen yang berlangsung beberapa bulan? Atau siapa yang tidak ingin Stadion Gelora Bung Karno yang kita banggakan itu kembali menjamu tim-tim dari negara lain?

Harapan selalu ada bagi mereka yang yakin dan mau berjuang. Kisah Leicester City hanyalah salah satu contoh tentang peluang dan kemungkinan yang selalu bisa terjadi. Kita boleh terus berharap keadaan sepakbola Indonesia terus membaik dari waktu ke waktu. Tak perlu kita mendatangkan Superman, Batman, atau Spiderman untuk membuat keadaan lebih baik. Sesungguhnya kita hanya perlu menyadari kembali bahwa ada lebih banyak persamaan yang layak untuk disatukan daripada mencari-cari perbedaan yang hanya memecah-belah. Semoga.[]

KOMENTAR

Lahir di Subang, 9 Januari 1989. Pecinta film dan jalan-jalan. Bercita-cita mengunjungi Turki suatu hari nanti. Tinggal di Jakarta.

Comments
  • Wishu muhamad

    Tulisan yang amat manis, dan menyentuh.

    8 Mei 2016

Sorry, the comment form is closed at this time.

You don't have permission to register