Berkah Layang Gantung di Lintang Panggung
Lintang Panggung, sebuah kawasan perbukitan di Selatan Kabupaten Bandung Barat, sepuluh tahun lalu tak lebih dari hamparan padang ilalang dan jejeran pohon pinus dengan jalan setapak tanah merah di tengahnya. Tak ada yang menarik, selain desir angin yang menerpa daun pinus serta tubuh yang letih setelah menaklukan beberapa tanjakan terjal.
Kini, suasana di Lintang Panggung hampir berbalik seratus delapan puluh derajat. Jalan setapak dengan tanah merah lebih lebar, malah di beberapa ruas telah dilapisi aspal. Hamparan padang ilalang hanya dijumpai di beberapa titik, namun di sepanjang jalan pohon pinus masih tampak mendominasi. Satu perbedaan yang paling signifikan, adalah sebuah bangunan cukup megah berdiri dengan lapangan dilapisi paving blok di depannya.
Dari depan bangunan tersebut, sekarang banyak orang melakukan ritual narsisnya masing-masing. Memotret diri mereka sendiri menggunakan kamera ponsel dengan berbagai gaya.
Hampir setiap hari, lapangan dengan lapisan paving blok tersebut didatangi oleh ratusan orang dari berbagai daerah Kabupaten Bandung Barat dan sekitarnya. Lapangan dengan paving blok tersebut menjadi tempat favorit mengambil gambar karena latar belakangnya. Dari depan gedung tersebut terlihat hamparan bangunan dan gedung-gedung tinggi di cekungan Bandung. Di atas gedung-gedung tersebut terlihat jejeran bukit di Bandung Utara dengan selimut kabut di puncaknya.
Di bawah bukit terlihat hamparan hijau pesawahan dalam kotak-kotak kecil yang dipisahkan oleh pematang sawah yang menyerupai garis hitam tipis. Namun, hamparan sawah tersebut sudah berhimpitan dengan beberapa blok perumahan. Blok perumahan tersebut merupakan blok perumahan yang ditujukan untuk mengantisipasi padatnya lingkungan perumahan di kota. Blok perumahan di tengah hamparan sawah hijau itu seperti noda hitam yang tak terlalu sedap dipandang mata
Di bagian belakang gedung, pohon pinus terhampar di jejeran perbukitan yang jaraknya tak terlalu jauh. Jejeran perbukitan itu cukup menarik dipandang, karena di balik jejeran perbukitan tersebut terdapat jejeran perbukitan lain yang mulai diselimuti kabut. Sementara, di bagian kiri bangunan tersebut, dari kejauhan terlihat beberapa kolam dengan ukuran raksasa terhampar. Kolam tersebut merupakan kolam ikan terapung di daerah Saguling.
Tak jauh dari beberapa kolam tersebut terlihat satu kolam besar, yang mana kolam tersebut merupakan Waduk Saguling. Sebuah waduk yang mengaliri PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Saguling yang menyuplai kebutuhan listrik untuk Provinsi Jawa dan Bali.
Lapangan dengan paving blok itu sepertinya menjadi tempat yang paling cocok untuk memandangi Kawasan Cekungan Bandung dari arah selatan. Lintang Panggung seolah menjadi jendela yang lebar untuk menikmati Kawasan Cekungan Bandung dari arah selatan. Sebuah sudut pandang yang belum banyak dimanfaatkan oleh orang untuk menikmati Kawasan Cekungan Bandung.
Dari penuturan beberapa pengunjung dan berita di beberapa media daring, ternyata gedung yang cukup megah tersebut merupakan kantor untuk sebuah cabang olahraga yang disebut dengan olahraga Gantole atau dalam bahasa Indonesia padanan katanya adalah Layang Gantung. Lapangan dengan paving blok di depan gedung tersebut merupakan lapangan tempat mengamati angin di sekitar, sekaligus tempat yang dibuat bagi siapa saja yang ingin menikmati pemandangan di sekitarnya.
Tak ada pengunjung yang tahu persis kapan gedung dan sederet fasilitas ini dibangun. Namun dari penuturan Yati (35), penjaga warung kopi di dekat lapang tersebut, diketahui bahwa Lintang Panggung mulai dibangun tak lebih dari lima tahun atau dimulai sekitar 2010.
Menurut Yeti, tak ada satupun penduduk yang memperkirakan bahwa Lintang Panggung akan menjadi daerah yang dikunjungi banyak orang. Kini, Lintang Panggung menjadi tempat yang banyak diburu oleh banyak orang. Yeti tak terlalu tahu bagaimana Lintang Panggung bisa begitu cepat dikenal sampai dikunjungi banyak orang.
Dalam amatan Yeti, hal yang paling menarik dari Lintang Panggung adalah kedamaian serta pemandangan gedung-gedung di kota yang sama sekali belum pernah ia kunjungi. Selain itu, hal menarik lainnya, ia bisa meraup beberapa rupiah dari barang dagangan yang dijual di Lintang Panggung.
Dedak-dedak kopi sudah mulai terlihat di dasar gelas. Angin sepoi-sepoi sudah berhasil mengusir suhu panas di badan karena berjalan menanjak. Waktu sudah menunjukan pukul 15.00 WIB. Sore hari sudah mulai menjelang. Hal ini menjadi semacam pengingat bagi penulis untuk segera beranjak meninggalkan Lintang Panggung.
Tak ada kesan yang terasa selain merasa lega, bahwa daerah tempat dimana lahir dan besar mulai bergerak menuju kemajuan. Sambil memacu sepeda motor, seberkas doa terucap untuk warga di Lintang Panggung. Semoga keberkahan dari fasilitas olahraga yang dibangun di Lintang Panggung bisa terus memberikan kebahagiaan bagi warga sekitar.[]