Fb. In. Tw.

Puisi Al-Fian Dippahatang

ALAT-ALAT KEPERLUAN RUMAH DAN RUMAH TANGGA

Angin menyisir merapikan rambutmu yang selalu berantakan
ketika engkau sibuk mengantar orang dengan kusirmu.
Tetapi, itu terjadi beberapa tahun yang lampau.

Kaki kota melangkah panjang menjajahkan alat-alat berat
yang instan dan menyenangkanmu untuk bermalas-malasan.
Pelan menjadikan malas sebagai pekerjaan yang dianggap
menyehatkan, karena mengurangi bebanmu jika di sawah.

Engkau juga kini berupaya meniadakan satu per satu pohon
yang berjejer di seberang jalan muka rumahmu.
Engkau ingin merasa menerima semburat cahaya
tanpa terhalang pohon yang langsung menembus kaca jendelamu.
Tetapi, engkau tak sadar, waktu pagi hanya singkat
dan pendek yang tak lebih nyaman dari lengan.

Engkau membujuk tetangga rumahmu membangun toko bangunan
super komplit, agar suasana kota makin hari makin dekat engkau rasakan.
Engkau ingin desamu sedikit kekota-kotaan yang dilengkapi
alat-alat keperluan rumah dan rumah tangga.

 

KEPADA KESEDIHAN

Sekalipun aku jadi cahaya, tak kuasa kutembus batinmu,
kiranya menebus segala hal yang pernah
kuperbuat salah padamu.

Sulit kumengerti, apakah langkah-langkah
yang kutapaki, jejak seorang petualang
yang tak mudah mengeluh lelah?

Kubayangkan diriku mampu menaklukkan puncak Corcovado.
Di sana bakal kuhalau gigil dingin, berdiri tegak
sambil membentangkan tangan menyerupai salib.
Tanpa bermaksud ingin dianggap taat
menghapus keseluruhan tanda patah hatiku.

Engkau memang menganggap
semua yang kulakukan kepadamu
lebih banyak gagal ketimbang
mampu menjadi bekalmu untuk hari esok
yang telah engkau petakan,
dan belum tentu akulah orangnya.

Kepada kesedihan yang tak pernah dalam
engkau susuri pada airmataku.
Dan segala yang belum melampaui
hasratmu sementara kujangkau
dengan memahami tanda-tanda dan cinta.

 

MENGHAMBAT RENCANA

Engkau sangkarkan segala yang ingin kuungkap
pada apa yang dirampas seseorang yang bahagia tak berpuasa
mencaci benak para pendoa di Minggu hari
yang selalu kunantikan dalam sepekan
mencuci pikiranku yang kotor tentang negara ini.

Engkau singkirkan segala yang ingin kubuktikan
tanpa sisa-sisa yang membuatku bebas menelusuri jantung
yang resah menghirup udara perkotaan yang tak bisa diam
menggerakkan pesuruh yang dibayar murah
sekalipun mereka paham yang dikerjakannya sungguh tak adil.

 

SEHAT YANG ENGKAU PAHAMI ADALAH PERGI BUKAN MATI

 Penyaliban sebagai hukuman yang sangat jahat dan menjijikkan.
—Cicero.

Engkau hentikan perasaanku
yang pernah merasa sakit, tapi tidak
ketika engkau menemukan rumah
tempat engkau bersandar, bahkan berbaring.

Sebelum engkau katakan ingin menyudahi
langkahmu di permukaan hidupku
yang padamu telah kubuatkan jalan.
Aku tak pernah siap menanggung ini,
bahkan tertunggang.

Engkau tahu kan? Tahu, bahwa aku sering mengatakan padamu
“aku mengingkan diriku tak pernah sakit di rumahmu”
tetapi sejujurnya tak ada yang sungguh sehat
jika mengatasnamakan cinta untuk sebuah alasan
yang tak memiliki landasan seperti pesawat
yang hanya sebuah rencana dan percuma dibuat.

Engkau pergi dariku, urusan yang tak pernah selesai.
Sehat yang engkau pahami adalah pergi dariku bukan mati
yang kurasakan saat ini begitu cepat menyambangiku.

 

Biodata Penulis
Al-Fian Dippahatang. Lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Kuliah di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin Makassar angkatan 2014. Sehari-hari belajar sastra di Komunitas Lego-Lego, Malam Puisi Makassar, dan Pembatas Buku.

KOMENTAR

Media untuk Berbagi Kajian dan Apresiasi.

You don't have permission to register