The Walk: Kudeta Seorang Seniman
Apa yang terlintas jika ditanya soal gedung World Trade Center (WTC) Amerika Serikat? Salah satu gedung tertinggi atau barangkali kebanyakan orang akan mengaitkannya dengan tragedi 11 September 2001. Tentunya semua orang punya pilihan jawaban masing-masing. Namun, ada sisi lain yang mungkin tak semua orang mengetahuinya tentang gedung ini.
Adalah Phelipe, seorang seniman yang berhasil mencuri perhatian dunia lewat aksinya melintasi tali kawat yang menghubungkan gedung kembar WTC (1974). Aksi gilanya itu menarik pers di seluruh dunia. Pemberitaannya seakan sebuah selingan segar, yang membuat orang bernafas sejenak dari mumetnya pemberitaan soal politik dan konflik. Kisah itu secara apik disampaikan melalui film The Walk(2015).
Awalnya meragukan, sebab film ini yang sudah bisa ditebak endingnya. Apa yang menarik dari sebuah film yang menceritakan seseorang yang bisa berjalan di atas tali? Hal itu bahkan pernah kita lihat di sirkus secara langsung atau yang ditayangkan di televisi. Tapi, tunggu dulu! Film ini menceritakan seseorang berjalan di atas tali yang menghubungkan gedung kembar WTC. Ya, WTC yang terdiri dari 110 lantai itu. Jika dipikir kembali hal seperti itu masih terasa biasa. Ia masih melakukan hal yang sama, hanya di ketinggian yang berbeda saja. Filmnya pasti happy ending. Ia pasti berhasil melakukannya. So, apanya yang menarik?
Itulah yang pada awalnya terpikirkan di dalam benak. Lantas, iseng-iseng mencoba memutarnya untuk sekadar membuang rasa penasaran. Namun ternyata, awal tayangan film ini telah mengawalinya dengan sangat baik. Membuat siapapun yang menonton akan terjaga dari duduknya, terfokus dan terangsang untuk terus melanjutkan tontonan.
Why? Itulah kata pertama yang akan kita dengar dari film ini. Phelipe si tokoh utama yang diperankan oleh Joseph Gordon Levit langsung membeberkan sebab-sebab ia melakukan hal yang aksi “tak rasional” itu secara rasional. Bahkan, menurut saya cukup filosofis juga. Jika selama ini ia dianggap berjalan di atas tali yang menghubungkan dua gedung adalah tindakan yang mendekatkannya pada kematian, tapi tidak bagi Phelipe. Justru ia merasa hidup di sana.
Film ini menceritakan karir perjalanan Phelipe, dari mulai seniman jalanan hingga ia berhasil melakukan “kudeta”. Ya, kudeta adalah kata yang digunakan Phelipe untuk mencuri perhatian dunia lewat aksinya berjalan di atas tali kawat yang menghubungkan gedung WTC.
Dalam perjalanan hidupnya, Phelipe dibantu oleh teman-temannya untuk melakukan aksi luar biasa itu. Phelipe menyebut mereka dengan istilah “kaki tangan”. “Kaki tangan” lah yang memberikan kontribusi besar bagi Phelipe sehingga ia sukses melakukan kudeta. Tanpa kaki tangan itu, aksi Phelipe tidak mungkin berhasil. Di sinilah kita akan menyaksikan hebatnya kerja tim. Sifat Phelipe yang arogan dan kesabaran sebuah tim menjadi bumbu tersendiri yang menghadirkan konflik batin di antara para kaki tangan.
Salah satu dari kaki tangan itu merupakan kekasih Phelipe. Ia berperan sebagai orang terdekat yang paling berjasa menstabilkan psikis Phelipe. Akibat obsesinya yang meledak-ledak, Phelipe sedikit terlihat kurang waras. Selain itu ada Papa Rudi. Ia merupakan seorang artis sirkus legendaris. Ia pun sangat berjasa karena telah memberikan rahasia bagaimana memasang tali yang baik.
Nyatanya, menghubungkan tali kawat di antara dua gedung pencakar langit tak semudah memasang tali di jalan-jalan. Bukan soal ketinggiannya, melainkan tindakan itu adalah suatu yang ilegal di AS. Inilah hambatan yang harus dilalui Phelipe. Ia harus menerima risiko berakhir di kurungan penjara. Namun, di sanalah sisi menariknya. Pada tayangan ini kita akan melihat strategi-strategi ala-ala seniman melakukan rencana-rencana untuk mengelabui orang-orang WTC. Tentunya unik dan nyentrik. Sedikit beradu keberuntungan juga termasuk di dalamnya.
Aksi Phelipe nyaris tak berjalan sesuai rencana. Beberapa kaki tangannya memilih untuk mengundurkan diri beberapa jam sebelum project kudetanya itu karena mereka tak mau berujung dinginnya tembok penjara.
Phelipe tak gentar. Ia tak peduli soal penjara. Baginya kudeta adalah harga mati. Pada akhirnya ia tetap melakukan aksi gila itu. Ketika aksi dilakukan, Phelipe menemukan ketenangan dan kedamaian di sana. Berjalan di atas seutas tali kawat, di atas ketinggian gedung 541,33 meter membuatnya menemukan sisi spritualnya.
Film ini berhasil membawa saya pada satu ketegangan layaknya melihat pertunjukannya secara langsung. Film ini membuat kita memahami suatu tindakan yang dilakukan Phelipe, berjalan di atas tali. Ada banyak alasan-alasan filosofis dan mendasar mengapa ia melakukan itu. Jika orang menganggap hal itu dekat dengan kematian, tapi Phelipe justru menemukan kehidupan di sana.
The Walk, satu film bertema sederhana. Tak sekadar menceritakan aksi berjalan di atas ketinggian. Tapi juga soal obsesi, tujuan, ketegangan, usaha, dan kegilaan.[]